Pengumuman pemerintah tentang koreksi data luas lahan padi dan produksi beras merupakan langkah tepat dan perlu diapresiasi. Apalagi, pemerin- tah berani mengambil langkah awal dengan perbaikan data komoditas beras yang sarat unsur ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Ini merupakan bagian dari revolusi data, diharapkan menjadi contoh perbaikan data di semua sektor untuk dasar perbaikan kebijakan. Di era digital, keterbukaan, dan Revolusi Industri 4.0, ketepatan data merupakan keniscayaan untuk kepentingan semua pemangku kepentingan.

Bagi pemerintah, kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan harus berdasarkan data yang benar agar bisa diimplementasikan dan tepat sasaran. Good regulatory practices harus didasari data yang benar dan baik.

Bagi pelaku usaha, dampak kesalahan kebijakan akan memengaruhi rencana kerja, menurunkan daya saing global, dan bahkan bisa menghancurkan suatu usaha. Bagi konsumen, hal itu sangat berpengaruh terhadap daya beli, ketersediaan, dan bisa mengancam ketahanan nasional.

Menuju Industri 4.0, revolusi manajemen data mutlak harus dilakukan. Industri pangan yang mulai mencoba menerapkan Industri Pangan 4.0 sangat berkepentingan akan manajemen data yang baik untuk meningkatkan daya saing serta partisipasinya di rantai nilai global (global value chain/GVC). Basis data yang benar diharapkan bisa mendukung kebijakan dan peningkatan daya saing Indonesia, yang masih perlu waktu untuk mengatasi ketertinggalannya.

Data terbaru yang dikeluarkan World Economic Forum (2018) menunjukkan, indeks daya saing lobal Indonesia masih berada di urutan ke-45 dari 140 negara dan nomor 4 di ASEAN setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Adapun indeks ketahanan pangan global Indonesia di urutan ke-65 dari 113 negara atau nomor 5 di ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam (The Economist, 2018). Hal ini menjadi indikasi bahwa Indonesia masih harus banyak berbenah untuk meningkatkan partisipasinya dalam GVC.

Manajemen data

Dalam rangka berbenah itu, sangat tepat pemerintah mencanangkan Making Indonesia 4.0 sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan Making Indonesia 4.0, semua sektor harus siap menerapkannya, tidak hanya industri. Industri perlu didukung semua rantai pasok, dari hulu ke hilir, kalau ingin meraih kemenangan dalam GVC. Dukungan data yang baik dan benar juga menjadi andalan dalam menentukan langkah selanjutnya.

Untuk memperbaiki manajemen data, khususnya dalam hal ini untuk mendukung penerapan Industri 4.0, beberapa langkah perlu dilakukan bersama pemangku kepentingan. Pertama, secara bersama-sama menentukan area prioritas yang perlu diperbaiki. Bagi industri pangan, basis data bahan baku bisa menjadi prioritas mengingat dampaknya sangat luas, seperti menentukan kebijakan ketersediaan bahan baku, termasuk kebijakan perlu tidaknya impor apabila diperlukan; kebijakan larangan terbatas atau tidak; yang akhirnya semua menjadi pendukung daya saing produk olahan bernilai tambah; mengurangi defisit transaksi berjalan serta memberi kepastian berusaha yang akan menjadi daya tarik bagi investor. Basis data diperlukan dalam melakukan analisis dampak regulasi (regulatory impact assessment) sebelum regulasi dikeluarkan oleh pemerintah.

Kedua, dilakukan pemetaan potensi dan fakta ketersediaan bahan baku yang sudah masuk prioritas, sekaligus secara paralel membuat peta jalan bagi komoditas lain. Hal ini perlu melibatkan pemerintah pusat dan daerah, asosiasi industri dan petani/nelayan, serta akademisi yang kompeten di bidangnya. Dengan demikian bisa diantisipasi oleh para pihak dan tidak terjadi lagi kebijakan mendadak yang mengganggu rencana kerja.

Ketiga, mengingat pekerjaan di atas sangat besar dan luas, pemerintah perlu menetapkan tim kerja yang permanen dan didedikasikan khusus. Tim kerja bukan merupakan badan baru, tetapi merupakan bagian dari tiap-tiap unit kerja di kementerian/lembaga (K/L) bersama dengan asosiasi terkait yang fokus menyiapkan peta jalan ini. Dengan demikian, peta jalan bisa disiapkan oleh tim permanen yang kompeten dan berkelanjutan.

Keempat, hasilnya dimasukkan dalam bank data yang dikelola bersama oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementerian koordinator terkait sebagai basis data. Semua K/L wajib memakai basis data ini untuk membuat kebijakan dan regulasi.

Satu data satu arah

Kelima, perlu dilakukan penyesuaian dasar hukum terkait kewenangan K/L dalam manajemen data tersebut agar niat baik juga dilandasi dasar hukum yang benar sehingga bisa dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan dan tidak ada konflik satu sama lain. Misalnya, bagaimana BPS atau apa pun lembaganya diberikan landasan hukum yang kuat untuk mengelola dan koordinasi data, mengingat data sangat penting dan kritikal di era digital, juga sekaligus sebagai dasar pembuatan kebijakan penting.

Keenam, perlu disiapkan infrastruktur penyimpanan data yang memadai dan siap mendukung big data, menjadi rujukan agar tidak ada bias data.

Ketujuh, didukung sistem yang bisa menjamin keamanan data serta sebagai simbol kedaulatan. Di era digital saat ini, keamanan data sangat diperlukan untuk menjaga kedaulatan, kepastian berusaha yang ujungnya menjadi ketahanan nasional. Berbagai kasus salah kebijakan dan silang pendapat semua berawal dari kesimpangsiuran data. Dengan perbaikan manajemen data nasional, diharapkan industri pangan
bisa menerapkan Revolusi Industri 4.0 dengan baik dan menjadi pemain global yang berdaya saing.

Dan, ke depan tidak terjadi lagi perbedaan data yang mengakibatkan kerugian bagi pemerintah dan negara, dunia usaha, ataupun konsumen. Satu data satu arah kebijakan. Semoga.