DAHLIA IRAWATI

Wali Kota Malang Mochamad ANton (kaan) memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (22/3) di markas Kepolisian Resor Malang Kota, Jawa Timur. KPK saat itu sedang menyelidiki kasus dugaan suap dari eksekutif kepada legislatif Kota Malang untuk memuluskan pembahasan APBD-P Kota Malang tahun 2015. Dalam kasus tersebut, wali kota Malang dan 18 anggota DPRD Kota Malang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Judul tersebut boleh jadi tidak sepenuhnya tepat. Namun, judul itu dipilih untuk menggambarkan kegeraman publik akan situasi kebangsaan kita akhir-akhir ini.

Bagi orang yang permisif, judul itu tentu bisa disangkal. Berapa persen dari semua peserta pilkada yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, gratifikasi, atau suap. Pilkada serentak digelar di 171 wilayah. Dari sisi persentase mungkin kecil. Akan tetapi, fakta itu paling tidak menggambarkan ada yang salah dalam proses perekrutan politik. Ada indikasi kian diabaikannya tata nilai dan moralitas bangsa ini.

Hari Rabu, 21 Maret 2018, KPK mengumumkan Wali Kota Malang (2013-2018) Mochamad Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Anton maju lagi sebagai calon wali kota dalam Pilkada 2018. Pilkada Wali Kota Malang diikuti tiga pasang calon, dua di antaranya adalah tersangka, yakni Anton dan Ya'qud Ananda Gudban. Adapun 18 anggota DPRD Malang (2014-2019) dari 50 anggota DPRD juga berstatus tersangka.

Sebelumnya, KPK telah mengumumkan sejumlah tersangka lainnya, seperti Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan Asrun, calon gubernur Sulawesi Tenggara. Asrun adalah ayah dari Adriatma. Adriatma menggantikan Asrun sebagai Wali Kota Kendari, dan setelah menyelesaikan jabatannya, Asrun naik kelas menjadi calon gubernur Sulawesi Tenggara. Keduanya ditangkap KPK pada 28 Februari 2018.

Ada juga cerita calon gubernur Lampung Mustafa yang juga Bupati Lampung Tengah (non-aktif). Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Setelah diperiksa KPK, seperti dikutip harian ini, 24 Februari 2018, Mustafa berkomentar, "Mudah-mudahan apa yang dicita-citakan, yakni Lampung sejahtera, bisa tercapai dan terwujud dengan baik. Terima kasih nomor empat kece," ucapnya.

Cerita itu masih bisa ditambah dengan pengumuman calon gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus yang ditetapkan sebagai tersangka bersama adiknya, Zainal Mus. Politik dinasti berbuah korupsi.

Kondisi itu mengguncang rasa perasaan kita. Akankah di sejumlah daerah pilkada diikuti para tersangka? Sejauh ini, sejumlah tersangka, kendati sudah diumumkan, tetapi tidak ditahan KPK, tetaplah berkampanye seperti biasa. Mereka pun tidak bisa mundur atau tidak mau mundur. Setelah diperiksa KPK, calon gubernur Lampung justru memanfaatkannya untuk kampanye.

Rasa malu dan pedoman pada etik dan moralitas tampaknya sudah lenyap dari elite kita. Partai politik pun, sesuai undang-undang, tak bisa menarik calon kepala daerah berstatus tersangka. Ketua KPU Arief Budiman pun mengatakan, "Saya memandang regulasi yang ada sudah cukup. Ini pembelajaran. Harus hati-hati mencalonkan seseorang."