KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Pasukan Manggala Agni Daerah Operasi I Palangkaraya sedang memadamkan api dan membasahi lahan gambut di sekitar Jalan Mahir-Mahar, Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Sabtu (21/7/2018). Sejak Jumat (20/7/2018) hingga Sabtu pagi terdapat 15 titik api di seluruh Kalteng.

 

Tidak hanya asap, musim kemarau yang diprediksi lebih kering daripada tahun lalu telah menyebabkan ratusan hektar lahan tak bisa digarap.

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, sedikitnya 13 daerah tidak akan mengalami hujan lebih dari 90 hari sejak 20 Juli 2018. Daerah Sape di Kabupaten Bima adalah daerah yang diperkirakan paling lama tidak mengalami hujan, yakni 122 hari.

Penguatan El Nino antara Juli dan September 2018 diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap mayoritas wilayah Indonesia. Namun, BMKG meminta masyarakat untuk mewaspadai kelangkaan air minum, kekeringan untuk air pertanian, serta mudahnya kebakaran hutan dan lahan.

Defisit air ini mulai berdampak pula terhadap kematian tanaman. Kepala Subbidang Produksi, Informasi Iklim, dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, hampir sebagian besar wilayah di Jawa Timur berpotensi mengalami defisit air bagi tanaman. "Dampak kekeringan meteorologis terhadap defisit ketersediaan air tanaman diprediksi akan meluas mengingat puncak kemarau baru akan terjadi pada Agustus-September," katanya.

Warga di sedikitnya 40 desa di enam kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mulai mengalami krisis air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga membeli air bersih seharga Rp 120.000 per tangki isi 5.000 liter. Kekeringan dan krisis air antara lain juga terjadi di Kabupaten Cirebon, Kuningan, Magelang, dan Temanggung.

Kekeringan yang terjadi sekarang ini belum dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang diperkirakan baru akan aktif pada September nanti. Menurut Siswanto, El Nino tahun ini terkategori lemah dan akan berlangsung selama lima bulan.

"Namun, bisa juga berkembang menjadi El Nino kategori menengah seperti tahun 1986 yang berdurasi panjang, yang bermula pada September 1986 dan baru berakhir Februari 1988 atau selama 18 bulan," katanya.

Prediksi BMKG dan fakta kekeringan yang sudah terjadi harus diantisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Senyampang kekeringan masih belum meluas, upaya antisipasi dapat dilakukan pemerintah daerah. Namun, jika kekeringan telah meluas, pemerintah harus terlibat dan itu memerlukan perencanaan mulai dari sekarang.

Di tengah situasi perekonomian global yang kurang menguntungkan Indonesia, antisipasi mutlak diperlukan. Jika tidak, kekeringan yang diprediksi berlangsung panjang ini dapat menjadi sumber masalah sosial baru.

Kita tidak ingin sebagian warga memanfaatkan isu kekeringan untuk kepentingan jangka pendek, baik terkait pencalonan presiden maupun pencalonan anggota legislatif. Kesungguhan mengantisipasi dampak kekeringan itu bisa menjadi bukti bahwa negara hadir di tengah rakyatnya dalam keadaan apa pun.