Sejak Hassan Rouhani kembali terpilih pada Mei 2017, setidaknya sudah tiga kali terjadi peristiwa yang mengancam stabilitas politik Iran. Tak sampai sebulan setelah Rouhani terpilih, terjadi serangan bom ke gedung parlemen dan mausoleum Ayatollah Rohullah Khomeini.

Pada awal 2018 terjadi kerusuhan di beberapa kota di Iran menyusul demonstrasi besar-besaran di sembilan kota besar di Iran. Kerusuhan ini telah menyebabkan 29 orang tewas. Dalam demonya, warga menuntut penurunan harga dan tersedianya lapangan pekerjaan.

Serangan saat parade militer Garda Revolusi di kota Ahvaz, barat daya Iran, pada Sabtu (22/9/2018), telah menewaskan 29 orang. Lewat kantor berita Amaq, Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan Kelompok Perlawanan Nasional Ahvaz (ANR) mengklaim melakukan serangan tersebut.

Jika benar ANR yang melakukan serangan tersebut, itu berarti kebangkitan militan separatis setelah hampir tujuh tahun lumpuh. Ahvaz adalah ibu kota Provinsi Khuzestan yang banyak berpenduduk Arab. Jika NIIS yang melakukan, hal tersebut dapat diartikan kegagalan oleh komunitas intelijen Iran untuk mencegah NIIS bergerak di Iran.

Namun, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan, boneka Amerika Serikat (AS) mencoba membuat suasana Iran tidak aman dan nyaman. Menlu Iran Javad Zarif menduga pelakunya adalah teroris bayaran yang digerakkan oleh pemerintah luar. Bahkan, juru bicara Garda Revolusi menuduh dua negara di Kawasan berada di balik serangan ini.

Tak hanya menuduh, Pemerintah Iran memanggil tiga perwakilan negara Eropa, yakni Inggris, Belanda, dan Denmark. Kantor berita resmi Iran, IRNA, memberitakan, pejabat Inggris, bersama duta besar Belanda dan Denmark, "diberi tahu tentang protes kuat Iran atas negara mereka karena dianggap melindungi beberapa anggota kelompok teroris" yang melakukan serangan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi, meminta Denmark dan Belanda untuk mengekstradisi "pelaku dan kaki tangan penyerang" mereka untuk diadili. "Ini tidak dapat diterima bahwa Uni Eropa tidak memasukkan dalam daftar hitam anggota dari kelompok teroris," ujar Qasemi.

Apa yang terjadi di Iran bisa jadi menunjukkan ada persoalan dalam negeri yang memang harus segera diselesaikan. Namun, mengingat persaingan di Kawasan, intervensi beberapa negara tetangga Iran di Kawasan makin memperkeruh kondisi dalam negeri Iran.

Keinginan Iran punya pengaruh kuat di Kawasan membuat Iran tak lagi bisa fokus hanya pada persoalan dalam negeri.

Iran harus membagi kekuatan militernya paling tidak untuk Yaman, Suriah, Irak, dan Lebanon. Apakah Iran dapat melakukan itu? Inilah ujian Iran sebelum benar-benar bisa menanamkan pengaruh luasnya di Kawasan.


Kompas, 24 September 2018