Pesan untuk  Kampanye

Selaku orang yang saban  hari berurusan  dengan pendidikan, saya  prihatin pada  tutur kata yang tak pas di  televisi dari  calon juru kampanye Pemilu 2019: memotong pembicaraan orang serta berbicara dengan intonasi tinggi yang terkesan keras menakutkan.

 Sebagai pendidik, saya menyampaikan beberapa pesan dalam masa kampanye yang telah dimulai pada 23 September 2018.

Pertama, gagasan, pendapat, dan ide hendaknya disampaikan dengan santun dan beretiket. Jagalah  kaidah dan norma-norma bertutur kata serta berperilaku ketika berbicara di hadapan khalayak luas.

Kedua, jauhi  pernyataan  berkaitan dengan SARA yang akan bikin keruh dan gaduh. Kami sudah lelah.  Kami  ingin Indonesia satu, seperti kesatuan dan persatuan yang telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, kedepankan pendidikan politik yang beradab. Jangan lupa, yang kalian hadapi adalah manusia yang memiliki rasa, pikiran, dan karsa.

  Kami akan belajar banyak dari para calon yang setiap hari kami lihat dan dengar  melalui media massa. Jika yang kalian sampaikan tutur dan laku yang kurang baik,  kami akan belajar juga untuk itu. Ingat, mayoritas kaum milenial  sedang belajar dan mereka pemilik masa depan Indonesia.

Kami berharap Pemilu 2019  sungguh-sungguh  pesta demokrasi yang menggembirakan.

 SISWO MURDWIYONO
Madrid, Kota Wisata, Gunung Putri,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat


"Saya Mantan Koruptor"

Lewat putusannya pada 13 September 2018, Mahkamah Agung membolehkan mantan terpidana korupsi mencalonkan diri untuk menjadi anggota badan legislatif dalam Pemilu 2019. Saya mengusulkan supaya ada ketentuan dari lembaga yang berwenang memantau isi kampanye bahwa setiap calon anggota badan legislatif yang berorasi dalam kampanye harus menutup kampanyenya dengan kalimat "Saya adalah mantan koruptor".

Nasrul Idris
Pondok Gede, Bekasi,
Jawa Barat

Air Tanah yang Berbau Bensin

Rumah kami bersebelahan dengan SPBU  Pertamina 34.12605. Air tanah kami berbau bensin, tidak dapat digunakan.  Keluhan dan upaya kami menemui penanggung jawab SPBU tersebut  tak kunjung ditanggapi. Keluhan  bernomor  8-0000-212-40 dan bertanggal 28 Juni 2018 dan 25 Agustus 2018 itu kami tujukan kepada pusat kontak Pertamina 1500-000. Surel pcc@pertamina.com bertanggal 3 September 2018 juga tidak ada solusi.

Kami menginginkan  Pertamina dan SPBU  34.12605 memberikan solusi nyata agar kami bisa menggunakan air tanah kami dengan kualitas layak, tidak berbau bensin.

YUDHI HENDRA
Jalan Raya Lenteng Agung,

Jakarta Selatan

 

Koin Rp 100

Pengalaman berharga saya dapat saat  naik angkot M-01 trayek  Senen-Kampung Melayu di Jakarta. Saya duduk di samping sopir yang sedang bekerja. Beberapa penumpang—lelaki dan perempuan—duduk di belakang kami.

Saat  angkot berada di satu titik, seorang ibu meminta sopir berhenti, lalu ia turun dan membayar sesuai dengan tarif: selembar uang kertas Rp 2.000, sekeping koin Rp 500, dan beberapa keping koin Rp 100. Ketika uang itu diterima   sopir, sang sopir mengomel  dan melempar koin Rp 100 ke luar.

 Hal serupa saya alami sendiri dalam tahun 1990-an ketika membayar ongkos becak yang saya tumpangi dengan uang kertas dan beberapa koin.  Pengemudi becak  membuang semua uang logam begitu saja sambil mengomel.
Meskipun nominal suatu uang  paling kecil, bukankah sudah semestinya kita menghargai  uang tersebut?
Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan,