Untuk itu perlu dikaji tugas pemerintahan umum (PUM) sesungguhnya dalam konteks Negara Kesatuan RI tersebut agar tidak membuat jalannya pemerintahan daerah terganggu.

Hierarki berbasis wilayah

Tugas-tugas PUM dalam teori pemerintahan muncul karena adanya organisasi berbasis wilayah. Tugas PUM dengan sendirinya melekat pada pemimpin tertinggi dalam organisasi berbasis wilayah. Utamanya mewakili kepentingan keseluruhan organisasi. Jika belum dilakukan pembagian tugas secara baik dalam berbagai bidang, sisa dari yang belum terinci tetap diemban oleh mandataris PUM ini. Lazimnya, di bawah tugas PUM terdapat tugas-tugas sektoral atau spesifik per bidang. Oleh karena itu, PUM juga memiliki tugas—salah satunya—sebagai koordinator dan integrator tugas-tugas sektoral-spesifik.

Tugas PUM lain yang lazim diakui dalam teori pemerintahan adalah menjadi garda terdepan mengatasi musuh-musuh organisasi dari dalam, yakni konflik yang mungkin timbul dalam organisasi. Dan, tugas penting lainnya adalah menciptakan dan menjaga ketertiban umum.

Oleh karena mewakili kepentingan organisasi, PUM dalam negara bangsa termanisfestasi dalam kepentingan negara tersebut. Tugas PUM menjadi garda terdepan dalam kepentingan negara-bangsa. Di bawah tugas PUM terdapat tugas-tugas sektoral yang terwujud di dalam berbagai organisasi kementerian dan lembaga. Tugas PUM mengomandani, mengoordinasi, dan mengintegrasikan tugas-tugas organisasi kementerian/lembaga. Tugas PUM di tingkat nasional berada di tangan Presiden sebagai penggerak organisasi pemerintahan nasional tertinggi.

Organisasi negara di mana pun berbasis wilayah, dan pada umumnya negara dengan wilayah yang luas tersusun berjenjang (hierarkis). Hal ini untuk memudahkan manajemen pemerintahan terkait rentang kendali organisasi. Kewajiban melayani semua warga negara tanpa diskriminasi dan harus efisien serta efektif membuat harus tersusun sedemikian rupa.

Baik tugas PUM maupun tugas sektoral dibuat pula susunan hierarkis organisasi.

Jika tugas PUM dan sektoral bersama-sama disusun hierarkis, maka tercipta integrated field administration (IFA). Di sini, di tingkat nasional, PUM nasional dipegang Presiden, sedangkan PUM di bawahnya atau yang tersebar di penjuru wilayah dipegang seorang wakil pemerintah, hierarki bawah sektoral dipegang instansi vertikal. Wakil pemerintah bertugas mengintegrasikan dan mengoordinasi instansi vertikal.

Di dalam sistem asli IFA yang dibuat Napoleon Bonaparte bahkan mengomandani instansi vertikal pula. Sejumlah negara tidak menciptakan PUM tersusun hierarkis, tetapi hanya instansi vertikal yang tercipta. Di sini tidak terdapat wakil pemerintah sehingga muncul apa yang disebut fragmented field administration (FFA). Koordinasi tingkat lokal antar-instansi vertikal dilakukan melalui ad hoc semata jika diperlukan.

Terpaut desentralisasi

Di negara-negara dengan wilayah besar, sistem di atas berbarengan dengan desentralisasi. Di Indonesia, yang menganut IFA, karena terpaut sejarah, kebutuhan sosial-politik ekonomi dan juga visi pendiri negara, maka wakil pemerintah diamanatkan pula dipegang di pundak kepala daerah. Sistem ini disebut prefektur terintegrasi.

Pada masa Hindia Belanda pernah dibuat dalam dua pos jabatan terpisah (prefektur tak-terintegrasi) di mana wakil pemerintah dipegang warga Belanda, sedangkan kepala daerahnya pribumi. Wakil pemerintah bertugas mengawasi kepala daerah dalam rangka kolonialisme.

Jadi, dalam sistem prefektur terintegrasi, PUM di daerah melekat di pundak kepala daerah. Oleh karena itu terdapat peran ganda (dual role). Sebagai wakil pemerintah bertugas mengawasi daerah otonom di samping mengintegrasikan dan mengoordinasi instansi vertikal di tempatnya, serta sebagai kepala daerah menjalankan pemerintahan daerah.

Saat ini di Indonesia PUM bahkan akan dilimpahkan ke tingkat kabupaten/kota, diamanahkan kepada bupati/wali kota.

Namun, bupati/wali kota tersebut tak disebut UU sebagai wakil pemerintah. Wakil pemerintah hanya disebutkan ke gubernur. Sebagai wakil pemerintah, gubernur juga mendapat kemungkinan menerima urusan sektoral. Padahal, sektoral itu tersusun hierarkis ke daerah, semestinya kepada instansi vertikalnya semata.

Di tingkat nasional, di tubuh Kementerian Dalam Negeri, terdapat direktorat jenderal yang mengurusi PUM. Semestinya unit PUM tersebut di bawah Presiden sehingga harus didesain di bawah Sekretariat Presiden atau Sekretariat Wakil Presiden jika dimungkinkan. Hal ini karena PUM yang tersusun hierarkis ke daerah juga dalam rangka mengoordinasi dan mengintegrasikan instansi vertikal para menteri di wilayahnya.

Wakil pemerintah di daerah sebagai pemegang PUM bukanlah instansi vertikal dari Kemendagri, tetapi instansi vertikal dari Presiden.

Selain itu, wakil pemerintah yang dijabat oleh kepala daerah di Indonesia diisi melalui pilkada langsung, yang 100 persen mengandalkan dari hasil pilkada tersebut tanpa intervensi sedikit pun dari pemerintah. Ini tidak lazim terjadi di mana pun sebagai penganut sistem prefektur terintegrasi.

Dalam suasana demokratis seperti sekarang ini, mungkin Indonesia perlu memikirkan kembali sistem prefektur ini apakah diganti atau sistem pilkadanya diperbaiki supaya sesuai meski tetap pilkada langsung.