Sebagian pengamat sering menyatakan bahwa ekspor kita sebagian besar adalah komoditas, terutama minyak mentah dan gas, minyak sawit, batubara, mineral dan produk pertanian lain, termasuk rempah-rempah. Dengan demikian, banyak pihak akhirnya skeptis dengan prospek ekspor karena pada akhirnya nilai ekspor kita sangat dipengaruhi fluktuasi harga komoditas.
Meskipun pendapat tersebut memang mengandung kebenaran, tetapi ada juga kelompok ekspor lain di luar komoditas yang jumlahnya semakin lama semakin besar, yaitu ekspor produk manufaktur. Selain produk manufaktur yang kecil-kecil seperti misalnya barang perhiasan, pupuk, semen, ban dan lain-lain, terdapat ekspor produk manufaktur yang bernilai tinggi seperti misalnya mobil, kereta api, pesawat, kapal dan sebagainya.
Ekspor produk otomotif.
Beberapa tahun lalu saya melakukan perjalanan darat dari Dubai ke Abu Dhabi di negara Uni Emirat Arab. Selama perjalanan mobil kami banyak di salip mobil Toyota Kijang.
Sopir kami, orang Pakistan, mengatakan Toyota Kijang (di sana namanya Toyota Innova) merupakan mobil yang sangat populer. Toyota Innova tersebut pabriknya di Karawang, Jawa Barat. Hal yang sama terjadi waktu saya sedang berdiri di teras hotel di Brescia, kota di timur Milan, Italia.
Saat itu saya melihat sebuah jip Daihatsu Terios melintas dijalan depan hotel. Di seluruh dunia, mobil Daihatsu Terios itu hanya dibuat di Sunter. Ternyata mobil buatan Sunter itu sudah diekspor juga ke Italia. Hal ini sungguh membuat saya bangga.
Di dalam kategori ekspor kita, ternyata ekspor produk otomotif mencapai jumlah yang cukup besar. Untuk ekspor mobil jadi, tahun 2017 perkembangannya cukup membesarkan hati, mencapai sekitar 224.000 dengan pertumbuhan tahunan sebesar 11 persen.
Tahun sebelumnya ekspor mobil jadi baru 201.000 unit. Jumlah tersebut antara lain diisi oleh Toyota (Toyota Motor Manufacturing Indonesia/TMMIN) dengan jumlah 199.600 unit.
Sementara Suzuki mengekspor produknya 21.504 unit. Bahkan Hyundai juga mengekspor 2.831 unit. Mungkin masih ada lagi produsen mobil lain yang melakukan ekspor dan yang belum tercatat di sini.
Tahun 2018 ini Mitsubishi juga mengekspor Expander dengan ekspor perdana ke Filipina dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, April lalu. Saya merasa yakin ekspor otomotif tahun 2018 ini akan meningkat lebih dari 10 persen dan mencapai lebih dari 250 ribu unit.
Menurut perhitungan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor kendaraan dan komponennya saat ini mencapai 7 miliar dollar AS lebih. Angka ini jika dikonversi menjadi ekuivalen mobil jadi sangat mungkin mencapai sekitar 500.000-an mobil jadi atau bahkan lebih. Ini dengan asumsi harga ekspor mobil jadi (CBU) per unit sekitar 14.000 dollar AS. Di samping itu pertumbuhan nilai ekspor tersebut lumayan tinggi yaitu lebih dari 10 persen.
Ekspor BUMN
Ekspor barang modal lainnya bisa sangat bermacam-macam. Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Cilegon Fabricator yang membuat crane untuk pelabuhan. Produknya diekspor kemana-mana. Demikian juga kita mengetahui bahwa Bosowa banyak mengekspor sky bridge(garbarata), bahkan termasuk ke Jepang dan Singapura.
Untuk ekspor barang semacam ini saya memiliki kekaguman besar pada banyak perusahaan pelat merah (BUMN) kita. Tanpa banyak bicara beberapa BUMN sudah melakukan ekspor ke berbagai negara.
Akhir Mei 2018, Menteri BUMN membawa pimpinan PT Inka ke Filipina untuk menandatangani kontrak penjualan empat set kereta rel disel (KRD) senilai 21,4 juta dollar AS. PT Inka juga telah menandatangani kontrak untuk memasok tiga lokomotif dan 15 kereta penumpang senilai 26,1 juta dollar AS. Sebelumnya, di awal tahun, PT Inka juga sudah meneken kontrak penjualan dua set KRD senilai 9,7 juta dollar AS. Dengan demikian total kontrak tahun ini dengan Filipina saja senilai 57,2 juta dollar AS.
Sebelumnya PT Inka juga mengekspor kereta api ke Bangladesh. Bahkan perusahaan tersebut pernah mengekspor kereta barang dan penumpang ke Malaysia, Singapura dan bahkan Australia. Permintaan datang pula dari Thailand dan juga beberapa negara Afrika seperti Zambia, Senegal, Kamerun, Zimbabwe (bekerja sama dengan Bombardier) dan Nigeria.
Ekspor yang lumayan besar juga dilakukan PT Pal Indonesia yang merupakan BUMN pembuat kapal dan jasa pemeliharaan yang berlokasi di Surabaya. PT Pal telah menyelesaikan dan menyerahkan Strategic Sea Lift Vessel (SSV) sebanyak dua unit ke Filipina. Ini jenis kapal Landing Platform Dock yang semula dibuat PT Pal berdasarkan kontrak dengan Daesun Shipbuilding and Engineering dari Korea untuk TNI AL yang setelah selesai diberi nama KRI Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593.
Malaysia juga memesan kapal jenis ini dari PT PAL yang mereka sebut MRSS (Multi Role Support Ship). PT PAL juga sudah mengekspor kapal-kapal besar ukuran 50.000 ton yang mereka sebut Star 50, Kapal Cepat Rudal, kapal tanker (antara lain ke Italia). Dengan kemampuan mereka membuat kapal Fregat (Perusak Kawal Rudal) maupun kapal selam, saya yakin akan semakin banyak pesanan dari luar yang akan mereka peroleh.
Sementara itu, PT Dirgantara Indonesia telah menyelesaikan dan menyerahkan empat pesawat CN 235 MPA (Maritime Patrol Aircraft) kepada Angkatan Laut Korea Selatan. Ternyata Korsel merupakan salah satu pengguna terbesar dari CN 235 MPA dan saat ini sudah memiliki satu skuadron pesawat tersebut.
Pesawat itu juga sudah diekspor ke beberapa negara di Asia Tenggara maupun Afrika. Selain itu masih banyak lagi pesawat buatan BUMN itu yang sudah diekspor keluar negeri seperti NC 212 ke Filipina dan Vietnam di tahun 2018 ini sementara Thailand pun juga sudah pernah membeli pesawat tersebut dari Indonesia. Dengan mulai tahap komersial pesawat barunya, N 219, saya yakin masa depan ekspor BUMN tersebut akan semakin cerah.
Ekspor kendaraan tempur dan senjata juga sudah dilakukan oleh BUMN lainnya yaitu PT Pindad dalam jumlah yang cukup besar. Panser Anoa, yang dipergunakan Tentara Perdamaian Indonesia di Lebanon ternyata banyak mengundang minat negara lain. Singapura, Malaysia, Oman dan Brunei membeli panser tersebut untuk Angkatan Perang mereka. Bahkan PBB juga memesan beberapa unit untuk misi perdamaian mereka.
Selain itu, senjata legendaris buatan PT Pindad (SS 2 dan sejenisnya) juga menarik minat banyak negara, termasuk Amerika Serikat, setelah tentara kita memenangkan juara menembak di kejuaraan internasional di Australia dan di ASEAN selama bertahun tahun.
Dari cerita ini ternyata banyak perusahaan kita, termasuk BUMN, yang mampu mengekspor produk-produk yang memiliki tingkat kecanggihan yang tinggi yang tidak banyak negara mampu melakukannya.
Bagi Indonesia, kemampuan membuat produk tersebut dimungkinkan karena tingginya kemampuan teknologi masyarakat kita maupun juga skala ekonomi yang kita miliki.
Saya yakin, dengan berbagai pencapaian tersebut kita menyongsong masa depan yang lebih cerah di tahun-tahun mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar