Hari Trisuci Waisak memperingati tiga peristiwa suci dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gautama, yaitu kelahiran Siddhartha Gautama calon Buddha, pencapaian Pencerahan Sempurna, dan kemangkatan Buddha.
Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari yang sama, yaitu hari purnama raya, bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda-beda: kelahiran calon Buddha tahun 623 SM di Kapilavasthu, Nepal; Pencerahan Sempurna tahun 588 SM di Bodhagaya, India; dan Buddha Gautama mangkat tahun 543 SM pada usia 80 tahun, di Kusinara, India.
Hari Trisuci Waisak 2562 tahun ini jatuh pada 29 Mei 2018. Seluruh umat Buddha di dunia memperingati Trisuci Waisak dengan laku puja bakti, semadi pengembangan kebijaksanaan, serta kegiatan sosial budaya Buddhis lainnya.
Sangha Theravada Indonesia mengangkat tema Trisuci Waisak 2562/2018: "Bertindak-Berucap-Berpikir Baik Memperkokoh Keutuhan Bangsa". Tema itu sangat relevan untuk dihayati dalam rangka menghadapi berbagai persoalan bangsa dewasa ini.
Kehidupan dewasa ini
Pertengkaran menjadi bagian dari kehidupan dewasa ini, seperti pertengkaran dalam kehidupan sosial masyarakat, bahkan pertengkaran dalam kehidupan umat beragama menjadi hal ironis, karena sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.
Setiap ajaran agama mengajarkan nilai-nilai kebajikan, dan menjauhi segala kejahatan, semestinya umat beragama memiliki rasa malu berbuat buruk dan takut akibat perbuatan buruknya. Pertengkaran didasarkan pada ketidaktahuan, dan dilakukan karena tidak melihat bahaya dari pertengkaran.
Buddha Gautama menasihati seorang biku yang keras kepala dan suka bertengkar dengan sesama biku: siapa pun yang memendam kebencian di dalam dirinya dengan berpikir bahwa ia telah menyiksa diriku, ia telah memukulku, ia telah mengalahkanku, bahkan ia telah merampas milikku, maka kebencian tak akan lenyap dalam benak
hatinya. Lebih lanjut beliau mengatakan: di dunia ini, kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih, ini adalah kebenaran abadi. Mengapa masih ada orang yang menyukai pertikaian?
Karena masih banyak orang tidak mengerti bahwa kita dapat binasa di dunia akibat dari pertikaian, ia yang memahami kebenaran ini akan berusaha melenyapkan segala pertikaian.
Pada suatu saat terjadi pertempuran antara Raja Kosala dan Raja Ajatasattu di India. Raja Kosala kalah. Kemudian berulang pertempuran terjadi lagi, kali ini kemenangan pada Raja Kosala dan kekalahan pada Raja Ajatasattu.
Buddha memberikan nasihat demikian: kemenangan menimbulkan kebencian, orang yang kalah hidup menderita, setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan, orang yang damai itu akan hidup bahagia.
Memperkokoh keutuhan
Berpikir baik berarti bebas dari kebencian, mempertimbangkan buruknya kebencian, dan manfaatnya membuang segala bentuk kebencian. Kebencian membatasi dan cinta kasih membebaskan. Kebencian menimbulkan penyesalan, cinta kasih menghasilkan kedamaian dan ketenteraman hidup.
Kebencian bersifat menghasut, sedangkan cinta kasih bersifat menenteramkan. Kebencian memecah belah, cinta kasih melembutkan dan menyejukkan hati nurani. Mereka yang dapat memahami dengan benar dan menyadari akibat dari kebencian dan manfaat cinta kasih akan memiliki keberpihakan pada pengembangan cinta kasih.
Cinta kasih berpasangan dengan welas asih, yaitu sifat luhur yang membuat orang baik turut merasakan penderitaan yang dialami orang lain. Bagaikan seorang ibu yang bertindak, berucap, dan berpikiran baik, penuh welas asih menyingkirkan kesulitan hidup anaknya.
Buddha Gautama memberikan nasihat perihal kerukunan hidup, bagaimana agar saling dikenang, saling mencintai, saling dihormati, saling menolong, memiliki kepedulian, menjaga keutuhan persatuan. Dengan cara, seorang bertindak, berucap, dan berpikiran disertai cinta kasih terhadap sesamanya.
Jika membantu orang lain disertai pikiran cinta kasih, begitu pula berbicara disertai pikiran cinta kasih, dan sekalipun berpikir, maka pikirannya diliputi cinta kasih, bebas dari membenci. Di samping itu, ia senang berbagi menolong sesama, ia juga memiliki kesepahaman dalam hal moral kebajikan, dan pandangan benar terhadap kehidupan ini.
Marilah umat Buddha memperkokoh diri dengan memahami ajaran Buddha sebagai penuntun perjalanan hidup. Bertindak baik, terkendali perilakunya: jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berbuat asusila, jangan berbohong dengan menyebarkan hoaks, dan jangan minum/makan apa pun yang memabukkan.
Berbicara benar, terkendali dalam ucapannya: jangan menipu, jangan menghasut sebagai provokator, jangan memfitnah, jangan menyebarkan ujaran kebencian yang dapat memecah belah serta menimbulkan pertengkaran. Berpikiran baik, terkendali dalam pikirannya: bebas dari pikiran hawa-nafsu, yakni jangan berpikiran serakah, benci, dan egoistis.
Seseorang hidup dalam kedamaian tanpa memiliki musuh karena musuh terbesar yang ada dalam dirinya telah ditaklukkan, yaitu keserakahan, kebencian, dan keegoisan, sehingga terciptalah keutuhan dalam kehidupan bangsa kita.
Sejalan dengan pendapat Menteri Agama Republik Indonesia tentang moderasi agama, bahwa setiap umat beragama hendaknya tidak hanya memahami agama pada tataran tekstual, tetapi juga kontekstual; keduanya perlu dipahami dan menjadi rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk mendukung terjadinya tindakan, ucapan, dan pikiran baik demi memperkokoh keutuhan bangsa.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi. Selamat Hari Trisuci Waisak 2562/2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar