Serbuan tenaga kerja asing (TKA), khususnya dari China, menuai pro-kontra berkepan- jangan. Para penentang menuding terjadi perampasan kesempatan kerja oleh TKA, bahkan pada level tenaga kerja kasar. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2018 yang mengatur soal ini makin dianggap menganakemaskan TKA dan menganaktirikan pekerja lokal.

Dokter THT dari Universitas Diponegoro memeriksa telinga balita saat membantu program pos pelayanan terpadu (Posyandu) di Kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (26/8/2015).

Demo nasional memperingati Hari Buruh 1 Mei lalu serempak menyasar perpres ini sebagai sasaran tembak. Bahkan DPR menginisiasi pembentukan Pansus TKA. Sementara pemerintah beralasan, masuknya TKA yang sepaket dengan investasi China belum mengkhawatirkan. Jumlahnya belum seberapa, dan kebanyakan tenaga kerja profesional, bukan tenaga kasar. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2018 itu intinya memudahkan perizinan TKA legal dalam rangka menarik arus investasi asing.

Dokter melakukan tindakan operasi katarak di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (8/4/2015). Pengelolaan rumah sakit yang efisien dan efektif menjadi kunci agar mampu bertahan di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini.

Yang dipersoalkan di atas adalah serbuan TKA di level pekerja kasar. Bagaimana pada level pekerja profesional, khususnya di sektor medis? Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) memasukkan sektor medis di antara 11 sektor prioritas. Pekerja profesional yang disebut dalam Mutual Recognition Arrangements (MRA), antara lain surveyor, insinyur (engineer), arsitek, akuntan, dokter, perawat, dokter gigi.

Persaingan di Asia

AFTA membolehkan arus perdagangan barang dan jasa medis di wilayah ASEAN. Negara yang kelebihan suplai barang dan jasa medis akan mengekspornya ke negara yang masih kekurangan. Di sinilah terjadi arus distribusi dan pertukaran barang dan jasa medis lintas negara. Harapannya, saling menguntungkan.

Sebanyak 11 dokter muda atau koas memperhatikan penjelasan dari dokter spesialis kulit dan kelamin Rani Manoe sebelum penanganan terhadap seorang pasien di Poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura, Papua, Selasa (3/5/2016).

Apakah Indonesia kelebihan dokter hingga perlu mencari pekerjaan ke luar negeri? Jelas tidak. Sampai hari ini kita masih sangat kekurangan dokter dan tenaga medis pendukungnya. Begitu kurangnya, sampai terkesan ada pemaksaan pembukaan fakultas kedokteran baru di beberapa perguruan tinggi. Alasannya, untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan dokter antardaerah. Karena kekurangan itulah, ada lubang besar yang bisa menjadi sasaran serbuan tenaga medis asing.

Siapkah kita? Mari kita lihat perbandingan kesiapan dengan sesama negara ASEAN. Malaysia, Singapura, dan Thailand sukses menjual layanan 'wisata kesehatan' bagi warga asing yang datang ke negaranya. Parkway Group Healthcare, perusahaan Singapura, memiliki 14 rumah sakit (RS) yang sebagian besar tersebar di luar Singapura, yaitu di Brunei dan India (masing-masing satu rumah sakit), di Malaysia ada 10 rumah sakit.

Tim dokter gabungan beberapa negara saat melakukan operasi kemanusiaan di ruang operasi RS Siloam Hospital, Manado, Sulawesi Utara, 7 Juni 2012.

Mereka melayani mulai dari perawatan kesehatan primer hingga berbagai operasi bedah. Bahkan mereka mampu mengoperasikan jaringan rumah sakit swasta sampai Inggris.

Adapun RS Bumrungrad Thailand bekerja sama manajemen dengan RS di Bangladesh dan Myanmar. Rumah sakit Thailand, yaitu Bangkok Hospital, sudah membuka 12 cabang di luar negeri yang tersebar di beberapa negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, terutama di kota-kota tujuan wisata. Ini mengapa rumah sakit asing di Indonesia juga memiliki strategi yang serupa.

KOMPAS/RYAN RINALDY

Perawat memeriksa tekanan darah salah satu pasien di Puskesmas Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (31/3/2018). Kegiatan tersebut dilakukan sesaat sebelum pasien berobat atau berkonsultasi dengan dokter di puskesmas.

Menariknya, di beberapa RS di Singapura dan Malaysia, pasien asing mayoritas berasal dari Indonesia! Orang kita favorit berobat ke negeri jiran itu. Beda dengan di Thailand. Seperti disebut oleh Hall CM, dalam Medical Tourism: The Ethics, Regulation, and Marketing of Health Mobility (2012), pasien asing yang datang mayoritas warga Jepang, dan hanya sekitar 7 persen pasien yang berasal dari negara kawasan ASEAN. Cukup menarik karena Jepang yang negara maju memercayai fasilitas kesehatan negara berkembang.

Mampu bersaing

Perlu kita lihat, apa kehebatan RS di Malaysia, Singapura, dan Thailand sehingga jadi tujuan favorit pasien asing. Persepsi umumnya adalah kualitas layanan RS di ketiga negara itu dianggap setara dengan RS di negara maju, tapi tarifnya lebih murah.

KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA

Mahasiswa sekolah tinggi perawat sedang berdiskusi saat kerja praktik di Puskesmas Garuda, Kecamatan Andir, Kota Bandung, Jumat (12/1/2018).

Di Thailand, kualitas layanan telah secara eksplisit dipromosikan oleh sistem akreditasi yang berkualitas. Tenaga medisnya berkualitas tinggi dan terlatih baik, serta komunikatif. Jasa layanan murah karena rumah sakitnya berakreditasi internasional (JCI). Mereka terbiasa melakukan tindakan bedah dan kardiovaskular canggih. Ini yang tidak tersedia di negara-negara ASEAN lainnya, terutama di negara yang tak semaju mereka dalam bidang kesehatan.

Jelas mereka sangat siap untuk memanfaatkan arus pergerakan barang dan jasa di sektor kesehatan, dalam kerangka perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Mereka siap dengan SDM profesional yang terampil, manajemen andal, dan, jangan lupa, dukungan modal yang kuat.

Pasien di rumah sakit terapung Dr Soeharso, Sabtu (10/10/2009), dirawat seusai operasi tangan kiri yang patah karena tertimpa bangunan rumah saat gempa terjadi di Padang, Sumatera Barat, pekan lalu.

Bahkan Filipina yang selama ini dikenal sebagai pengekspor tenaga kerja kasar ternyata sudah mengekspor jasa layanan transkrip medis ke AS. Layanan transkrip medis merupakan layanan konversi dikte instruksi tenaga medis ke dalam dokumen medis terstruktur. Adapun fungsinya untuk membuat dokumen medik pasien atas instruksi dokter yang disimpan di rumah sakit.

Sebaliknya, seperti diulas Arunondchai J dan Fink C pada 2007, yang melakukan studi perdagangan dalam layanan kesehatan di ASEAN, Kamboja menerima masuknya rumah sakit yang dibangun oleh investor China. Malaysia sendiri mempekerjakan ratusan dokter dan spesialis medis asing untuk mengatasi kekurangan. Meski, pada saat yang sama, beberapa ratus dokter Malaysia hengkang ke Singapura karena mendapatkan fasilitas dan pendapatan yang lebih tinggi.

Indonesia tertinggal

Bagaimana dengan Indonesia?

Ada kesenjangan besar. Kebutuhan tenaga medis dan paramedis saja belum terpenuhi. Kita masih berkutat dengan masalah yang sangat mendasar, yakni tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, belum meratanya imunisasi, keluarga berencana, rendahnya pendapatan per kapita, tren meningkatnya penyakit tidak menular (non-communicable disease) selain penyakit menular (communicable disease), terutama TBC dan malaria, rendahnya rasio dokter terhadap warga, belum meratanya kualitas pendidikan dokter, pemerataan sistem layanan kesehatan, dan sebagainya.

Mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran UGM mengikuti kegiatan Pelatihan Pembelajar Sukses.

Jika menggunakan parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kualitas kesehatan kita masih berada di bawah keempat negara tersebut. Indonesia masih harus bekerja ekstra keras untuk menghadapi AFTA, khususnya di sektor liberalisasi perdagangan barang dan jasa kesehatan. Urusan kesehatan di Indonesia adalah urusan raksasa, melingkupi seperempat miliar manusia! Tantangan besar bagaimana memeratakan serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan.

Sudah jamak pasien kita berbondong-bondong berobat ke Singapura dan Malaysia. Salah satu laporan pertemuan kesehatan dunia menyebut yang berobat ke Singapura sebanyak 226.200 orang, sedangkan yang ke Malaysia sekitar 300.000 orang per tahun. Data ini disampaikan oleh Abu Bakar Suleiman (2013) yang membahas soal wisata medis regional.

Suasana kuliah Histologi 2 di salah satu ruang di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (3/5/2016).

Tentu saja angka sekarang besar kemungkinan lebih tinggi lagi. Yang harus didorong adalah bagaimana agar pasien luar negeri mau berbondong berobat RS di sini. Artinya, kualitas dan kredibilitas layanan RS (seperti aspek keandalan, jaminan atau garansi, "tangibles", empati, responsif, peduli, komunikasi) kita harus ditingkatkan. Dunia medis perlu menjaga diri agar tak terlibat pusaran skandal apa pun agar tidak mengganggu kredibilitas layanan rumah sakit kita.