ARSIP PRIBADI

Samsuridjal Djauzi

 

Saya menikah agak terlambat pada umur 32 tahun karena saya bertekad menamatkan pendidikan master saya sebelum menikah. Sekarang saya berumur 38 tahun dan mempunyai dua anak. Anak pertama laki-laki berumur 4 tahun dan sekarang sudah mengikuti pendidikan PAUD. Anak saya yang kedua berumur 2 tahun dan menurut dokter anak saya menderita sindrom down (down syndrome).

Saya merasa sedih dengan keadaan anak saya, tetapi berkat dukungan suami, saya sekarang sudah menerima titipan Tuhan kepada keluarga saya. Saya menyayangi kedua anak saya, tetapi saya bersiap memberikan perhatian terhadap anak kedua saya. Saya sudah mulai membaca tentang sindrom down dan juga mencoba mencari lembaga yang memberikan dukungan kepada anak dengan sindrom down.

Selama ini saya mendapat bimbingan dan dukungan dari dokter spesialis anak mengenai tumbuh kembang anak saya. Anak saya yang pertama amat menyayangi adiknya, tetapi dia sering bertanya kenapa hidungnya pesek.

Tidak mudah bagi saya untuk menjawabnya dan tampaknya saya sudah harus mempersiapkan anak pertama saya agar mengerti bahwa adiknya berbeda.

Selama ini saya mendapat bantuan tenaga terlatih seorang perempuan muda dalam memberi makan serta mengajar anak saya berjalan. Dia datang dua kali seminggu. Menurut dokter anak, pendengaran dan penglihatan anak saya baik. Namun, saya membaca bahwa anak dengan sindrom down berisiko terkena berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, tiroid, dan beberapa penyakit lain.

Selama ini saya membawa anak saya berkonsultasi dengan dokter spesialis anak sebulan sekali untuk menilai pertumbuhan fisik dan mentalnya. Dokter anak kami pernah mengirim anak saya kepada pakar terapi wicara untuk memperlancar anak saya berbicara.

Saya sekarang mulai memikirkan bagaimana dengan sekolah anak saya nanti. Apakah dia mungkin masuk sekolah biasa ataukah dia harus masuk sekolah khusus?

Saya mencoba mencari sekolah khusus untuk anak disabilitas di sekitar permukiman saya, ternyata ada tetapi jauh dari rumah saya. Dokter anak saya selalu memberikan dukungan.

Dia mengatakan, saya tak sendiri, banyak orangtua yang mengasuh anak dengan disabilitas. Mereka mampu membina keluarga yang bahagia.

Melalui pengasuhan yang baik, anak dengan disabilitas dapat dididik untuk mampu mandiri. Suami saya lebih percaya diri dan dia mengajak kedua anak kami pada pertemuan keluarga, saya sendiri masih sering merasa rendah diri.

Apakah yang dapat saya lakukan agar dapat mengasuh anak saya dengan baik, termasuk anak saya yang menyandang disabilitas? Terima kasih atas penjelasan Dokter.

M di J

Dokter Anda benar, banyak keluarga yang berhasil membina keluarga bahagia dengan anak yang menyandang disabilitas. Mereka memang bekerja lebih keras untuk mengasuh anak dengan disabilitas, tetapi keadaan itu tidak mengurangi kecintaan mereka terhadap anak dengan disabilitas dan mereka menganggap tugas tersebut sebagai tugas mulia yang mereka kerjakan dengan senang hati.

Masyarakat sekarang juga sudah mulai memahami bahwa penyandang disabilitas mampu mengerjakan pekerjaan meski dengan cara berbeda.

Penyandang tunanetra mampu membaca meski dengan bantuan huruf Braille, penyandang tunarungu juga mampu berkomunikasi meski dengan bantuan bahasa isyarat atau gerak bibir. Penyandang disabilitas alat gerak mampu bergerak dengan bantuan alat gerak serta mampu menghasilkan pemikiran dan produk yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyandang disabilitas sekitar 10 persen sampai 15 persen dari populasi. Artinya, di negara kita terdapat sekitar 25 juta sampai 37,5 juta penyandang disabilitas. Mereka, jika mendapat dukungan, pada umumnya akan mampu mandiri dan berkontribusi pada masyarakat.

Sindrom down adalah penyakit yang diakibatkan kelainan genetika. Terapinya sekarang masih sulit, tetapi anak dengan sindrom down dapat diasuh agar mampu mandiri serta hidup bahagia. Selama ini pemerintah sudah mempunyai kepedulian terhadap penyandang disabilitas.

Berbagai dukungan diadakan, termasuk pengaturan agar perusahaan yang mempunyai banyak pegawai mempekerjakan 1 persen karyawannya dari kelompok penyandang disabilitas.

Memang sarana untuk penyandang disabilitas di negeri kita belum sebaik negara maju karena kemampuan anggaran pemerintah masih terbatas. Kita harus mendukung saudara kita kelompok penyandang disabilitas dapat hidup mandiri dan produktif.

Saudara-saudara kita itu bukan mengharapkan belas kasihan. Mereka ingin mandiri dan yang mereka harapkan adalah lingkungan yang mendukung mereka agar mampu mandiri.

Nah, untuk menjadi ibu yang baik bagi kedua anak Anda, Anda harus mempersiapkan diri dengan baik. Anda harus menegakkan kepala, seperti ibu lain yang mempunyai persoalan yang lebih kurang sama, merasa mendapat tugas mulia untuk mendidik anak Anda.

Anda sendiri harus menjaga kesehatan Anda. Anda harus siap secara fisik dan emosional untuk menjadi ibu dari kedua anak Anda. Anda beruntung suami Anda juga menyiapkan diri untuk menjadi ayah yang baik.

Anda memang sudah waktunya mencari sumber dan teman yang dapat menolong tugas Anda sebagai ibu. Di Indonesia juga sudah ada perkumpulan orangtua dengan sindrom down. Anda mungkin dapat menelusurinya dan berkomunikasi dengan perhimpunan tersebut.

Anda dapat belajar dari pengalaman ibu-ibu yang telah lama mengasuh anak dengan sindrom down. Sebagian mereka ada yang anaknya sudah dewasa, bahkan berkeluarga.

Seperti anak pada umumnya, anak dengan sindrom down ingin bermain. Beri kesempatan dia bermain dan berteman. Jangan terlalu banyak melarang, tetapi beri dukungan agar dia bersemangat. Sebagian anak sindrom down lebih lambat pandai berjalan. Dengan bimbingan, biasanya masalah tersebut dapat diatasi. Sediakan waktu untuk Anda sekeluarga berkumpul, membacakan cerita, atau bermain dengan anak-anak.

Dukung anak Anda untuk berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Bantu seperlunya ketika anak Anda melaksanakan tugasnya sehari-hari, seperti mandi, gosok gigi, dan ganti baju. Bangun kemandirian dia sehingga dia merasa bangga dapat melakukannya sendiri.

Jika dia menghadapi masalah dalam berteman atau bermain, ajak dia memecahkan masalah secara bersama, jangan cepat mengambil keputusan. Anak juga perlu diberi kesempatan untuk menghadapi risiko, seperti belajar berenang dan naik sepeda. Sudah tentu dengan pengawasan.

Mengenai sekolah, sebagian orangtua memilih memasukkan anak ke sekolah umum dan sebagian lagi ke sekolah khusus. Bicarakan dengan dokter anak Anda atau pakar yang mendampingi Anda mengenai buruk baik masuk sekolah umum atau sekolah khusus. Sampai sekarang sekolah khusus memang jumlahnya terbatas, tetapi juga ada sekolah khusus yang diselenggarakan yayasan swasta.

Komunikasi yang baik dengan guru akan banyak menolong anak Anda belajar. Mungkin juga anak Anda memerlukan tambahan pelajaran khusus sehingga dia perlu mendapat pelajaran tambahan di rumah.

Sudah tentu semua ini mempertimbangkan kegiatan anak Anda secara keseluruhan, jangan memaksa dia belajar sehingga dia kehilangan kesempatan bermain.