Dalam pertemuan di Bangkok, para menteri luar negeri ASEAN menyepakati pentingnya sikap menahan diri dalam menghadapi isu Laut China Selatan.
Isu Laut China Selatan menjadi pembahasan penting dalam pertemuan menteri luar negeri ASEAN di Bangkok, Thailand. Anggota ASEAN menyadari, persoalan terkait klaim China atas wilayah perairan tersebut berpotensi mengancam stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara.
Dengan argumen sembilan garis putus-putus (nine dash line), China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Hal ini menyebabkan terjadi sengketa antara China dan empat negara ASEAN, yaitu Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di tengah situasi tersebut, China telah membangun pulau buatan di kawasan yang diklaim negara ASEAN. Di sisi lain, seperti ditulis harian ini pada Kamis (1/8/2019), Vietnam bulan lalu menuduh kapal China melanggar zona ekonomi eksklusifnya, sementara Beijing mengklaim kapalnya masih berada di wilayah China. Pada Juni, Manila pun memprotes Beijing atas insiden kapal nelayan China yang menabrak kapal nelayan Filipina di perairan Laut China Selatan.
Terkait upaya penanganan perbedaan klaim di Laut China Selatan itu, ASEAN dan China sudah menyepakati draf naskah Pedoman Tata Berperilaku (Code of Conduct). Hal ini merupakan kemajuan meski pembahasan untuk mencapai persetujuan akhir Pedoman Tata Berperilaku masih berlangsung. Jika kesepakatan akhir tercapai, diharapkan perbedaan klaim dapat terjaga, tak berujung pada konflik.
Isu Laut China Selatan tak hanya menjadi perhatian anggota ASEAN dan China. Amerika Serikat juga menaruh perhatian besar. Beberapa kali AS mengirim pesawat dan kapal militer ke dekat pulau yang dibangun China. Menurut Washington, pengiriman itu bertujuan memastikan prinsip kebebasan bernavigasi (freedom of navigation) ditegakkan di Laut China Selatan. Bagi China, tindakan AS merupakan provokasi yang justru membahayakan perdamaian.
Dalam konteks inilah, ASEAN menghadapi isu Laut China Selatan. Sengketa wilayah perairan antara China dan empat negara ASEAN tak lagi persoalan perbatasan semata. Ada dimensi lebih kompleks, yakni persaingan dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, AS dan China. Perang dagang dan tekanan terhadap perusahaan telekomunikasi China, Huawei, adalah bagian dari persaingan tersebut.
Karena itu, upaya ASEAN untuk tetap kompak dalam menghadapi isu Laut China Selatan harus terus dijaga, mengingat godaan memihak salah satu dari "dua raksasa" itu cukup besar. Indonesia, komponen penting ASEAN, wajib berkontribusi besar dalam mewujudkan kekompakan ini.
Penegasan bersama menlu ASEAN akan pentingnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar