Deklarasi damai yang merupakan komitmen pasangan calon presiden, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin serta pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, telah ditandatangani. Komitmen kampanye tanpa politisasi SARA, tanpa hoaks, tanpa politik uang, dan mengedepankan kontestasi gagasan adalah awal yang baik.

Corak dan warna Indonesia tampak di sekitar Monas dan di sejumlah kota. Pasangan calon presiden yang mengenakan busana daerah merupakan pesan penting mengenai kemajemukan Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan bahasa. Kemajemukan adalah keniscayaan.

Kampanye damai yang melibatkan massa, baik pasangan calon maupun masyarakat biasa, tentunya belum sempurna.

Pelanggaran mungkin saja terjadi. Namun, kita menangkap kesan pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dengan bahasa tubuhnya, telah mempertontonkan kepada publik, sinyal keakraban, sinyal berkontestasi secara sehat, dan mengedepankan politik gagasan untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

 

 

Awal yang baik ini harus dijaga. Menjadi tugas dan tanggung jawab pasangan calon presiden/wakil presiden serta Ketua Tim Kampanye Nasional Erick Thohir dan Djoko Santoso untuk membumikan komitmen damai dari pasangan calon kepada para pengikut mereka. Para calon harus mengajak pengikutnya agar masa kampanye yang lama—hampir tujuh bulan—bisa dilalui dengan keriaan, termasuk kampanye di media sosial.

Kedua pasangan calon, termasuk tim kampanye, harus berani mengecam jika kampanye, khususnya di media sosial, yang melakukan pembunuhan karakter, penyebaran fitnah, dan melanggar aturan kampanye seperti telah diatur dalam UU Pemilu. Menjadi tugas penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, untuk bertindak jika ada materi kampanye yang telah keluar dari garis perundang-undangan.

Publik tentunya juga tidak ingin kampanye hanya sekadar hura-hura, kampanye diharapkan memunculkan kontestasi gagasan, adu program mengenai sejumlah hal yang berkembang di masyarakat. Sebut saja bagaimana mengatasi masalah kesenjangan sosial dan ekonomi, mengatasi korupsi dan narkotika, yang terus saja merajalela, menangani aksi terorisme yang tetap merupakan ancaman, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengenai kebebasan sipil dan kebebasan beragama.

Di bidang ekonomi, bagaimana menyediakan harga-harga kebutuhan pokok yang terjangkau, tersedianya lapangan kerja, problem utang luar negeri, dan menyiapkan bangsa Indonesia memasuki era revolusi digital.

Pihak Prabowo dituntut memberikan program alternatif untuk menguji kebijakan pembangunan petahana. Sementara Jokowi tentunya akan dipertanyakan ketika sejumlah janji belum terealisasi. Dengan adu data dan gagasan, kampanye diharapkan lebih rasional, dan perdebatan akan menjadi bekal bagi pemilih menentukan pilihan, selain rekam jejak.

Kompas, 24 September 2018