Kehadiran teknologi finansial (tekfin) berjenis peer-to-peer lending (P2PL) atau pinjaman dalam jaringan (daring) dapat menjadi penolong seretnya pendanaan UMKM dan masyarakat bawah. Persyaratan yang lebih mudah, proses sangat cepat, dan (sebagian) tanpa jaminan, menjadikan keunggulan dari pinjaman daring (pindar).

Hasil kajian Indef (2018) mencengangkan. Industri pindar mampu menyerap 215.433 tenaga kerja, menstimulus pertumbuhan perbankan (0,8 persen), perusahaan pembiayaan (0,6 persen), dan teknologi komunikasi dan informasi (0,2 persen). Perkembangan industri pindar selama dua tahun telah menambah produk domestik bruto Rp 25,97 triliun.

Data di atas terkonfirmasi dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga Januari 2019, dana yang telah tersalurkan melalui pindar Rp 25,92 triliun. Ada 5,16 juta peminjam melalui 99 penyelenggara (penyedia platform pindar) yang sudah berizin/terdaftar di OJK.

Kehadiran pindar di Indonesia tak didesain untuk menjadi pesaing industri perbankan. Ada segmen yang berbeda. Penyelenggara pindar justru menyasar peminjam yang tak bankable. Targetnya mereka yang tak mampu memenuhi persyaratan bank. Layanan pindar juga bisa penuhi kebutuhan dana segera.

Industri pindar ini berbeda dengan transaksi perbankan atau lembaga keuangan lain. Peminjam bertransaksi dengan pemberi pinjaman secara langsung. Penyelenggara pindar hanya menyediakan platform. Peminjam tidak meminjam ke penyelenggara pindar.

Perkembangan yang sangat cepat memang membutuhkan perhatian ekstra. Bergugurannya pindar di China jadi pelajaran bagi regulator dan pelaku pindar Indonesia. Di China, pindar melakukan praktik shadow banking. Praktik ini juga terjadi di negara lain. Menurut Buchak, dkk (2017), di Amerika Serikat, perusahaan pindar menyumbang seperempat dari praktik shadow banking pada 2015.

Kehadiran industri pindar ini tak bisa dibendung. Pemerintah dan regulator di Indonesia harus siap menghadapi salah satu sisi Revolusi Industri 4.0 ini. Industri pindar harus diarahkan sebesar-besarnya untuk mengembangkan perekonomian Indonesia. Menjadi industri yang terus bertumbuh pesat, sehat, kontributif, dan dalam tata kelola (governance) yang efektif.

Dari sisi pengaturan industri pindar, OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam-Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016). Selain untuk memfasilitasi kontribusi industri pindar dalam perekonomian nasional, peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi pengguna (pemberi dan penerima pinjaman), penyelenggara kegiatan, dan perlindungan kepentingan nasional.

Pengaturan industri pindar diharapkan akan mengakselerasi capaian target inklusi keuangan di Indonesia. Di dalam Perpres No 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif ditetapkan target indeks inklusi keuangan sebesar 75 persen pada 2019. Industri pindar dapat berkontribusi menambah jumlah penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan.

Gerakkan ekosistem pindar
Untuk berkembang optimal, industri pindar di Indonesia harus dibangun dalam ekosistem kondusif. Berbagai instansi/pihak terlihat di dalamnya. Di antaranya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Kementerian Perdagangan. Juga berbagai industri dapat terlibat, seperti industri perbankan, pasar modal, perasuransian, penyedia tanda tangan digital, bahkan industri nonkeuangan, seperti e-commerce (e-dagang).

Ekosistem kondusif dan kolaborasi antarindustri tak hanya berdampak pada industri pindar, tetapi memberikan efek balik pada pihak-pihak yang terlibat dalam ekosistem tersebut. Tumbuhnya industri pindar turut menggerakkan industri lainnya.

Dalam hal pengalihan risiko pengguna, misalnya, penyelenggara pindar dapat bekerja sama dengan industri perasuransian. Juga dengan industri perbankan untuk fasilitas pembayaran dan kerja sama penyaluran kredit ke sektor UMKM. Bahkan, dengan industri e-dagang, kolaborasi saling menguntungkan sudah terjalin dengan beberapa penyelenggara pindar.

Digital Energy of Asia
Impian mewujudkan pusat kekuatan ekonomi digital di Asia pada 2020 tidak mustahil diraih. Kominfo menargetkan sekitar 8 juta UMKM atau 12,8 persen dari perkiraan jumlah UMKM sebesar 60,6 juta pada 2019 berjualan secara daring di platform e-dagang.

Kemudahan akses pendanaan melalui pindar, baik dari sisi persyaratan maupun kecepatan, akan mengakselerasi target pemerintah mendongkrak kontribusi UMKM. Ketika berhasil go online dan pangsa pasarnya naik, UMKM dapat mengembangkan bisnisnya lewat pendanaan yang didapat dari pindar.

Pada akhirnya, model bisnis industri pindar yang berbeda dengan model pendanaan konvensional akan kian digandrungi masyarakat. Banyaknya perusahaan yang (berminat) mendaftar ke OJK pertanda "gurihnya" bisnis ini.

Persoalan yang muncul di industri seperti penyalahgunaan data pribadi, penagihan tidak beretika, penyelenggara pindar ilegal, atau ketidakbijakan dalam meminjam membutuhkan perhatian yang lebih ekstra dari regulator dan asosiasi penyelenggara pindar.

Tidak hanya itu, juga dibutuhkan perhatian dari pemangku kepentingan lain, khususnya pemerintah dan legislatif. Industri pindar membutuhkan pengaturan yang kondusif di level undang-undang, khususnya terkait perlindungan data pribadi dan bisnis daring.

Kontribusi industri pindar dalam perekonomian nasional diharapkan bakal terkerek. Upaya proaktif melalui regulasi dan pengawasan yang efektif, edukasi masyarakat yang memadai, dan kontribusi aktif pemangku kepentingan, akan dapat mewujudkan industri pindar yang terus tumbuh, sehat, dan makin kontributif, khususnya pada sektor UMKM.