KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Presiden Joko Widodo menghadiri puncak peringatan Hari Guru Nasional dan HUT Ke-73 PGRI di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/12/2018). Presiden mengajak para guru untuk terus mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalismenya seiring dengan perkembangan teknologi informasi untuk dunia pendidikan.

Survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah menemukan guru cenderung intoleran. Penyebab yang ditemukan dikelompokkan menjadi  dua:  (1) guru tinggal di masyarakat yang homogen dan (2) tinggal di kota besar yang majemuk tidak menjamin guru bergaul dengan  orang-orang yang berbeda paham dengannya  (Kompas, 17 Oktober 2018)

Penemuan itu tentu membuat kita berpikir apa dampaknya apabila guru-guru kita banyak yang kurang toleran. Apakah tidak akan berdampak dalam proses pendidikan kepada siswa sehingga memengaruhi siswa menjadi kurang toleran? Padahal, pemerintah dengan segala usaha mengajak kita semua mengembangkan budaya toleran agar dapat lebih rela bekerja sama dan mau hidup bersama dengan orang yang berbeda. Dengan demikian, diharapkan bangsa ini akan menjadi utuh, bersatu dan maju.

Kiranya kita tidak perlu menyalahkan para guru itu, tetapi kita ingin melihat beberapa alasan mendasar yang banyak membuat mereka kurang toleran dan ikut berpikir bagaimana hal itu dapat diatasi dan bagaimana kita dapat andil sehingga para guru semakin lebih toleran.

Alasan kurang toleran

Ada banyak alasan mengapa guru dapat kurang toleran. Seperti diungkapkan dalam penelitian itu, para guru tersebut hidup dalam masyarakat yang homogen dan mereka sudah senang serta nyaman dengan masyarakatnya.

Mereka tidak pernah keluar dari masyarakat dan melihat keadaan masyarakat yang lain. Akibatnya, mereka akan lebih sulit terbuka dan menerima nilai yang berbeda dari yang mereka alami sejak kecil.

Beberapa guru kurang luas pandangan mengenai kehidupan dan kemanusiaan karena kurang belajar dan membaca lagi. Meski ditekankan belajar itu seumur hidup, dalam kenyataannya beberapa guru tidak belajar dan membaca lagi. Pandangannya jadi kurang luas sehingga yang dapat dipegang dengan kuat demi amannya adalah apa yang telah dialami sendiri. Keterbukaan pada yang lain dapat membuat mereka merasa kurang nyaman dan kurang menguntungkan.

Beberapa guru punya pengalaman kurang baik dengan kelompok lain. Pengalaman yang kurang baik dengan kelompok lain sering membuat mereka tak mau lagi mencoba bergaul dan menerima kelompok itu. Mereka yang pernah disakiti, diperlakukan tidak baik, akan lebih sulit menerima kelompok lain itu.

Tingkah laku kelompok lain/orang lain sering juga menjadi hambatan beberapa guru untuk menerima kelompok itu. Beberapa guru yang melihat atau mengalami tingkah laku kelompok lain yang dianggap kurang baik, seperti sombong, memamerkan kehebatan, kekayaan, atau kekuasaan, sering membuat mereka tak suka kepada kelompok itu. Akibatnya, beberapa guru sulit toleran dengan mereka.

Pengaruh masyarakat luar dan informasi dari gawai atau media yang tak baik juga membuat beberapa guru menjadi intoleran. Kadang mereka dapat pengaruh dari luar yang kurang baik, seperti dari media, ceramah, bujukan kelompok, dan omongan teman yang kurang toleran. Karena yakin bahwa bujukan atau informasi itu benar, mereka sulit untuk toleran.

Ketidakkritisan beberapa guru dalam menanggapi masukan itu memengaruhi mereka menjadi intoleran.

Mencoba membantu

Dari berbagai alasan itu, kiranya hal yang sangat penting dan mendasar adalah perlunya guru punya pengalaman pernah hidup dan bekerja sama dengan kelompok yang berbeda. Lewat pengalaman kerja sama dan hidup bersama dalam satu tempat, mereka akan mudah saling mengalami bahwa teman lain adalah tidak mengganggu, tidak mengancam, dan ada baiknya.

Pengalaman itu tidak mungkin dibuat sendiri oleh setiap guru karena situasi hidup mereka. Mereka yang tinggal di pelosok, tidak ada transportasi, dan tidak punya biaya tidak mungkin bertemu orang dari budaya lain. Di sinilah pemerintah atau minimal dinas pendidikan perlu mengadakan kesempatan perjumpaan bagi para guru dari berbagai wilayah, suku, ras, budaya, dan agama. Hal seperti ini perlu diprioritaskan oleh pemerintah karena menunjang pengembangan sikap toleran guru.

Program pelatihan bersama, kerja sama, dan terlebih hidup bersama di suatu tempat akan membantu guru belajar menghargai dan menerima mereka yang berbeda. Bahkan, acara harus disusun sehingga  mereka dapat kontak pribadi satu dengan yang lain. Hal ini akan memupuk kesadaran dan pengalaman bahwa yang lain tidak jelek, yang lain ada positifnya, yang lain ternyata dapat menjadi saudaraku.

Apabila para guru harus belajar lagi, akan lebih baik jika mereka ditempatkan di lokasi yang berbeda dengan lingkungan mereka sehingga mereka belajar lebih kaya dengan yang lain. Kalau pemerintah mengutus studi lanjut, juga baik apabila mereka dicampur sehingga mereka akan belajar hidup bersama orang yang berbeda. Tantangan yang mereka hadapi bersama akan menjadikan mereka lebih akrab.

Proyek saling berkunjung ke sekolah yang berbeda, kegiatan main dan olahraga—bukan pertandingan mencari menang—dapat dikembangkan.  Pertukaran pengertian dan pertukaran model mengajar sangat membantu mereka lebih akrab.

Tentu saja, selain proyek perjumpaan itu, para guru sendiri perlu dibantu untuk mengembangkan wawasan dan kesadaran mereka tentang pentingnya sikap toleransi dalam negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, dan budaya.

Penyadaran ini juga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, seperti pemerintah, dinas pendidikan, kepala sekolah, para pemuka agama, dan pemuka masyarakat yang baik. Bantuan bagi para guru berpikir kritis terhadap berbagai informasi yang meluap di zaman ini  kiranya perlu agar mereka dapat memilih yang terbaik dan tidak mudah ikut arus yang kurang baik.

Peran masyarakat

Toleransi bukannya soal sepihak, tetapi sering merupakan soal dua pihak. Kalau kita menuntut kelompok lain toleran kepada kita, maka kita pun perlu bersikap toleran kepada yang lain. Bagi masyarakat, terutama masyarakat yang menjadi subyek kurang diterima atau tidak disikapi toleran oleh para guru, perlu juga berefleksi mengapa para guru kurang menerima mereka. Barangkali kita diharapkan lebih toleran juga kepada para guru dan perlu mengubah tingkah laku yang dinilai kurang baik oleh para guru itu. Semoga dengan saling mencoba toleran, ke depan, kita berkembang menjadi masyarakat yang toleran satu dengan yang lain.

Usaha membantu guru agar lebih toleran kiranya perlu minimal didekati dari tiga aspek: (1) bantuan program persatuan dari pemerintah; (2) perubahan sikap masyarakat, terutama yang dianggap kurang tepat oleh guru; dan (3) dari guru sendiri yang mau membuka diri dan menyadari pentingnya toleransi dalam negara yang multibudaya dan multi-etnik ini.

Semoga guru kita menjadi semakin toleran dan mampu mendidik para siswa Indonesia untuk juga semakin toleran kepada sesama.