Dianggap sebagai titisan kekuatan abadi adikodrati, seorang raja, ratu, atau kaisar dahulu memiliki kekuasaan mutlak. Mereka berhak menetapkan undang-undang, menentukan mati hidup orang. Para raja bebas mematok batas-batas tanah untuk menjadi miliknya. Golongan bangsawan tak suka dengan hal ini. Kekuasaan sang raja harus dibatasi. Maka, ada proses politik yang harus dilalui terlebih dahulu sehingga raja tak bisa lagi begitu saja mengambil keputusan.
Perkembangan terus terjadi, kekuasaan bangsawan juga harus dibatasi. Tak boleh ada kelompok elite yang dapat berlaku seenaknya kepada rakyat jelata. Proses politik pun dituntut harus mengikutsertakan rakyat. Artinya, ada semakin banyak pihak yang harus didengarkan dalam pengambilan keputusan.
Hal ini pula yang menjadi inti demokrasi: menyerap aspirasi masyarakat luas untuk diartikulasikan lewat representasi di parlemen dan menghasilkan undang-undang. Siapa pun yang berada di puncak pemerintahan harus mematuhi serta menjalankan undang-undang yang disusun bersama itu.
Tanpa kebebasan bersuara atau berpendapat, tidak akan ada suara yang berbeda, tak ada kontestasi ide.
Terlihat jelas, karakteristik utama yang melekat erat dalam demokrasi adalah kontestasi ide. Karena ada banyak pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di parlemen, pasti akan ada lebih dari satu gagasan. Ada kelompok yang setuju, ada kelompok yang tidak setuju. Dinamika terjadi. Itulah sebabnya demokrasi sejati harus disertai kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan bersuara atau berpendapat, tidak akan ada suara yang berbeda, tak ada kontestasi ide.
Dalam konteks itulah, oposisi dalam sebuah negara demokrasi harus dihormati. Mereka bukan musuh, mereka bukan kekuatan yang hendak menghancurkan negara. Jika ada pihak melakukan kekerasan, nyata-nyata mengangkat senjata untuk memberontak, atau diduga melakukan pengkhianatan terhadap negara, silakan ditindak sesuai hukum melalui persidangan yang terbuka dan adil. Namun, berbeda pendapat, berbeda gagasan, bukan kejahatan. Berbeda pandangan adalah bagian dari demokrasi.
Berita yang diturunkan harian ini pada Kamis (7/11/2019) mengenai rencana kepulangan tokoh oposisi Kamboja membuat kita merefleksikan kembali gagasan mengenai demokrasi dan oposisi. Disebutkan dalam berita itu bahwa Pemerintah Kamboja siap menangkap tokoh oposisi Sam Rainsy karena pengadilan telah memerintahkan penangkapan atas dirinya terkait kasus penghasutan untuk melawan pemerintahan yang sah. Kekuatan petugas keamanan pun disiagakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar