Diselenggarakan di 171 daerah yang meliputi 17 provinsi serta 154 kabupaten dan kota, Pilkada 2018 menjadi lebih besar daripada event tahun-tahun sebelumnya karena ikut sertanya tiga provinsi "gemuk" dalam perhelatan kali ini: Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pilkada serentak ini juga terasa istimewa karena kegiatan ini seolah tersambung pula dengan rangkaian pemilu legislatif dan pemilihan presiden/wakil presiden (Pemilu 2019) akibat waktu pelaksanaan keduanya yang berdekatan. Tak heran bila gaung pesta demokrasi ini seolah berkumandang terus-menerus dan akan selalu mendominasi wacana di lingkup nasional sampai dengan 2019.

Jika kita cermati, bangsa Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, khususnya dari aspek keragaman profilnya. Sebagai bangsa yang terbentuk atas kesepakatan/komitmen bersatu dari suku-suku yang berdiam di wilayah Hindia Belanda pada zaman kolonial Belanda dulu, tidaklah heran bila Indonesia memiliki komponen- komponen bangsa yang saling berbeda satu sama lain, baik dari aspek ras, agama, bahasa, maupun identitas budaya lain.

Dengan demikian, amatlah keliru jika konsep bangsa yang disusun oleh komponen budaya yang homogen diterapkan untuk memahami Indonesia. Indonesia akan selalu "bineka", tetapi juga sekaligus "tunggal ika" karena komitmen dan semangat persatuannya.

Ekses dari pesta demokrasi yang digelar untuk memilih pejabat publik terkadang dapat mencederai persatuan dan kohesi masyarakat. Benih-benih polarisasi dalam masyarakat mulai muncul sebagai efek samping kontestasi politik. Hal ini tak lain karena proses demokrasi yang dijalankan saling menyalahkan, menjatuhkan, serta menjelekkan sesama komponen masyarakat. Fenomena ini telah menjadi keprihatinan kita bersama, tak terkecuali TNI AD sebagai salah satu komponen bangsa Indonesia.

Lalu, ke mana sifat-sifat dasar bangsa Indonesia yang terbentuk dari kesepakatan untuk mempersatukan sekian banyak keragaman masyarakatnya? Nilai-nilai luhur yang menjadi pemersatu unsur-unsur kebangsaan dari para pendahulu kita seolah makin tampak samar dan sulit kita rasakan pengaruhnya di masyarakat kita.

Dalam beberapa kesempatan, saya telah menyampaikan mengenai konsep "kekebalan/imunitas bangsa",yang sejatinya merupakan kristalisasi nilai-nilai tersebut Daya kekebalan bangsa ini mampu merekatkan bangsa Indonesia dan mengantarkan kita ke pintu gerbang kemerdekaan, serta menangkal sekian banyak ancaman yang merongrong kemerdekaan yang telah diraih tersebut.

Imunitas bangsa ini meliputi semangat untuk bersatu, gotong royong, kebersamaan, patriotisme, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, nasionalisme, optimisme, harga diri, dan percaya diri.

Nilai-nilai kebangsaan

Nilai-nilai imunitas bangsa tersebut sesungguhnya masih amat relevan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi permasalahan polarisasi dan disintegrasi saat ini. Jika semangat untuk bersatu, menghormati perbedaan, dan kebersamaan dikedepankan dalam pilkada serentak 2018 nanti, tentunya sentimen kesukuan, agama, ras, ataupun golongan akan dikesampingkan. Jika nasionalisme, patriotisme, dan semangat rela berkorban, serta pantang menyerah menjadi motivasi kita dalam pilkada nanti, kita akan mengedepankan kepentingan kesatuan bangsa dan negara daripada sekadar kemenangan calon pilihan kita. Jika nilai-nilai gotong royong dan optimisme menjiwai diri kita dalam melaksanakan pilkada, tentunya kita akan bersinergi mewujudkan proses demokrasi untuk memperoleh hasil terbaik dalam membangun bangsa, bukan sekadar memperjuangkan kemenangan pilihan kita. Dan, jika harga diri ataupun rasa percaya diri yang tinggi senantiasa menjiwai kita semua, kita tentu lebih bangga menerapkan nilai-nilai luhur bangsa yang menghargai perbedaan dan senantiasa inklusif daripada paham dari luar yang belum tentu cocok dengan bangsa Indonesia yang amat heterogen ini.

Pilkada 2018 ataupun Pemilu 2019 adalah manifestasi dari
proses pembelajaran demokrasi dan politik di Indonesia yang bergerak ke arah pendewasaan, khususnya setelah reformasi
bergulir. Proses pendewasaan dalam berdemokrasi ini hendaknya menuju ke arah yang konstruktif.

Demokrasi yang membangun bangsa tentunya adalah demokrasi yang mampu merekatkan serta memperkuat kohesi unsur-unsur kebangsaan, bukan memecah belah ataupun
menceraiberaikan. Proses demokrasi yang sehat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang hakiki hendaknya diterapkan dalam bingkai kesatuan dan persatuan.

Nilai demokrasi yang hendak diaplikasikan haruslah bersemangat inklusif, yang mampu merangkul setiap elemen bangsa. Bukan bersifat eksklusif yang cenderung menonjolkan satu kaum/kelompok lebih dari lainnya.

Saya ingin mengajak kita semua untuk bersama-sama menyukseskan pesta demokrasi yang akan datang dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai imunitas bangsa Indonesia. Mari berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dengan suasana yang penuh kebersamaan dan gotong royong. Jangan sampai nuansa kompetisi untuk memenangkan calon masing-masing lebih mendominasi serta mengaburkan tujuan utama kita berdemokrasi, yaitu memperoleh pemerintahan yang sah (legitimate) untuk Indonesia yang lebih makmur dan sejahtera.

Saya percaya, kita seharusnya dapat menentukan pilihan secara bebas tanpa harus membenci pihak yang berbeda pilihannya. Perbedaan dalam penentuan pilihan pada hakikatnya hanyalah wujud aspirasi dalam mewujudkan pencapaian kesejahteraan bangsa. Jangan sampai hal tersebut malah merusak hubungan antarpihak, persatuan, dan kebersamaan di dalam masyarakat yang sudah terbangun dengan baik selama ini.

Kemaslahatan bangsa

Pada akhirnya, penerapan demokrasi dan kedaulatan rakyat sejatinya adalah untuk kemaslahatan bangsa. Dengan demikian, seharusnya implementasi demokrasi yang benar adalah demokrasi yang mempersatukan dan inklusif.

Pembangunan Indonesia menjadi sebuah bangsa yang berdaulat dan sejahtera hanya bisa berlangsung dengan lancar dalam negara yang setiap bagiannya erat bersatu dan mau bahu-membahu secara sinergis menyukseskan proses tersebut sampai tujuan nasional tercapai. Proses inilah yang TNI AD inginkan  terjadi di Indonesia. Sebab, sebagai bagian dari komponen bangsa, TNI AD memiliki kewajiban moral mengawal tumbuhnya kedewasaan berdemokrasi di Indonesia. Netralitas TNI AD dalam politik didirikan di atas komitmen dasar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.