Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Januari 2021

ULAS BAHASA: Saltik alias Salah Tik (NUR ADJI)


CAHYO HERYUNANTO

Saltik atau salah tik dalam penulisan terkesan sepele, tetapi sebenarnya dapat mengurangi kualitas tulisan.

"Pencairan Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Terus Berlangsung". Demikian judul berita pada sebuah media daring.

Sekilas tidak ada yang salah dari judul tersebut. Kalimat pada judul itu mengikuti kaidah tata bahasa.Pencairan Korban Kecelakaan Sriwijaya Air merupakan subyek danTerus Berlangsung merupakan predikat.

Namun, jika kita cermati, informasi pada kalimat tersebut sesungguhnya tidak sesuai dengan informasi yang terjadi. Dalam berita dinyatakan bahwa Basarnas dan tim lain sedangmencari korban pesawat jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Mencari, bukan mencair.

Baca juga: Di Balik Istilah Polisi Tidur

Jadi, sesungguhnya yang dimaksud si pembuat berita adalah pencarian, bukan pencairan. Tim penolong bukanmelakukan pencairan (mencair),melainkan melakukan pencarian(mencari) korban yang terkena musibah.

Dalam kasus lain terdapat tulisan berita seperti ini: Truk bermuatan kacang keledai itu melaju dari arah selatan ke utara. Setelah melintasi jalan layang, laju truk tak terkendali sehingga menabrak minibus dan lima sepeda motor.

Selintas, juga tidak ada yang salah dari kalimat tersebut. Barulah setelah kita baca lebih teliti, kita mendapati bahwa yang dibawa truk ternyata adalah kacang kedelai, bukan kacang keledai.

Kesalahan tik bisa juga berupa penempatan atau penambahan huruf sehingga kata yang dimaksud betul-betul salah. Penulis, misalnya, hendak menulis Angkatan Laut dan Angkatan Darat, ternyata yang muncul adalahAngkatan Luat dan Aangkatan Darat.

KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY

Dalam penulisan sering kali ditemukan kesalahan tik yang mengganggu kualitas tulisan secara keseluruhan. Sebagai contoh judul berita "Pencairan Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Terus Berlangsung", semestinya ditulis "Pencarian Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Terus Berlangsung".

Macam-macam penyebab

Kasus salah tik sejenis itu bisa ditemukan pada sejumlah tulisan. Tidak hanya di media (cetak ataupun daring), juga di tulisan-tulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Penyebabnya bisa macam-macam.

Pertama, penulis beranggapan bahwa tidak ada yang salah dari tulisannya. Dia percaya bahwa tulisannya baik-baik saja dan dia langsung memublikasikan tulisannya.

Kasus salah tik bisa ditemukan pada sejumlah tulisan. Penyebabnya bisa macam-macam.

Penyebab pertama ini biasanya berhubungan dengan pekerjaan yang menuntut kecepatan. Informasi yang lebih dahulu tersebar dan dibaca publik, dianggap penulis tersebut, lebih penting daripada akurasi kata. Dengan kata lain, penulisan kata tidak menjadi fokus perhatiannya.

Penyebab kedua, penulis beranggapan bahwa tulisannya akan dibaca orang lain yang kedudukannya lebih tinggi daripada dirinya. Biasanya kesalahan jenis ini berhubungan dengan tempat bekerja si penulis yang hierarkinya berjenjang.

Baca juga: Pewaris Versus Ahli Waris

Di media massa, umpamanya, tulisan berawal dari reporter. Selanjutnya si reporter menyerahkan tulisannya kepada editor yang merupakan atasannya.

Seharusnya editor memeriksa secara keseluruhan naskah setoran si reporter. Namun, yang terjadi, si editor hanya memeriksa keamanan berita dari tulisan tersebut. Ia menyerahkan pemeriksaan bahasa kepada bagian lain.

Di media tertentu, yang menangani bahasa adalah penyunting atau redaktur bahasa. Lagi-lagi reporter atau editor tidak memperhatikan akurasi kata dari pekerjaannya.

KOMPAS/PINGKAN ELITA DUNDU

Kesalahan tik terkesan "sepele", tetapi bisa menjadi kesalahan fatal karena arti yang jauh berbeda. Misalnya, "Mahalnya harga keledaimembuat perajin tahu dan tempe mogok berproduksi", seharusnya "Mahalnya hargakedelai membuat perajin tahu dan tempe mogok berproduksi".

Yang jadi masalah kemudian adalah muncul kelengahan dari bagian penyunting bahasa. Alih-alih diharapkan menjadi penjaga terakhir urusan bahasa, bagian ini malah juga melakukan kesalahan.

Kata salah tik yang tidak terpantau oleh reporter dan editor akhirnya juga tidak terbaca radar penyunting bahasa. Lalu terjadilah kesalahan.

Jadi, anggapan yang muncul dari reporter dan editor, yang "menanggungjawabkan" pekerjaan kepada bagian lain, bisa berujung cacat kredibilitas. Tidak salah dari awal dan dari diri sendiri lebih baik daripada akhirnya salah di semua lini.

Penyebab berikutnya adalah "kecerobohan". Lazim diketahui bahwa ada segelintir orang yang memang mengutamakan satu hal, tetapi "menyepelekan" hal lain.

Baca juga: Pecinta, Pencinta, Bercinta

Kasus seperti ini biasanya terjadi pada penulis yang adakalanya tidak memedulikan lagi hasil pekerjaannya. Yang penting tugasnya menulis sudah selesai, demikian prinsipnya.

Penyebab lain adalah program bahasa pada komputer. Kita tahu bahwa program bahasa pada komputer berbasis bahasa Inggris. Itulah sebabnya, kata yang dalam bahasa Indonesia sudah lazim dipakai, tetapi terbaca "salah" oleh komputer, kata tersebut kemudian diubah secara otomatis oleh komputer.

Kasus kata teh menjadi the, atau bisamenjadi bias, dapat menjadi salah dua contoh yang sering ditemukan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Waspadai kesalahan tik yang disebabkan fiturautocorrect pada program pengolah kata di komputer yang berbasis bahasa Inggris. Kesalahan yang sering terjadi, teh menjadi the atau bisamenjadi bias.

Enggan membaca ulang

Dari semua penyebab itu, sesungguhnya keengganan membaca ulang tulisan yang dibuat merupakan penyebab yang paling penting. Maka, agar kesalahan tidak terjadi, membaca kembali dengan cermat tulisan yang sudah dibuat wajib dilakukan. Pembacaan ulang tidak hanya menyangkut isi, tetapi juga bahasa.

Pembacaan ulang bisa saja dilakukan berkali-kali, apalagi jika tidak sedang dikejar tenggat. Dua kali membaca ulang paling tidak sudah cukup untuk meminimalkan kesalahan.

Baca juga: Kalimat Sejajar dan Tidak Sejajar

Kita harus percaya bahwa produk yang baik tidak boleh mengandung kesalahan. Meski kesalahan tersebut adalah kesalahan tik, produk yang dihasilkan menjadi berkurang nilainya.

Padahal, seperti contoh di atas, kesalahan tik bisa menyebabkan kesalahan makna. Yang mesti diingat adalah tulisan yang baik, yang akurat, mencerminkan siapa penulisnya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Membaca ulang naskah tulisan akan membantu kita menemukan terjadinya kesalahan tik atau kesalahan bahasa.

Berikut, antara lain, beberapa kata yang berpotensi salah tik karena sebab-sebab di atas.

kelapa x kepala

lain x lian

bisa x bias

teh x the

usap x suap

baht x bath

subsisten x subsistem

pertanahan x  pertahanan

tempat makan x tempat makam

penertiban x penerbitan

....

Silakan menambahkan.

Nur Adji, Penyelaras Bahasa Kompas

Kompas, 23 Januari 2021

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger