KOMPAS/NIKSON SINAGA

Keluarga korban kapal tenggelam di Danau Toba menunggu di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Rabu (20/6/2018). Pada pencarian hari ketiga, dua korban ditemukan tewas. Dengan demikian total korban tewas yang ditemukan tiga orang, korban selamat 18 orang, dan korban hilang 197 orang.

 

Tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun di Danau Toba menyi- sakan duka bagi korban dan keluarga korban. Dilaporkan sekitar 200 orang hilang.

Sebagaimana diberitakan harian ini, 200 orang dilaporkan hilang meskipun jumlah itu menurut Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw masih merupakan dugaan karena terbuka kemungkinan adanya laporan ganda. Kita berduka dan berbela sungkawa atas jatuhnya korban.

KM Sinar Bangun pada Senin, 18 Juni 2018, sore berlayar dari Pelabuhan Simanindo (Samosir) menuju Pelabuhan Tigaras (Simalungun). Kapal itu dihantam angin kencang dan ombak tinggi. Awalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menduga kapal itu mengangkut 80 penumpang. Kapal itu tenggelam. Namun, di posko penanganan kecelakaan itu, dilaporkan sebanyak 147 orang hilang.

Kapal motor itu dilaporkan berlayar tanpa dilengkapi manifes penumpang. Ketiadaan manifes penumpang inilah yang membuat jumlah korban menjadi tidak pasti. Manifes penumpang seharusnya menjadi persyaratan sebuah kapal boleh berlayar atau tidak. Jika kapal motor itu boleh berlayar tanpa dilengkapi manifes penumpang, tentu ini adalah sebuah pelanggaran.

Kecelakaan angkutan biasa selalu diawali dengan pelanggaran kecil yang ditoleransi atau dibiarkan. Karena itulah, kita mendesak otoritas yang berwenang untuk melakukan investigasi menyeluruh mengapa kecelakaan itu bisa terjadi dan mengapa kapal itu dibiarkan berlayar tanpa manifes. Siapa yang bertanggung jawab soal kelalaian itu? Audit perlu dilakukan untuk semua operator. Penyelidikan soal prosedur penting agar kita bisa belajar dari kecelakaan transportasi. Siapa yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban. Namun, yang harus menjadi tugas prioritas utama adalah bagaimana menyelamatkan para korban tenggelamnya kapal di Danau Toba.

Upaya pencarian dan penyelamatan harus jadi prioritas utama. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi harus mengerahkan segala upaya untuk mencari dan menyelamatkan para korban. Mengutip peneliti Danau Toba, Indyo Pratomo, kawasan tempat tenggelamnya kapal adalah kawasan terdalam yang kedalamannya sekitar 500 meter. Namun, kendala itu tidak boleh menyurutkan langkah kita semua untuk terus mencari dan menyelamatkan korban.

Peristiwa tenggelamnya kapal motor di saat libur Lebaran itu juga terasa ironis di tengah upaya kita untuk mempromosikan Danau Toba sebagai tujuan wisata. Seharusnya upaya mempromosikan Toba sebagai daerah tujuan wisata dilengkapi dengan disiplin bagi aparat-aparatnya, termasuk sangat mempertimbangkan keselamatan. Kecerobohan tak boleh terjadi.