
Staf khusus Bupati Kudus, Agus Suranto mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/7/2019). Agus dan Akhmad ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan KPK terkait dugaan suap atau janji pengisian jabatan di Pemda Kudus 2019. KPK juga menetapkan Bupati Kudus Muhammad. KPK menyita uang Rp 170 juta dalam OTT tersebut.
Manajemen aparatur sipil negara belum berdasarkan pada perban- dingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan itu dengan calon yang ada.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengakui, kondisi kepegawaian dan birokrasi di negeri ini belum ideal. Belum menerapkan sistem the right man in the right place, orang yang tepat pada jabatan yang tepat, sesuai dengan kompetensi dan rekam jejaknya. Pengangkatan, penempatan, dan promosi ASN pada jabatan belum sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
UU ASN menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999. UU No 5/2014 mengatur pengisian setiap jabatan pimpinan tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Namun, pembenahan ASN dan birokrasi itu belum terjadi.

Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan barang bukti uang terkait operasi tangkap tangan terhadap Bupati Kudus Muhammad Tamzil di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/7/2019). OTT tersebut terkait dugaan menerima hadiah atau janji pengisian jabatan di Pemda Kudus 2019. Pada kasus tersebut KPK menetapkan tiga tersangka yaitu Bupati Kudus Muhammad Tamzil dan staf khusus Bupati Agus Suranto sebagai penerima serta Plt Sekeretaris Dinas DPPPKAD Kudus Akhmad Sofyan sebagai pemberi.
Sejumlah kepala daerah ditangkap, sebagian telah dihukum, karena terlibat jual-beli jabatan. Kasus seperti ini juga terjadi pada level pemerintah pusat. Bahkan, Komisi Aparatur Sipil Negara menemukan, praktik jual-beli jabatan terjadi pada 95 persen pengisian jabatan di kabupaten/kota seluruh Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait persoalan serupa, praktik jual-beli jabatan itu, baik di lingkungan pemerintahan pusat maupun daerah, yang terjadi secara masif akibat pengawasan dalam pengisian jabatan tersebut lemah (Kompas, 1/8/2019).
Jual-beli jabatan umumnya berbentuk pidana penyuapan kepada pejabat yang berwenang. Sejak 2004 hingga 2018, penyuapan adalah kasus paling menonjol yang ditangani KPK, yakni 564 perkara dari 887 kasus yang ditangani komisi antirasuah itu. Dari 887 kasus, 423 perkara terjadi di lingkungan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota, tak termasuk yang terjadi di DPRD.

Terdakwa Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik nonaktif Muafaq Wirahadi usai mengikuti sidang dugaan suap pengisian jabatan di lingkup Kementerian Agama dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (17/7/2019). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan tuntutan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Muafaq.
KPK mencatat, sejak 2004 hingga 2018, sebanyak 121 kepala daerah terjerat korupsi. Jumlah itu belum termasuk pejabat eselon di daerah dan anggota DPRD. Setiap tahun ada kepala daerah yang terjerat kasus korupsi terkait jual-beli jabatan. Di tahun ini, ada Bupati Kudus, Jawa Tengah, M Tamzil yang Juli lalu ditangkap KPK. Maret lalu, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy diamankan KPK terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama. Tahun 2018, Bupati Cirebon, Jawa Barat, Sunjaya Purwadisastra; Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman pada 2017, juga terbelit korupsi jual-beli jabatan.
Penyuapan, termasuk jual-beli jabatan, adalah tindak pidana korupsi yang sederhana dan sebenarnya mudah diungkap. Namun, dampak dari pengisian jabatan yang diwarnai kolusi, dan tak memperhatikan kompetensi calon, membuat kualitas layanan kepada publik tak optimal. Bahkan, bisa diikuti dengan kasus penyuapan lain, yang merugikan rakyat.
Pejabat korup pun tak dicopot meski telah dihukum. Jabatan bukanlah komoditas yang bisa diperdagangkan, tetapi amanah untuk melayani rakyat dan mengabdi kepada negeri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar