"Africa is the story. The big story is Africa. This is a market of a billion people, of natural resources."

(Dr Ahmed Heikal, Chairman and Founder of Citadel Capital, World Economic Forum 2014)

Potensi ekonomi kawasan Afrika belum sepenuhnya tergarap secara optimal oleh Indonesia.

PBB menyebutkan, populasi Afrika diprediksi akan mencapai 1,7 miliar jiwa atau 20 persen dari seluruh penduduk bumi pada 2030. Negara-negara di kawasan Afrika kaya sumber daya alam dan lahan pertanian yang belum tergarap dengan baik, seperti di negara-negara di kawasan Afrika Timur.

Proyeksi dari kawasan Afrika yang cukup menjanjikan telah mendorong sejumlah negara meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, khususnya ekonomi. Meski bukan pemain baru, hubungan ekonomi Indonesia di kawasan Afrika masih tertinggal dari negara lain. Karena itu, momentum digelarnya Indonesia Africa Maritime Dialogue (IAMD) di Bali, 29-30 Oktober, menjadi pintu masuk bagi peningkatan kehadiran Indonesia di Afrika.

Didominasi China

Jika melihat perbandingan nilai perdagangan antara Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia di posisi kedua setelah Thailand. Data terakhir menunjukkan, nilai perdagangan Indonesia dengan kawasan Afrika mencapai 8,94 miliar dollar AS, sementara Thailand 9,66 miliar dollar AS (Intracen, 2018). Indonesia sedikit berada di atas Malaysia dengan nilai perdagangan 7,4 miliar dollar AS. Persentase ekspor Indonesia ke kawasan Afrika tergolong kecil, hanya 1 persen dari total impor negara-negara di Afrika.

Secara keseluruhan, China memiliki nilai perdagangan tertinggi di kawasan Afrika. Pada 2017, nilai perdagangan China terhadap Afrika 166,52 miliar dollar AS dengan nilai ekspor 92,61 miliar dollar AS dan nilai impor  73,91 miliar dollar AS.  China mengalami surplus perdagangan 18,70 miliar dollar AS.    Sementara India dan AS, dua mitra utama perdagangan bagi negara-negara Afrika, mengalami defisit perdagangan dengan kawasan Afrika. India mengalami defisit 11,73 miliar dollar AS dan AS memiliki defisit 12,72 miliar dollar AS.

Jika melihat data perdagangan dan intensitas hubungan perdagangan negara-negara di Afrika dengan beberapa mitranya, China merupakan kontributor produk impor terbesar bagi negara-negara di Afrika dengan persentase 19,24 persen. China juga merupakan importir terbesar produk-produk dari Afrika dengan persentase 15,96 persen dari total ekspor negara-negara Afrika ke seluruh dunia.

China juga merupakan salah satu negara yang sangat gencar melakukan kerja sama ekonomi dan infrastruktur dengan negara-negara di Afrika. Baru-baru ini, China telah menyelenggarakanForum on China-Africa Cooperation (FOCAC)Summit, yang semakin memperkuat pengaruh dan kehadiran produk dan investasinya di kawasan Afrika. Sejak 18 tahun terakhir, terlaksananya FOCACSummit menghasilkan prestasi yang luar biasa dalam peningkatan hubungan politik, ekonomi, sosial budaya, serta interaksi antar-masyarakat China dan Afrika.

Keseriusan China menggalang kerja sama dengan negara-negara di kawasan Afrika berbuah manis dengan peningkatan volume perdagangan  pada 2017 hingga 17 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2000. Juga disertai pertumbuhan  investasi yang signifikan dengan besaran melebihi  100 miliar dollar AS, di mana  sebagian besar dana digunakan untuk infrastruktur, sedangkan lainnya  untuk kebutuhan  pembangunan ratusan sekolah, pusat pendidikan kejuruan, dan rumah sakit.

Peluang Indonesia

Kebijakan perdagangan dan investasi China yang ekspansif dan masif menunjukkan adanya peluang yang besar bagi negara lain, seperti Indonesia, untuk juga meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan Afrika. Utamanya jika melihat proyeksi masa depan dan tantangan yang dihadapi negara-negara di Afrika dalam 30 tahun ke depan. Isu seperti kemiskinan, kekurangan gizi, keterbelakangan infrastruktur, konflik, dan imigran merupakan permasalahan yang  secara perlahan dapat teratasi melalui penguatan kerja sama di bidang ekonomi.

Menyadari belum optimalnya usaha untuk menggarap kerja sama ekonomi di kawasan Afrika, Pemerintah Indonesia terus menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang bertujuan menghubungkan pengusaha dan perusahaan Indonesia dengan mitranya di kawasan Afrika. Salah satu yang terkini adalah Indonesia-Africa Forum (IAF) yang menghasilkan kesepakatan bisnis senilai 1,89 miliar dollar AS dan potensi kesepakatan lain sekitar 500  juta dollar AS.

Tidak berhenti di sana, setelah IAF, pemerintah terus menggarap sektor kerja sama yang menjadi kepentingan bersama antara Indonesia dan negara-negara kawasan Afrika. Penyelenggaraan IAMD di Bali juga dalam kerangka itu, yang bertujuan memperkuat kerja sama di bidang pengelolaan sumber daya maritim antara Indonesia dan negara-negara di Afrika.

Indonesia juga memperkuat dukungan pembiayaan yang kompetitif untuk tujuan ekspor, khususnya ke kawasan Afrika, melalui Indonesia Eximbank. Hal ini diharapkan lebih banyak lagi perusahaan dan  pengusaha Indonesia yang terdorong memasarkan produk-produk unggulan Indonesia ke kawasan Afrika.

Jika melihat persentase ekspor Indonesia ke kawasan Afrika yang hanya 1 persen dari total impor negara-negara Afrika dari seluruh dunia, hal ini menunjukkan masih besarnya ruang yang dapat diisi produk-produk Indonesia bagi konsumen di kawasan Afrika. Terlebih lagi proyeksi pertumbuhan penduduk di kawasan Afrika, di mana 20 persen penduduk dunia akan berada di benua ini, maka ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memenuhi permintaan di Afrika. Saat ini, lima produk unggulan Indonesia yang diekspor ke Afrika adalah minyak kelapa sawit, kertas, sabun, kopi, dan peralatan mesin.

Gambaran sederhana di atas dapat jadi masukan bagi semua pemangku kepentingan di bidang perdagangan dan investasi untuk dapat bersaing secara maksimal dengan negara lain yang lebih dahulu menjelajahi kawasan Afrika.  Hal ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada beberapa kesempatan mengenai perlunya menggali pasar di kawasan Afrika karena memiliki potensi sangat menjanjikan.

Sudah saatnya Indonesia juga mengedepankan pendekatan ekonomi dalam berhubungan dengan negara-negara di Afrika. Inilah saat yang tepat bagi Indonesia hadir kembali secara nyata di kawasan Afrika. Bukan hanya sebagai mitra melawan penjajahan, melainkan juga sebagai mitra dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Sudah saatnya Indonesia membuka diri dan bersungguh-sungguh memasuki pasar Afrika, baik untuk ekspor, investasi, maupun impor bahan baku industri. Jika negara lain bisa, mengapa kita tidak. Jika negara lain berani, mengapa Indonesia mesti takut.