Dr Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bogor (Jawa Barat), duduk di sebuah kursi di satu sisi landai taman indah di Kebun Raya, Bogor. Di sebelahnya tampak dua anggota stafnya yang siap untuk mengerjakan apa yang diperlukan.
"Ibu dan Bapak Juri yang terhormat. Sekarang saya sedang duduk di tempat yang bersejarah. Karena di sinilah pada akhir Juni 2017 Bapak Presiden Joko Widodo dan mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama beramah tamah sambil minum teh. Momentum besar itu ingin kini saya ulang, sambil bersilang dialog dengan topik Kota Bogor sebagai kota kebudayaan."
Kang Bima, yang dikenal sebagai komunikator ulung, lantas bercerita tentang berbagai program yang telah dan akan dilakukan serta berbagai sukses pembangunan kota dengan basis budaya, yang sudah dilaksanakan. Ia berulang kali membanggakan pembangunan monumen di simpang Tugu Kujang, yang bertuliskan semboyan masyarakat Bogor, "Sahitya Raksa Baraya", yang artinya: Solidaritas untuk saling menjaga, memelihara, dan melindungi sesama warga.
Sebagai wali kota yang bertaut hati dengan seni, ia juga mengungkap niatnya untuk memperluas dan memperindah kompleks makam pelukis Raden Saleh, ikon kota Bogor selama 1,5 abad, yang sampai sekarang terimpit di sebuah kampung di kawasan Bondongan.
"Saya ingin menjawab keinginan para pengamat kebudayaan, yang mengharap kebesaran Raden Saleh tidak dikalahkan oleh Olivia Mariamne, istri Stamford Raffles, yang makamnya terbangun anggun di Kebun Raya," katanya.
Tjhai Chui Mie, SH, MH, Wali Kota Singkawang (Kalimantan Barat), tampil di sebuah ruangan yang menghadirkan suasana kontemporer, dengan gemerlap lampu ala interior gedung sinema XXI atau Mega Blizt. Ia sengaja tampil glamor untuk mengimbangi citra kotanya yang bertahan "kuno" dan tradisional dan terkenal sebagai "Negeri Seribu Kelenteng".
Dengan mengenakan ciongsam (busana khas wanita Tionghoa) berwarna merah, ia menjabarkan apa yang ada dalam proposal dan video. Dari ihwal Tidayu (Tionghoa, Dayak, Melayu) yang menjadi suku terbesar di Singkawang, sebutan "Kota Toleran", sampai soal para amoy Singkawang yang dulu acap diboyong dan dinikahi orang-orang Taiwan.
"Kunjungi Singkawang, bumi bertuah, bumi yang membawa hoki. Jangan lupa datang di kala perayaan Cap Go Meh! Jangan lupa mengenyam kue bulan," ujar Tjhai dengan lantang.
Di Banggai (Sulawesi Tengah), Bupati Dr Herwin Yatim, MM, mendaki bukit dan kemudian duduk di sebuah ayunan. Di belakang ayunan tampak pemandangan laut biru yang bukan main indahnya. Di situ ia mengatakan bahwa Luwuk Banggai sangat terkenal dengan keindahan pantainya. Filosofi "pinasa", yang menunaikan semua aspek kehidupan berbasis budaya bersih, menjadikan Banggai sebagai kabupaten yang memesona.
Itulah gambaran sekilas presentasi daring (dalam jaringan) para bupati dan wali kota dalam forum Anugerah Kebudayaan 2021. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang mengundang mereka berpresentasi di Jakarta, tahun ini, berkenaan dengan pandemi Covid-19, mereka cukup "beratraksi" di daerah masing-masing.
Atas hambatan untuk hadir di Jakarta ini, ada beberapa yang menyesalkan. "Betapa pun, saya sangat ingin hadir di Jakarta," kata Dr H Taufan Pawe, SH, MH, Wali Kota Pare-pare (Sulawesi Selatan), yang menjuluki kotanya sebagai "Negeri Cinta Sejati Habibie Ainun" dan "Kota Industri Tanpa Cerobong Asap". Namun di balik keterbatasan itu muncul hikmah, ia berusaha maksimal menghadirkan secara visual daya tarik daerahnya lewat foto dan video.
Maka Dr Nungki Kusumastuti (penari, bintang film) yang didapuk sebagai Ketua Dewan Juri pun bertutur, "Tahun lalu mereka hanya bisa hadir di Jakarta dengan pakaian tradisional. Kini di daerah masing-masing mereka bisa tampil komplet: dengan pakaian khas, dengan setting lokasi khas, dengan interior yang khas!" Pendapat itu disepakati oleh juri lain: Atal S Depari (Ketua PWI), Prof Dr Ninok Leksono (pendidik, wartawan senior), Yusuf Susilo Hartono (penyair, pelukis, wartawan), dan Agus Dermawan T (penulis kebudayaan dan perjalanan).
Pemenang Anugerah Kebudayaan
Keempat bupati dan wali kota di atas memenangi tropi Anugerah Kebudayaan 2021, kompetisi yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, yang bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Selain empat di atas, dewan juri juga memilih enam kepala daerah lain untuk dijunjung sebagai bupati/wali kota paling berbudaya pada setahun ini.
Mereka adalah IB Rai Dharma Wijaya Mantra, SE, MSi. Wali Kota Denpasar (Bali) ini secara sistematis menjadikan kotanya sebagai etalase kebudayaan dan kesenian Bali. Dan mendudukkan kebudayaan Bali sebagai aset utama Orange Economy, atau ekonomi yang berbasis kultural. Ia pun mendirikan gedung Dharma Negara Alaya, yang dikonsepkan sebagai "imperium kreatif".
Dr H Karna Sobahi, MPd, Bupati Majalengka (Jawa Barat) yang terus mengaktualisasi Kawin Batu, Festival Edelweis, Karnaval Rumah Adat Panjalin, tradisi Ceramic Festival, sampai peragaan Jebor (binaraga riang gembira perajin genteng).
H Dedy Yon Supriyono, SE, MM, Wali Kota Tegal (Jawa Tengah), sang pengatur keharusan berbahasa Tegal kepada masyarakatnya pada setiap Kamis. Hj Ika Puspitasari, SE, Wali Kota Mojokerto (Jawa Timur), yang terus menghidupkan kerja budaya Festival Bakar Sate, tarian kuda lumping, pengembangan batik khas, sampai khasiat jamu seperti temulawak, beras kencur dan pahitan, "jamu berbasis budaya" untuk melawan Covid-19. Programnya untuk mendirikan Museum Mojopahit dianggap sebagai hasrat yang spektakuler.
Sementara itu, Semarang (Jawa Tengah), yang diwalikotai Hendrar Pribadi, SE, MM, dengan tertib mempertahankan diri sebagai kota majemuk. Dan tetap mengumandangkan acara dugderan(kombinasi bedug dan petasan). Sebuah tradisi yang dirintis Bupati Prabuningrat pada 1881. Hewan mitologis Warak Endog yang berkepala naga (China), berbadan buraq (Arab), dan berkaki kambing (Jawa) dijadikan sebagai simbol asimilasi budaya.
Kabupaten Sumedang (Jawa Barat), yang dipimpin Bupati Dr H Dhoni Ahmad Munir, ST, MM, tak henti mengembangkan tekatnya untuk jadi tuan rumah Festival Keraton Nusantara 2021. Selain punya tahu sumedang yang maknyus dan legendaris, kota ini juga memiliki perda SPBS (Sumedang Puseur Budaya Sunda). Seleret peraturan daerah yang jadi landasan pelestarian bahasa, manuskrip, adat istiadat, ritus, permainan tradisional, dan sebagainya.
Sebelum sampai ke-10 pilihan itu, berpuluh-puluh kepala daerah mengirimkan proposal dan video mengenai daerahnya masing-masing. Dengan demikian, dewan juri didorong untuk serius membaca ratusan halaman pemaparan yang berkait dengan Indikator Kerja Sasaran (IKS), Indikator Kerya Utama (IKU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), sampai Strategi Pemajuan Kebudayaan (SPK). Pemaparan literer itu diilustrasi oleh video yang bercerita tentang keindahan dan keunggulan daerah, dengan infografik mendetail.
Lima rekomendasi
Setelah mempelajari dan menilai pemaparan para bupati dan wali kota, dan memilih 10 kepada daerah yang paling berbudaya, dewan juri lantas menawarkan rekomendasi untuk penanganan kebudayaan di daerah.
Pertama: Setiap daerah (kabupaten/kota) perlu memiliki perda (peraturan daerah) yang bisa dipakai sebagai payung hukum, sebagai landasan formal gerak pemajuan kebudayaan berkelanjutan di tingkat lokal. Sekaligus ujung tombak pemajuan kebudayaan nasional.
Kedua: Di era kesejagatan nyata maupun maya, semua daerah perlu memiliki strategi jitu dalam pewarisan dan pemasyarakatan aspek-aspek kebudayaan lokal kepada generasi milenial agar kebudayaan lokal (sebagai bagian dari kebudayaan nasional) di daerah terus berkelanjutan.
Ketiga: Selain pengalokasian anggaran yang memadai, daerah perlu meningkatkan sumber daya manusia kebudayaan, infrastruktur nyata maupun maya, program-program yang bermutu, jejaring nasional, hingga internasional agar kebudayaan lokal bisa ikut mewarnai gerak laju kebudayaan global.
Keempat: Memandang penciptaan baru dalam dinamika kebudayaan sebagai keniscayaan. Sementara ekonomisasi karya budaya harus tetap menghormati aspek-aspek pokok kebudayaan, yang berkait dengan identitas, pemilikan hak cipta, kepentingan sosio kultural, hingga kepentingan religiusitas bagi daerah tertentu.
Kelima: Sebagai pilar demokrasi keempat, media massa daerah wajib mengawal kebudayaan. Apalagi oleh UNESCO Indonesia dianggap sebagai negara superpower di bidang kebudayaan. Dengan begitu, diperlukan para wartawan daerah yang memiliki kompetensi di bidang penulisan kebudayaan.
Ujung kalam, tropi Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2021 akan diserahkan kepada bupati dan wali kota pada 9 Februari 2021 di Jakarta dalam upacara Hari Pers Nasional, bersama Presiden Joko Widodo.
(Agus Dermawan T, Penulis tentang budaya dan perjalanan)