Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 05 September 2019

Keselamatan Penumpang//Epilog (Surat Pembaca Kompas)


Keselamatan Penumpang

Saya ingin menyoroti masalah sumber daya manusia yang bertanggung jawab mengurusi transportasi laut. Seperti kita ketahui bersama, disiplin ilmu ASN/PNS di negeri kita tidak selalu sesuai dengan bidang pekerjaannya. Hal ini menjadi bermasalah jika bidang kerjanya terkait dengan keselamatan jiwa, seperti angkutan kapal laut.

Sejak dulu syahbandar (dan jajarannya) di Indonesia adalah PNS karier di Kementerian Perhubungan dari berbagai disiplin ilmu. Bahkan, ada syahbandar yang sarjana olahraga. Bukan mengecilkan disiplin ilmunya, melainkan alangkah baiknya jika orang-orang yang mengurusi transportasi laut berasal dari sekolah bidang pelayaran, lebih baik lagi pernah bekerja di atas kapal. Paling tidak dia paham permasalahan di atas kapal.

Sebagai contoh kecil saja, jika sebuah kapal maksimal dapat mengangkut 50 orang, jangan mengangkut melebihi kapasitasnya. Bisa saja kapal dengan kapasitas 50 orang dimuati 60, 80, atau 100 orang sekalipun tetapi hal itu akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Padahal, di perairan atau di laut ada faktor luar yang juga memengaruhi kestabilan kapal, seperti angin, ombak, dan arus. Jika bobot kapal melebihi maksimum, ada ombak sedikit saja kapal akan oleng atau bahkan bisa terbalik.

Demikian curahan hati saya yang prihatin membaca berita-berita musibah kapal di Indonesia.

A Widi Nugroho
Jalan H Ten, Rawamangun, Jakarta Timur

Epilog

Saya coba menyunting pelbagai bahasan yang pernah dimuat Kompas dengan harapan bisa menjadi prioritas presiden periode 2019-2024.

Dimulai dengan Tajuk Rencana Kompas (29/4/2019) yang patut menjadi rujukan presiden terpilih, para legislator yang lolos, juga para elite politik di Indonesia. Judulnya sangat mengena menghadapi situasi masyarakat pascapemilu: "Daya Tahan Negara".

Tantangan berikutnya adalah korupsi, toleransi, beban kependudukan, ancaman keamanan, masalah hak asasi manusia, dan kemerosotan akhlak serta tata nilai masyarakat. Kompas tegas menyatakan, Indonesia dalam kondisi darurat korupsi. Kerja keras dan konsep sebagus apa pun dapat berantakan jika korupsi tidak segera ditanggulangi.

Ancaman lain adalah narkoba, yang menyasar semua strata sosial. Energi terbarukan juga merupakan hal yang harus digarap dengan terarah.

Meski belum sempurna, kebijakan di bidang ekonomi, termasuk pembangunan infrastruktur, membuktikan bahwa pembangunan sudah di jalur yang benar. Namun, ini akan sangat terganggu apabila pelbagai tantangan di atas tidak dibereskan.

Presiden terpilih wajib melanjutkan kebijakan ekonomi itu. Tidak perlu akrobat, apalagi sekadar ingin menampilkan identitas diri, 260 juta lebih rakyat jadi taruhannya.

Presiden terpilih harus berani dan tegas dalam menetapkan batas tanggung jawab serta kewenangan para pembantunya. Jangan lagi ada menteri yang bertindak di luar lingkup kewenangannya.

Check and balance jadi penting. Kompas (24/4/2019) menulis "Pemerintah Butuh Oposisi di DPR". Harapannya DPR yang bersih dengan anggota yang berintegritas tinggi dan kompeten di bidangnya.

Irwan Julianto (Kompas, 23 April) menyinggung dua hal yang marak saat ini: post truth dan firehose of falsehood yang sebenarnya merupakan praktik Machiavellist masa kini. Ini yang harus diwaspadai, jangan sampai apa yang kita alami saat Orde baru muncul lagi. Azyumardi Azra mengingatkan perlunya membangun tata nilai dengan menjalankan politik yang bermartabat.

Di bagian lain, Budiman Tanuredjo (Kompas, 16/3/2019) mengingatkan agar kita tetap menjaga kewarasan politik dengan keutuhan bangsa dan negara di atas segalanya. Ingar bingar masa kampanye harus segera diakhiri dan rakyat diajak berpartisipasi.

Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman,Pasar Manggis, Setiabudi,

Jakarta Selatan 12970

Kompas, 5 September 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger