Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 26 Oktober 2020

CATATAN URBAN: Bijak Berlibur Saat Cuti Bersama (NELI TRIANA)


KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Warga yang beramai-ramai menjadikan kebun teh di Puncak, Kabupaten Bogor, sebagai tempat rekreasi, Minggu (28/6/2020).

Penawaran menarik datang bertubi-tubi melalui surat elektronik. Layanan kartu kredit bank swasta dan pemerintah menjajakan promosi potongan harga tiket pesawat dan pemesanan kamar hotel. Kemudahan pun diberikan berupa cicilan dengan bunga ringan atas pembelian paket promosi mereka.

Perusahaan penerbangan dan pengelola hotel pun tak kalah kenes menginformasikan kesiapan mereka menyelenggarakan perjalanan dan pengalaman berlibur yang dijamin tak bakal menyalahi aturan kesehatan pencegahan penularan Covid-19.

Coba pula mengintip berbagai situs layanan perdagangan elektronik. Di salah satu situs e-dagang, misalnya, ada diskon 5 persen setiap pembelian tiket moda transportasi dengan tujuan ke mana saja dan potongan Rp 500.000 untuk harga penginapan di mana saja. Ada juga voucer Rp 3 juta untuk sewa penginapan yang bisa menampung empat orang selama 3 hari 4 malam di Bali.

Iming-iming diskon dan paket murah meriah itu menjadi ujian berat bagi setiap insan yang mendamba berlibur dan bersantai. Apalagi yang sudah bosan dan lelah jiwa raga menjalani tujuh bulan pandemi. Dan lagi, sekarang di mana-mana pelonggaran pembatasan sosial sudah terjadi. Status kota-kota Jabodetabek sebagai zona risiko tinggi dan zona risiko sedang, yang berarti potensi penyebaran virus korona baru dan penularan wabah masih tinggi, terkesan tidak terlalu menjadi soal lagi.

Untuk bepergian dengan kendaraan bermotor pribadi sudah sejak berbulan lalu tidak lagi dibatasi. Titik pemeriksaan di jalan-jalan tol sudah menghilang, setidaknya sejak Juni-Juli lalu.

Kini, kebijakan cuti bersama oleh pemerintah diberlakukan dan menambah amunisi bagi warga untuk kembali melanglang buana. Disusul kemudian, pelonggaran aturan bepergian menggunakan moda transportasi umum. Selama cuti bersama, misalnya, ada kebijakan penambahan layanan perjalanan kereta jarak jauh yang berarti minimal peluang mendapat tiket dari Jakarta ke kota-kota di Jawa semakin tinggi.

Nyatanya ada setumpuk umpan diberikan dengan rayuan "kebebasan" atas nama adaptasi kebiasaan baru, tetapi tali kekang tetap ditarik kencang.

Namun, kemudian muncul pula Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada setiap kepala daerah untuk menekankan agar warganya tidak keluar kota selama cuti bersama. Pembatasan, paling tidak tertulis di atas kertas serta dari pernyataan resmi para pejabat di pusat dan daerah, tetap dilakukan. Setiap obyek wisata dan hotel atau tempat penginapan resmi hanya boleh menampung 25 persen hingga 50 persen pengunjung dari total kapasitas normalnya.

Polisi, TNI, dan aparat dari setiap pemerintah daerah dikerahkan menjaga tempat wisata, akses keluar masuk setiap wilayah, sampai kebijakan menambah kapasitas tes cepat dan tes usap reaksi berantai polimerase (PCR). Di sejumlah daerah, seperti Tangerang Raya di Banten bersiap menambah ruang isolasi mandiri untuk mengantisipasi lonjakan kasus, baik pascacuti bersama maupun pascademonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja, beberapa pekan terakhir.

Tim FKM UI bersama Bappenas memproyeksikan kasus Covid-19 di Indonesia diperkirakan baru mereda pada awal 2022. Sumber: presentasi tim UI.

Namun, kebijakan itu laksana janji manis semata. Kenyataannya, fasilitas untuk tes, mulai tenaga kesehatan hingga alat kesehatannya, masih terbatas. Hanya di daerah tertentu, seperti di DKI untuk tingkat provinsi dan di Surabaya untuk level daerah tingkat dua yang dinilai sudah memadai. Ini belum bicara ketersediaan ruang perawatan bagi pasien, baik yang sakit berat maupun ringan, serta ruang untuk isolasi mandiri bagi orang tanpa gejala.

Sepanjang Juni, Juli, dan Agustus lalu, setelah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap pertama di Jakarta yang juga diikuti kebijakan serupa di kawasan sekitar Ibu Kota, jumlah kasus melonjak drastis. Keterisian ruang perawatan di sebagian besar fasilitas kesehatan di Jabodetabek di atas 80 persen, bahkan ada yang telah mendekati 100 persen.‎

Sebagian perusahaan, sudah beberapa bulan ini menerapkan pengetatan pengawasan atas para karyawannya. Tanpa tugas resmi dari kantor, risiko dampak kepergian karyawan ke luar kota, ke lokasi obyek wisata, hingga makan bersama lebih dari 3-5 orang, menjadi tanggung jawab  yang bersangkutan. Dengan demikian, setiap orang mau tidak mau wajib menyiapkan biaya untuk tes cepat, tes usap, dan biaya perawatan kesehatan atau beban kerugian jika harus isolasi mandiri sehingga pekerjaannya terganggu.

Memang inilah yang sedang berlangsung. Nyatanya ada setumpuk umpan diberikan dengan rayuan "kebebasan" atas nama adaptasi kebiasaan baru, tetapi tali kekang tetap ditarik kencang. Saat pemerintah belum mampu menjamin pengendalian wabah sepenuhnya, tanggung jawab penanganan pandemi kini disebar merata antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Publik tetap menanggung beban terbesar karena sejak awal terdampak, baik terjangkit korona maupun terganggunya kegiatan sehari-hari dan ekonomi keluarganya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mural dengan tulisan ajakan untuk melindungi keluarga dengan tetap beraktivitas di rumah menghiasi tembok rumah warga di Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (10/5/2020).

Untuk itu, godaan cuti besar pekan depan ada baiknya ditanggapi dengan kepala dingin. Begitu pula hujan tawaran diskon paket liburan dari berbagai platform.

Jika memang bisa menjamin diri sendiri dan orang lain tidak bakal tertular penyakit, bepergian barangkali tak jadi masalah. Masalahnya, siapa yang bisa menjamin? Jika ada keraguan, mengisi libur di rumah sendiri di lingkungan sekitar yang telah dikenal baik seluk beluknya masih menjadi pilihan cerdas.

Kompas, 24 Oktober 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger