AFP/THOMAS PETER

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne (kiri) dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi berjabatan tangan dalam konferensi pers di Wisma Tamu Negara Diaoyutai, Beijing, China, Kamis (8/11/2018). Australia dan China bersaing berebut pengaruh di negara-negara Pasifik.

Tidak ada yang abadi selain perubahan. Ungkapan yang mungkin terdengar klise ini sangat pas menggambarkan apa yang dihadapi Australia sekarang.

Lebih dari enam dekade sejak berakhirnya Perang Dunia II, Australia menikmati kondisi Pasifik yang tenang, aman. Tidak ada situasi yang dapat berpotensi mengancam mereka. Negara-negara di Pasifik adalah mitra yang baik bagi Australia dan tak ada kekuatan besar yang hadir di kawasan itu sebagai ancaman.

Selain Australia, pemain besar di Pasifik dalam periode itu ialah Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Perancis. Bagi Canberra, mereka merupakan mitra dan sekutu yang cukup dekat.

Akan tetapi, seperti ditulis situs ABC, pada 2006, Beijing mulai masuk ke Pasifik. China mengembangkan diplomasi pemberian bantuan pembangunan bagi negara-negara Pasifik yang dinilai sejumlah kalangan bertujuan membuat mereka mengakui Beijing ketimbang Taipei. Sejak itu, dari semula merupakan kawasan "tenang" yang didominasi Australia bersama sekutunya, Pasifik menjadi wilayah yang mengikuti dinamika global. Kemunculan China sebagai kekuatan baru global tecermin di Pasifik.

Beredar kabar beberapa waktu lalu, China hendak membangun pangkalan di Vanuatu, negara berpenduduk 283.000 di Pasifik. Beijing menyebut berita itu sebagai kabar bohong (fake news). Bantahan juga diberikan Vanuatu. Tidak ada kelanjutan kabar tersebut. Namun, berita ini mendapat perhatian luas dan mengingatkan betapa kondisi berubah drastis jika ada kekuatan non-sekutu Australia memiliki pangkalan di Pasifik. Situasi agak memanas saat muncul tuduhan China berusaha mengintervensi politik dalam negeri Australia. Selain itu, muncul pula pernyataan, perusahaan teknologi dan komunikasi China sebaiknya tidak ikut dalam proyek strategis jaringan telekomunikasi.

Akan tetapi, dalam situasi yang berubah ini, Australia harus bijaksana. China yang tumbuh besar merupakan mitra dagang penting. Komisi Investasi dan Perdagangan Australia menyebutkan, tahun lalu, nilai perdagangan Australia dengan China mencapai 133 miliar dollar AS, naik lebih dari 16 persen ketimbang 2016. Angka itu menyumbang 24 persen dari total perdagangan Australia. China sekaligus mitra perdagangan dua arah (pasar ekspor dan sumber impor) terbesar bagi Australia.

Media China, Global Times, melalui situsnya, menyebutkan, perekonomian China dan Australia saling melengkapi. Namun, diingatkan pula oleh media itu, jika hubungan bilateral kedua negara dinilai dalam perspektif ideologi dan hegemoni Barat, perselisihan yang tidak perlu akan menghambat relasi mereka.