Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 01 Mei 2020

HARI BURUH INTERNASIONAL: Bipartit Pengusaha-Pekerja, Kekuatan Bersama Mengarungi Badai Pandemi Covid-19 (HAMZIRWAN HAMID)


DRAWING/ILHAM KHOIRI

Hamzirwan, wartawan Kompas

Perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day pada Jumat (1/5/2020) jauh berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Pandemi Covid-19 datang begitu cepat. Hampir tidak ada satu negara pun yang perekonomiannya bebas dari pengaruh pandemi ini.

Para pekerja merayakannya dalam suasana muram. Permintaan pasar anjlok. Laju produksi pun ibarat berhenti mendadak. Banyak pabrik tutup dan pekerja dirumahkan, atau lebih parah lagi, mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Bagaimana kita menghadapi situasi pelik ini?

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga 21 April 2020 ada sedikitnya 1,3 juta pekerja formal dari 43.690 perusahaan dirumahkan. Sebanyak 241.431 orang yang bekerja di 41.236 perusahaan mengalami PHK. Belum lagi sektor informal yang tidak terpantau oleh Kemenaker.

Sedikitnya 538.385 pekerja informal dari 31.444 usaha mikro, kecil, dan menengah terpaksa berhenti bekerja. Sebagian besar dari mereka terpaksa pulang kampung, meski ada pula yang banting setir bekerja apa saja asalkan tetap punya penghasilan.

KOMPAS/AGUIDO ADRI

Dampak pandemi Covid-19 membuat Novri Adi (25) diberhentikan dari tempatnya bekerja di Pasar Senen Blok 3, Jakarta. Saat ini Novri tak memiliki tempat tinggal. Ia terpaksa tidur di teras kafe di dekat Stasiun Manggarai, Rabu (15/4/2020).

Kondisi saat ini memang tidak mudah bagi pengusaha ataupun pekerja. Meskipun ada pabrik tutup sehingga pekerja terpaksa mengalami PHK, tetapi masih ada pengusaha yang bertahan sekuat tenaga.

Ada pengusaha yang mengurangi jam kerja pekerja agar tidak perlu melakukan PHK saat kinerja perusahaan menurun. Ada pula pengusaha yang bersama pekerja sepakat untuk memangkas upah demi menjaga daya sintas keuangan perusahaan.

Semua bisa terwujud dalam dialog sosial antara pengusaha dan pekerja berlandaskan semangat solidaritas. Forum bipartit tingkat perusahaan pun menjadi kunci dalam mencari solusi bersama saat ini. Tujuannya satu, agar perusahaan dapat bertahan mengarungi gelombang badai yang dipicu pandemi Covid-19.

Keadaan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain pun sama. Hal ini yang membuat pemerintah bekerja keras mengatasi pandemi Covid-19 sesegera mungkin. Berbagai kebijakan dibuat, mulai dari kampanye masif pola hidup bersih sehat, penerapan pembatasan sosial berskala besar, hingga melarang orang bepergian untuk sementara waktu. Tujuannya jelas, untuk memutus rantai penularan Covid-19 sehingga pandemi bisa segera teratasi.

Dialog sosial, yang juga ruh hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja atau bipartit, juga memainkan peranan kunci dalam situasi sulit seperti saat ini. Pengusaha dan pekerja, yang diwakili serikat pekerja, mesti berdialog mencari jalan keluar dari impitan ekonomi akibat pandemi.

Beradaptasi

Apalagi kondisi yang kita alami saat ini memang berbeda saat krisis ekonomi menghantam Asia tahun 1998 dan dunia tahun 2008. Ketika itu, daya beli relatif masih ada berkat kenaikan harga komoditas dan para pekerja migran masih bekerja di luar negeri sehingga pengiriman remitansi pun mampu menggerakkan sektor riil di dalam negeri. Daya beli mereka mampu menjaga tingkat permintaan dalam negeri sehingga industri domestik tetap berproduksi meski tidak sebesar saat keadaan normal.

Saat ini, kondisi perekonomian negara lain setali tiga uang dengan Indonesia. Ditambah lagi kebijakan karantina total seperti di Malaysia dan Singapura sehingga para pekerja migran Indonesia memilih pulang kampung karena tidak ada pekerjaan dan penghasilan lagi.

Hal ini yang membuat pemerintah mengalihkan sejumlah alokasi anggaran untuk meredam dampak Covid-19 terhadap sektor riil.

Bantuan sosial senilai Rp 600.000 per orang per bulan selama tiga bulan dikucurkan kepada mereka yang terdampak Covid-19, mulai dari awak angkutan umum yang kehilangan penumpang karena pembatasan sosial hingga korban PHK karena pabriknya kehilangan permintaan pasar. Ada juga program padat karya tunai untuk mempekerjakan orang-orang yang kehilangan penghasilan selama pandemi Covid-19 melanda dan berbagai program lain.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pekerja pabrik berjalan beriringan menuju tempat kerja mereka di kawasan industri di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Kementerian Ketenagakerjaan memperkirakan pemutusan hubungan kerja pada pekerja informal dan formal selama wabah Covid-19 ini mencapai 1,2 juta orang.

Selain itu, ada pula inisiatif-inisiatif masyarakat untuk membantu korban PHK maupun pekerja informal yang tidak bisa lagi bekerja untuk sementara waktu. Ada yang kini bekerja menjadi pengantar sayuran dari pasar tradisional ke rumah-rumah warga, yang belanja ke pedagang dengan memesan via gawai. Ada pula yang beralih menjadi penjahit masker kain dan sarung tangan untuk dijual kepada warga lain.

Apa yang mereka lakukan merupakan salah satu keuletan bangsa Indonesia beradaptasi dalam situasi pandemi Covid-19. Semangat gotong royong sungguh menyuburkan kemampuan kita beradaptasi untuk menghadapi kesulitan ekonomi akibat Covid-19. Selamat Hari Buruh Internasional.


Kompas, 01 Mei 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger