Andreas Maryoto

Perilaku negatif makin banyak ditemukan di media sosial. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan perilaku yang meresahkan itu. Mereka yang memanfaatkan media sosial secara tidak benar di media sosial layak disebut begal.

Mereka membegal media baru itu dan telah meresahkan tidak hanya warga, tetapi juga pemerintahan. Perusahaan teknologi digital tak tinggal diam. Kini semua kalangan mulai menghukum para pembegal itu.

Laman CNBC melaporkan, tiga hari lalu perusahaan-perusahaan digital, yaitu Apple, Facebook, Spotify, Pinterest, dan YouTube, ramai-ramai telah menghapus konten-konten yang diunggah Alex Jones. Alex adalah seorang yang mengembangkan teori konspirasi untuk berbagai kasus. Ia juga yang menyatakan bahwa sebuah kasus penembakan di sebuah sekolah pada tahun 2012 adalah berita bohong.

REUTERS/ERIC THAYER/FILE PHOTO

Layar menunjukkan nama Facebook sebagai salah satu perusahaan terdaftar di Indeks Saham NASDAQ di New York, Amerika Serikat, Senin (4/7/2018). Saham Facebook cenderung tertekan di tengah sorotan publik global atas data pengguna salah satu media sosial itu.

Awalnya adalah Apple yang menghapus konten Alex  bernama InfoWars podcast. Kemudian dilanjutkan Facebook  yang menghapus laman Alex di media sosial itu karena konten yang diunggah ternyata adalah berita bohong yang terkait dengan isu-isu serius.  Youtube menghapus konten Alex di kanal tersebut karena tidak memenuhi standar panduan mereka. Setelah itu Pinterest dan Spotify menutup akun-akun Alex.

Sudah banyak keluhan mengenai konten-konten di media sosial yang diungkapkan, baik oleh pribadi maupun oleh pemerintahan beberapa negara. Beberapa negara telah melangkah dengan membuat aturan yang bisa menghukum perusahaan media sosial apabila ditemukan konten yang berbahaya dan bisa menimbulkan konflik.

AFP PHOTO / BIJU BORO

Foto yang diambil pada 10 Juni 2018 ini menunjukkan para pemrotes India menuntut penangkapan dan hukuman terhadap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan dua orang di Distrik Karbi Anglong selama protes di Guwahati, ibu kota Negara Bagian Assam di India timur laut. Rekaman ponsel menunjukkan dua pria yang berlumuran darah memohon untuk hidup mereka. Beberapa saat kemudian mereka mati, dua korban tewas akibat rumor yang tersebar di Facebook dan WhatsApp di India. Abhijeet Nath dan Nilotpal Das dipukul sampai mati oleh massa di Distrik Karbi Anglong yang mencurigai para pemuda menjadi penculik anak pada 8 Juni.

Memang harus diakui langkah mereka tergolong terlambat karena keluhan ini sudah lama disuarakan. Namun, kini kita boleh lega karena baik pribadi, pemerintah, maupun perusahaan digital itu telah beramai-ramai mulai menghukum mereka yang tidak benar dalam memanfaatkan media sosial.

Perusahaan digital sudah selayaknya mengambil langkah-langkah dan tidak mendiamkan akun-akun yang menebar kebencian dan berita bohong. Mereka sendiri mulai menghadapi masalah ketika media sosial yang dikembangkan ternyata tidak bersih dan banyak ujaran kebencian sehingga menimbulkan konsekuensi finansial yang tidak kecil.

Anjloknya harga saham Facebook dan Twitter hingga 20 persen secara tidak langsung disebabkan lemahnya tindakan mereka dalam menangani begal-begal di media sosial itu. Akibatnya, tidak sedikit orang yang tak lagi menggunakan akun-akun media sosialnya atau tidak aktif di media sosial.

Perusahaan digital mulai menghadapi masalah ketika media sosial yang dikembangkan ternyata tidak bersih dan banyak ujaran kebencian sehingga menimbulkan konsekuensi finansial yang tidak kecil.

Pembersihan media sosial dari akun-akun begal itu juga terjadi karena sejumlah orang memanfaatkan media sosial untuk kepentingan politik melalui rekayasa sosial. Ini memungkinkan mereka menggiring opini seseorang dengan konten-konten bohong dan ujaran kebencian sehingga mengancam demokrasi. Ada pendapat yang mengatakan, demokrasi terancam oleh rekayasa di media sosial.

Kasus Cambridge Analytica yang menimpa Facebook dan kasus akun-akun palsu yang menimpa Twitter telah menampar perusahaan digital itu sehingga harus segera berbenah.

AFP/DANIEL LEAL-OLIVAS

Laptop yang menunjukkan logo Facebook diletakkan di depan tanda penunjuk kantor Cambridge Analytica di luar gedung kantor perusahaan tersebut di London, Inggris, 21 Maret 2018.

Belajar dari kasus Alex itu, di Tanah Air  masyarakat yang waras sepertinya perlu menyusun mengorganisasi diri untuk menyampaikan konten-konten sejenis kepada pemerintah dan perwakilan perusahaan teknologi digital itu. Konten-konten negatif pasti akan meningkat menjelang pemilihan presiden tahun depan. Mereka yang diorder para pendukung calon sangat mungkin beroperasi dengan menebarkan berita bohong, seperti pada pemilihan yang lalu.

Konten-konten negatif pasti akan meningkat menjelang pemilihan presiden tahun depan.

Perwakilan perusahaan media sosial di Indonesia perlu dibuka wawasannya bahwa banyak begal media sosial di Indonesia yang terus bergentayangan menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian, tetapi tidak pernah ditindak secara memadai. Bukankah kasus seperti Alex pernah terjadi di Indonesia, seperti menyatakan pengeboman teroris sebagai berita bohong dan lain-lain?