Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 30 Agustus 2020

CATATAN URBAN: Menangkal Kejahatan di Tengah Wabah (NELI TRIANA)


KOMPAS/HANDINING

Ilustrasi Pencurian

Suatu siang, sekitar dua pekan lalu, teriakan terdengar dari toko elpiji dan air minum kemasan galon di sudut Kampung Pondok Aren, Tangerang Selatan. Teriakan dari perempuan paruh baya pemilik toko yang kaget, panik, sekaligus ketakutan ketika dua laki-laki bersepeda motor mengambil dua tabung gas kemasan 3 kilogram dari tempat usahanya.

Kejadian kriminalitas di permukiman semacam itu tergolong tak mengejutkan. Jenis barang sasaran adalah yang mudah diambil dan laku cepat dijual. Tabung gas termasuk favorit para pencuri, termasuk tabung gas 12 kg. Selain itu, ada sepeda, sepeda motor, dan gawai. Bagi sebagian orang, nilai uang yang didapat dari aksi kriminal ini mungkin tidak seberapa. Namun, bagi sebagian lain, uang hasil "melego" benda curian bisa jadi sangat berarti.

Gas kemasan 3 kg beserta tabungnya di Tangerang Selatan, misalnya, rata-rata dijual Rp 150.000 per unit. Jika dijual cepat, seperti ke penadah, harganya pasti turun jauh. Entah hanya berapa rupiah yang dikantongi para pencuri itu dengan risiko ditangkap, dihajar massa, sampai dipenjara.

Tiga bulan pertama Covid-19 menyebar di Indonesia, angka kriminalitas cenderung meningkat, terutama di perkotaan.

Bagi si pemilik toko, melapor ke pihak berwenang hanya menambah panjang urusan, sementara barang mereka belum tentu kembali. Peristiwa tersebut dimaknai dengan semakin waspada menjaga ladang rupiahnya. Lalu, kehidupan di kampung kembali bergulir dan sesekali cerita pencurian itu digunjingkan lagi sambil mata makin menatap awas terhadap orang-orang baru di sekitar mereka.

Di masa pandemi yang sudah hampir enam bulan terakhir melanda Indonesia dan di tengah pembatasan kegiatan di berbagai bidang, kriminalitas terbukti masih marak terjadi.

Sepanjang tiga bulan pertama Covid-19 menyebar di Indonesia, angka kriminalitas cenderung meningkat, terutama di perkotaan. Polri menyebutkan, periode 6-19 April 2020, secara keseluruhan ada peningkatan 11,8 persen kasus kejahatan. Selama periode 30 Maret-5 April terdapat 3.413 kasus, sedangkan pada periode 6-19 April meningkat menjadi 3.815 kasus. Peningkatan itu didominasi kasus pencurian dan pencurian kendaraan bermotor (Kompas, 10 Mei 2020).

Kawasan perkotaan, bahkan sebelum pandemi, memang dikenal sebagai pusat terjadinya kejahatan. Hal ini "wajar" mengingat konsentrasi jumlah penduduk di area urban lebih banyak dibandingkan dengan non-urban. Di perkotaan, angka ketimpangan dan kemiskinan juga lebih besar dibandingkan dengan di perdesaan. Kondisi ini, dalam berbagai teori, selalu disebut sebagai salah satu faktor pemicu seseorang menerabas hukum.

Laporan semesteran Indonesia Economic Prospects edisi Juli berjudul "Long Road to Recover" menjelaskan: tanpa bantuan sosial dari pemerintah, penduduk miskin akan bertambah 5,5 juta hingga 8 juta tahun ini. Peningkatan ini terutama disebabkan penurunan pendapatan rumah tangga 5-7 persen seiring peningkatan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan (Kompas, 21 Juli 2020).

Dari data tersebut, potensi penambahan jumlah orang miskin terbuka lebar, seiring peluang membesarnya ketimpangan yang terjadi sebagai dampak bencana non-alam kali ini. Muncul kekhawatiran cepat atau lambat tingkat kejahatan, terutama karena motif ekonomi, bakal terus naik di Indonesia.

Naiknya kasus kejahatan di perkotaan selama pandemi tidak hanya terjadi di Nusantara. Riset University of Pennsylvania, AS, menjadi salah satu acuan laporan di situs SafeWise yang menyebutkan bahwa, meskipun di Amerika Serikat secara umum ada kecenderungan turunnya angka kriminalitas,  beberapa jenis kejahatan justru naik tajam selama pagebluk ini.

Laporan tersebut menyatakan, kejahatan yang tampaknya semakin meningkat saat ini adalah bentuk pembangkangan sipil dalam menghadapi pembatasan sosial untuk mengatasi wabah global, pencurian paket (mencuri barang yang dikirimkan via pos atau jasa pengiriman), mengebut, lonjakan epidemi opioid, serta penyerangan terhadap petugas medis dan penegak hukum.

Selain itu, kejahatan yang terus menghantui, yaitu pencurian di kawasan bisnis komersial yang dibiarkan kosong, kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga, kejahatan kebencian (berita bohong, ujaran kebecian, serta yang terkait suku, agama, dan ras), pencurian kendaraan bermotor, dan penipuan keuangan. Penipuan di bidang keuangan ini juga terkait dengan penipuan di dunia maya seiring melejitnya transaksi daring selama pandemi.

Penyebab melanggar hukum

Mencoba mencari tahu mengapa orang melanggar hukum menjadi pembahasan menarik. Hal ini karena, meskipun dihadapkan pada persoalan yang sama, seperti terimpit ekonomi akibat wabah Covid-19, tidak semua warga menerobos regulasi. Bahkan, dapat dikatakan setinggi apa pun lonjakan angka kejahatan, tetap lebih banyak individu yang menaati aturan.

Meski demikian, kejahatan "sereceh" apa pun terbukti membuat orang sekitarnya terdampak, setidaknya terganggu dan terteror. Untuk itu, menekan pelanggaran hukum selalu menjadi tujuan demi mewujudkan rasa aman dan nyaman publik.

Sigmund Freud, seperti dijelaskan diHistory Learning Site UK, meyakini ada dua faktor utama mengapa seseorang berbuat melawan hukum. Pertama, ada orang-orang dengan superego yang sangat dominan sehingga ingin menghilangkan rasa bersalah dengan dihukum. Agar bisa dihukum, maka yang bersangkutan dengan sengaja berbuat ilegal. Yang kedua, terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kepuasan atas kesenangan yang diraih. Hal ini terkait seks, makanan, harta benda, kedudukan, dan lainnya.‎

Freud juga percaya bahwa orang memiliki kemampuan untuk belajar di masa kecilnya dulu tentang apa yang benar dan apa yang salah. Meskipun setiap orang mungkin secara naluri ingin mendapatkan apa yang diidamkan, sifat ini dapat dikendalikan oleh apa yang dipelajari di tahun-tahun awal perkembangan hidup manusia, baik dari keluarga maupun lingkungan terdekatnya.

Freud yakin orang-orang yang  mendapatkan pemahaman prinsip-prinsip moral saat kanak-kanak dan lantas hilang karena pola asuh yang buruk ada kemungkinan yang bersangkutan akan tumbuh menjadi individu yang kurang mampu mengendalikan dorongan alami untuk memperoleh apa saja yang dimaui.

Ilustrasi Kriminalitas

Larry J Siegel dalam bukunyaCriminology: Theories, Patterns, and Typologies secara umum menyebutkan enam teori tentang mengapa orang melakukan tindak kejahatan. Salah satu teori rujukan Siegel, yaitu Teori Ikatan Sosial Hirschi.

Dikutip dari The Law Project, teori Hirschi secara singkatnya berasumsi bahwa semua individu berpotensi menjadi pelanggar hukum, tetapi mereka tetap mampu mengendalikan diri karena takut perilaku ilegal akan merusak hubungan mereka dengan teman, orangtua, tetangga, guru, dan majikan. Tanpa ikatan atau ikatan sosial ini, dan tidak adanya kepekaan serta minat pada orang lain, seseorang bebas melakukan tindakan kriminal.

Di perkotaan, kepadatan penduduk disertai begitu majemuknya latar belakang masyarakat yang menyesakinya, ditambah menganganya jurang ketimpangan dan kemiskinan, otomatis merenggangkan ikatan sosial. Dalam Explaining Urban Crime, ini disebut salah satu faktor pendongkrak tingginya kriminalitas di wilayah perkotaan.

Simpati, empati, dan ikatan sosial

Pemerintah pusat ataupun daerah, beserta aparat penegak hukum, tak kurang beraksi untuk mengatasi dampak sosial ekonomi di masa pandemi ini. Program stimulus untuk usaha mikro sampai skala industri besar digulirkan sejak awal virus korona baru diketahui menginfeksi warga republik ini, Maret lalu sampai sekarang. Kebijakan-kebijakan tersebut patut diapresiasi meskipun ada sederet pekerjaan rumah agar program tersebut lebih maksimal dan tepat sasaran.

Di luar kebijakan pemerintah, warga hendaknya berupaya sendiri untuk mempererat kohesi sosial. Gerakan siaga pandemi di lingkungan rukun tetangga dan rukun warga (RT dan RW) di sejumlah tempat, termasuk di Jakarta, Bekasi, Depok, dan lainnya, menjadi gejala positif kesadaran publik untuk melindungi diri dengan menguatkan ikatan kelompok.

RT dan RW siaga pandemi ini diwujudkan dengan bersama-sama memonitor keluar masuk warga, penyediaan tempat dan makanan untuk isolasi mandiri bagi warga yang tertular meski tidak mengalami sakit, juga upaya bersih-bersih kampung.

Meningkatkan kohesi sosial ini didorong dibangun tidak hanya di internal RT/RW atau kompleks perumahan saja. Terkadang kesenjangan antarkompleks tempat tinggal memicu ketidaknyamanan di permukiman. Usaha mengikis jurang itu bisa dilakukan dengan cara sederhana, semisal dengan arisan bersama antara warga kompleks perumahan dan kampung yang berbatasan dengan tembok kompleks.

Salah satu teman menyatakan, ia menjalin hubungan baik dengan penjaga lahan kosong di belakang rumahnya. Penjaga lahan itu kini mendirikan warung makan dan menjadi tempat berkumpul pengojek daring. Lapak pemulung menyusul hadir di sana. Dengan mengenal baik si penjaga lahan, berbagai hal yang berpotensi mengganggu kedua belah pihak bisa dikomunikasikan secara baik. "Namanya hidup bertetangga," begitu kata teman ini.

Selama pagebluk, berbagai tips menjaga keselamatan diri sendiri telah banyak beredar. Beberapa di antaranya imbauan untuk selalu mematuhi aturan di mana pun berada, disiplin protokol kesehatan pencegah penularan dengan memakai masker serta menjaga jarak antarorang, menjaga kebersihan pribadi, menghindari hal dan tempat yang berpotensi berbahaya bagi diri sendiri, memasang alarm dan kamera pemantau di rumah, tak lupa selalu mengunci pintu rumah kala bepergian.

Namun, jangan pernah mengingkari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Ada kebutuhan dan tuntutan untuk selalu saling bersimpati, berempati, dan membantu sesama yang layak dipenuhi. Sikap yang bisa menjadi katrol penyelamat di masa serba susah ini.

Kompas, 29 Agustus 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger