Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 17 September 2019

Ulang Tahun Emas Papua//Tanggapan tentang Ciliwung//Kantor Pos Penjaga NKRI (Surat Pembaca Kompas)


Ulang Tahun Emas Papua

Belum sebulan bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan Ke-74, mendung menggelayut di bumi Papua. Demo besar yang berujung kerusuhan terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat. Peristiwa dipicu dan dipacu oleh tindakan persekusi sekelompok orang terhadap mahasiswa Papua di Kota Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Perilaku rasial semestinya tidak boleh terjadi di negeri yang mengaku menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi. Peristiwa yang sangat memprihatinkan sekaligus mencemaskan, karena rasisme yang telah lama terkubur dalam-dalam menyeruak kembali ke permukaan dan menyulut amarah warga Bumi Cenderawasih.

Papua adalah anak bungsu negeri ini, yang berada di pangkuan Ibu Pertiwi sejak Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) diselenggarakan tahun 1969. Lima puluh tahun sudah rakyat Papua menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudahkah kita memberikan yang terbaik kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air ini?

Papua merupakan bagian dari kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jangan lupa masih ada onak dalam daging di tanah Papua. Sebuah fakta yang tak boleh dipandang sebelah mata bahwa masih ada sekelompok orang yang merasa belum merdeka.

Menghormati dan menghargai martabat setiap suku yang hidup di Nusantara merupakan kewajiban setiap warga. Isu SARA yang berdaya ledak besar sungguh berbahaya jika kita tak pandai mengelolanya. Bangsa besar adalah bangsa yang tak hanya menghargai jasa pahlawannya, tetapi juga yang mampu menghargai martabat sesama suku bangsa yang ada dan hidup di dalamnya.

Budi Sartono Soetiardjo
Graha Bukit Raya, Cilame, Ngamprah, Bandung

Tanggapan tentang Ciliwung

Pemberitaan "Tumpukan Karung 3 Meter Penuhi Ciliwung" (Kompas, 16/8/2019) perlu klarifikasi agar tidak menghasilkan persepsi keliru.

Adanya tumpukan karung setinggi 3 meter di tepi badan sungai itu bukan bagian
dari upaya warga untuk membangun rumah lagi di Jalan Tanah Rendah RT 004 RW 007, Kelurahan Kampung Melayu, melainkan untuk menyangga rumah agar tidak roboh.

Tumpukan karung berisi tanah dan pasir di tepi bantaran Sungai Ciliwung itu disediakan Suku Dinas Sumber Daya Air untuk turapan, sebagai penyangga rumah warga di bantaran yang sudah tergerus air sungai pascabanjir. Penurapan bersifat sementara, untuk mencegah rumah warga roboh. Ada juga warga yang membuat turapan sendiri memakai puing/tanah. Tumpukan karung itu bersifat sementara dan akan dibersihkan lagi apabila tidak diperlukan.

Leonardo
Kepala Seksi Komunikasi dan Informasi Publik,
Suku Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Administrasi Jakarta Timur

Catatan Redaksi: Terima kasih atas koreksinya.


Kantor Pos Penjaga NKRI

Kantor pos tidak sendiri lagi. Saat ini semakin banyak perusahaan logistik yang menjadi pesaing PT Pos Indonesia.

Meski demikian, kantor pos seharusnya punya keunggulan karena jangkauannya tersebar di kota besar, kecamatan, kelurahan, sampai pulau-pulau kecil, pulau-pulau terluar, dan daerah perbatasan.

Kantor pos menjadi salah satu bukti bahwa negara hadir hingga ke pelosok dan sebagai salah satu simbol kedaulatan NKRI. Tugas petugas pos tidak ringan, mengarungi lautan, melewati jalan-jalan yang sulit, jauh dari keluarga, dan lain-lain. Pak pos setia menjalankan tugasnya meski rintangan menghadang.

Itulah kelebihan pos. Semoga PT Pos Indonesia seperti burung merpati, logonya, yang tak pernah ingkar janji.

Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan,

Jatiwaringin, Jakarta 13620

Kompas, 17 September 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger