Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2017. Terjadi kenaikan dari 70,18 menjadi 70,81 dan semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan status high human development.

Namun, kenaikan IPM nasional saja tidaklah cukup. Kita ingin pencapaian IPM yang semakin merata. Faktanya, masih ada kesenjangan IPM antardaerah.

Data IPM provinsi menunjukkan bahwa 18 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki capaian IPM sedang dan satu provinsi terkategori rendah, yaitu Papua. Meskipun demikian, 10 dari 18 provinsi capaian IPM-nya sudah "sangat dekat" dengan kategori high human development. Sementara Papua sangat berpotensi untuk naik kelas seti-
daknya dalam dua tahun ke depan untuk mencapai kategori sedang.

Program pembangunan afirmatif secara masif di Papua telah mengungkit IPM Papua ke angka 59,09, hampir mencapai angka 60 yang menjadi batas IPM kategori sedang. Bahkan, pertumbuhan IPM Papua selama periode 2016-2017 menjadi yang tertinggi di Indonesia, jauh melampaui 33 provinsi lainnya, dengan pertumbuhan 1,79 persen. Selama kurun yang sama, DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dengan IPM berkategori sangat tinggi tumbuh sebesar 0,58 persen.

Strategi meningkatkan IPM

Kita harus paham cara perhitungan indikator IPM agar formulasi strategi untuk mengungkit IPM efektif. Satu-satunya indikator kesehatan yang digunakan dalam perhitungan IPM ialah usia harapan hidup.

Usia harapan hidup akan meningkat jika kita mampu menekan angka kematian bayi serendah mungkin. Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang dilakukan BPS, diketahui bahwa angka kematian bayi berhasil turun dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup selama lima tahun terakhir. Sebuah capaian yang sangat baik. Meskipun demikian, setiap 100 bayi yang lahir hidup, masih ada 2-3 bayi yang meninggal sebelum mencapai ulang tahun pertamanya. Untuk itu, upaya penurunan angka kematian bayi harus terus dilakukan.

Strategi peningkatan IPM pendidikan dengan cara menekan serendah mungkin angka putus sekolah. Program Indonesia Pintar (PIP) memiliki peran penting untuk menekan angka putus sekolah. Namun, fakta di sejumlah negara berkembang menunjukkan bahwa putus sekolah erat kaitannya dengan kemiskinan orangtua. Mendorong anak sekolah tidaklah cukup karena harus dibarengi upaya perbaikan kesejahteraan keluarga. Itu sebabnya, PIP harus berjalan beriringan dengan bantuan sosial lainnya, termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) yang cakupannya diperluas hingga mencapai 10 juta keluarga penerima manfaat pada 2018 ini.

Indikator ekonomi dalam IPM mencerminkan daya beli masyarakat. Daya beli dapat meningkat dengan dua prasyarat utama, yaitu terjaganya stabilitas harga dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Perbaikan kesejahteraan diawali oleh perbaikan pendidikan dan kesehatan penduduk. Oleh karena itu, memperbaiki IPM pendidikan dan kesehatan akan berdampak jangka panjang terhadap perbaikan daya beli masyarakat.

Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 (Bappenas) menunjukkan bahwa secara kuantitas jumlah penduduk perkotaan saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan, dengan perbandingan 53:47 persen. Namun, secara kualitas, provinsi dengan mayoritas penduduk tinggal di pedesaan cenderung memiliki persentase kemiskinan yang tinggi, dengan capaian IPM di bawah rata-rata nasional. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, masih terdapat 32 kabupaten dengan capaian IPM berkategori rendah (Kompas, 18 April 2018).

Menarik untuk dicermati bahwa 32 kabupaten yang tersebar di enam provinsi (Papua, Papua Barat, NTT, Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Jawa Timur) mayoritas penduduknya tinggal di perdesaan (dengan proporsi di atas 60 persen). Hal ini menjadi sinyal pentingnya membangun desa untuk mendukung pemerataan pembangunan manusia Indonesia.

Sejak 2015 hingga April 2018, pemerintah telah menyalurkan hampir Rp 140 triliun dana desa ke desa, melalui rekening kas umum pemerintah kabupaten/kota. Meskipun perlu berbagai penyempurnaan pelaksanaan, tetapi dana desa telah menjadi penggerak pembangunan di banyak desa. Terdapat 434 kabupaten/kota penerima dana desa dengan jumlah desa mencapai 74.958 desa.

Salah satu upaya meningkatkan IPM kesehatan di desa di antaranya melalui program penanganan stunting yang berdampak terhadap penurunan angka kematian bayi. Pemerintah telah menetapkan 100 kabupaten prioritas penanganan stunting pada 2018 dan, menurut rencana, ditingkatkan menjadi 160 kabupaten di 2019. Lokus pelaksanaan program di desa, fokus pada desa dengan prevalensi stunting dan risiko kematian bayi yang tinggi. Meskipun kasus stunting tidak hanya di desa, tetapi secara umum akses pelayanan kesehatan ibu dan anak lebih mudah di perkotaan dibanding pedesaan.

Stunting merupakan kondisi anak balita gagal tumbuh yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur. Stunting menciptakan risiko kematian yang lebih besar, menurunkan kemampuan kognitif anak serta rentan terserang penyakit degeneratif saat dewasa.

Penyebabnya dapat dibagi dua kelompok. Pertama, masalah kurang gizi akibat kekurangan sumber pangan atau salah pola pangan. Kedua, karena infeksi berulang (recurrent infection) yang berdampak terhadap defisit gizi anak, terjadi akibat sulitnya akses air bersih, buruknya sanitasi, dan rumah tidak layak huni.

Ditopang dana desa

Terkait peningkatan IPM kesehatan, selain kegiatan yang bersumber dari APBN dan APBD, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur air bersih, sanitasi, dan permukiman guna mengatasi masalah infeksi berulang pada bayi dan anak balita.

Dana desa juga dimanfaatkan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menggerakkan aktivitas posyandu dan peningkatan gizi anak melalui pemberian makanan tambahan. Dana desa digunakan untuk membangun jalan dan jembatan, membuka keterisolasian, meningkatkan akses penduduk desa terhadap sumber daya ekonomi dan pendidikan yang lebih baik.

Kita yakin pemanfaatan dana desa yang akuntabel berkontribusi meningkatkan IPM, mengikis kesenjangan IPM antardaerah. Menjadi tugas pemerintah bersama pemda untuk mendorong penyaluran dana desa tepat waktu, tepat manfaat, dan tepat pelaporannya, demi mewujudkan pembangunan manusia Indonesia yang berkeadilan.