ARSIP PRIBADI

Prita H. Ghozie

Setiap ada kesempatan menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan pelatihan keuangan, saya sering mendapati peserta yang bertanya terkait dengan investasi emas. Apakah investasi itu baik atau tidak.

Tentu saja, untuk Anda yang sudah rajin membaca kolom investasi setiap Sabtu ini, pasti paham bahwa setiap aset investasi itu baik, asalkan sesuai dengan tujuan keuangan masing-masing.

Seiring dengan perkembangan zaman, pilihan aset investasi pun juga beragam. Bahkan, banyak juga konsultan yang berpendapat bahwa emas bukan merupakan aset investasi, melainkan sekadar simpanan. Bagaimana dengan Anda? Mari kita kenali lebih dalam terkait dengan si kuning berkilau ini.

Emas atau logam mulia adalah salah satu jenis aset yang paling dikenal oleh setiap generasi. Selain dianggap paling mudah dipahami dan terjangkau, emas juga merupakan aset yang sudah digunakan sebagai alat pembayaran dan penyimpan nilai uang oleh nenek moyang sejak dahulu kala. Nilai emas sendiri dianggap terus meningkat seiring perjalanan waktu. Masyarakat yang ingin berinvestasi secara syariah juga menganggap emas adalah pilihan yang aman.

Saya berpendapat bahwa emas merupakan aset yang dapat mempertahankan nilai kekayaan secara konsisten. Bahkan, pada momen tertentu, pemegang emas pun dapat meraih potensi keuntungan dari selisih nilai beli terhadap nilai jual. Oleh karena itu, dalam setiap portofolio investasi, ada baiknya diversifikasi juga dilakukan atas jenis aset yang bukan hanya berisi surat berharga, melainkan juga aset berbentuk fisik.

Pertama, pahami bentuk emas yang dapat menjadi aset investasi. Sering terjadi salah pengertian, emas perhiasan bukanlah emas yang bisa masuk ke dalam kategori investasi. Emas perhiasan memiliki nilai tambahan berupa ongkos pembuatan. Dengan demikian, jika ingin dijual kembali, otomatis akan ada penyusutan nilai. Ongkos pembuatan tidak akan dihitung sehingga harga jual bisa menjadi lebih kecil daripada harga beli.

Untuk tujuan berinvestasi, ada baiknya dipertimbangkan bentuk logam mulia bersertifikat yang dikeluarkan oleh PT Aneka Tambang Tbk yang saat ini memiliki beberapa varian berat, mulai dari 1 gram (gr), 5 gr, 10 gr, 25 gr, 50 gr, 100 gr sampai 1 kilogram. Semakin berat gram, semakin murah bahkan tidak ada ongkos biaya sertifikatnya sehingga ada perbedaan harga logam mulia dengan berat paling kecil yang sangat signifikan dengan logam mulia yang memiliki berat lebih besar. Oleh karena itu, harga logam mulia dengan berat 100 gr akan jauh lebih murah harganya dibandingkan dengan harga logam mulia dengan berat 1 gr.

Kedua, tetapkan jangka waktu menyimpan emas. Dalam hal emas sebagai aset investasi, secara statistik perlu dijalankan proses penyimpanan minimal lima tahun untuk dapat menikmati potensi kenaikan di atas tingkat inflasi. Meskipun pada rentang tahun 2002-2011 harga emas dalam rupiah mengalami kenaikan dari Rp 85.000 menjadi Rp 418.000 per gram, tren ini tidak berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.

Sejak 2011, kenaikan harga logam mulia hanya setara inflasi. Kenaikan harga emas atau logam mulia dalam satu tahun dari awal 2018 hingga 2019 hanya sebesar 11,6 persen (sumber: PT Aneka Tambang Tbk). Namun, total kenaikan harga emas selama tiga tahun terakhir adalah 13,43 persen atau rata-rata hanya 4,47 persen per tahun. Terlebih jika menjual kembali maka akan dikenakan harga buy back Antam yang relatif lebih rendah daripada harga pembelian di konter. Karena itu, emas atau logam mulia kurang cocok untuk investasi jika mengharapkan hasil yang melampaui tingkat inflasi alias diperbandingkan dengan imbal hasil saham.

Ketiga, memahami risiko terkait dengan investasi emas. Keunggulan terbesar dari aset emas adalah aset ini berbentuk fisik sehingga tidak bergantung pada risiko pihak ketiga, seperti bank ditutup dan lembaga keuangan bangkrut. Namun, keunggulan ini sekaligus juga menjadi kelemahan, yaitu adanya risiko kehilangan. Bentuk logam mulia yang kecil membuat aset investasi ini memiliki risiko kehilangan. Hal ini tidak akan terjadi pada aset investasi seperti reksa dana dan deposito.

Penyimpanan di bank dalam bentuk safe deposit box juga bisa memberatkan karena harga sewa tidak sebanding dengan kenaikan harga logam mulia per tahun. Apabila disimpan di rumah, siapa pun bisa mengambilnya sehingga menjadikan logam mulia rawan hilang.

Keempat, memilih cara membeli emas. Saat ini, pembelian emas sebagai alat menabung dan berinvestasi sudah cukup bervariasi. Cara pertama yang konvensional adalah membeli langsung ke Antam, pegadaian, ataupun toko emas. Cara kedua menggunakan program tabungan emas yang mulai banyak ditawarkan di lembaga keuangan. Konsepnya mirip dengan menabung biasa, tetapi setiap setoran dana akan langsung dikonversi ke dalam jumlah gram emas. Saat jumlah gram emas sudah mencapai 5 gram, misalnya, penabung dapat mencetak emas dan membawa pulang fisiknya. Cara ketiga adalah menabung melalui perusahaan teknologi finansial (fintech) yang saat ini digadang-gadang dapat dimulai hanya dengan Rp 500. Namun, pastikan pemilihan teknologi finansial hanya yang telah mendapatkan izin dari otoritas.

Logam mulia sendiri tetap merupakan aset investasi yang sebaiknya dimiliki untuk pemula. Selain karena harganya yang stabil, sifatnya yang likuid atau mudah dijual kembali membuat logam mulia menjadi pilihan yang tepat untuk investasi dengan tujuan keuangan jangka menengah hingga panjang bagi investor konservatif.

Emas juga tetap diperlukan oleh semua jenis investor karena saat ini masih menjadi satu-satunya alternatif investasi yang dapat mempertahankan nilai kekayaan keluarga alias safe haven.