Dengan upaya yang tepat, menjadi tua diharapkan dapat menjadi perjalanan yang membahagiakan, berkualitas, dan menjadikan warga lansia tetap bermanfaat sebagai agen transfer pengetahuan kepada generasi berikutnya.
Indonesia diprediksi menjadi salah satu negara yang mengalami lonjakan populasi penduduk lanjut usia cukup tinggi. Wan He, dkk (2016) memperkirakan persentase peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia pada 2010-2030 sebesar 107,1 persen. Angka ini setara dengan negara-negara berpenduduk terbanyak di dunia, seperti China (persentase peningkatan sebesar 107,7 persen), India (105,9 persen), dan Amerika Serikat (79,8 persen).
Proporsi populasi warga lansia di Indonesia semakin besar. Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa proporsi populasi lansia pada 2015 sebesar 8,1 persen dari total jumlah penduduk. Proporsi populasi lansia ini terus meningkat menjadi 9,03 persen (2017), 10,7 persen (2020), serta diperkirakan mencapai 12,5 persen pada 2025, dan 14,6 persen pada 2030.
Meski demikian, warga lansia di Indonesia masih lebih sering dipandang sebagai beban ekonomi dibandingkan dengan sebagai sumber daya. Laporan survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai rasio ketergantungan lansia (old dependency ratio/ODR) pada 2021 sebesar 16,76. Hal ini mengindikasikan setiap 100 orang penduduk usia produktif (15-59 tahun) harus menanggung setidaknya 17 penduduk lansia. Angka ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena mencerminkan beban ekonomi yang harus ditanggung, dengan asumsi warga lansia secara ekonomi bukan sebagai individu yang produktif.
Kondisi kesehatan lansia di Indonesia juga belum menggembirakan. BPS (2021) mengemukakan, angka kesakitan warga lansia masih sekitar 20,71 persen. Hal ini berarti bahwa sekitar satu dari lima orang lansia pernah sakit dalam satu bulan terakhir. Kondisi ini akan sangat mengganggu warga lansia dalam menjalani kesehariannya.
Untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi tersebut, penting sekali dilakukan upaya prediktif dan preventif. Upaya-upaya itu diharapkan akan membuat warga lansia di Indonesia dapat menjalani hidup lebih berbahagia, berkualitas, dan peran utama warga lansia sebagai agen transfer pengetahuan antargenerasi dapat berjalan lebih optimal.
Proses menua
Definisi lansia secara umum adalah orang yang berusia 60 atau 65 tahun ke atas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2007 membagi usia populasi menjadi usia pertengahan (middle age; usia 45-59 tahun), lanjut usia (elderly; 60-74 tahun), lanjut usia tua (old; 75-90 tahun), dan usia sangat tua (very old; di atas 90 tahun). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mendefinisikan lansia adalah penduduk yang berumur 60 tahun ke atas.
Setiap warga lansia akan mengalami proses penuaan. Proses penuaan adalah suatu proses kemunduran, terutama dari aspek organobiologis dan psikologik. Proses penuaan seseorang ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup ketika muda. Kondisi kesehatan seseorang ketika lansia merupakan hasil dari proses akumulasi sejak dalam kandungan, anak-anak, dewasa, dan menjelang lansia.
Proses penuaan seseorang ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup ketika muda.
Kelompok lansia yang telah membiasakan pola hidup sehat sejak muda akan memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang masa lalunya tidak berperilaku hidup sehat. Meski demikian, potensi untuk menjadi warga lansia yang sehat dan aktif akan berhadapan dengan meningkatnya risiko berbagai macam penyakit, khususnya penyakit terkait proses penuaan.
Upaya mandiri
Aktivitas fisik secara teratur sejak usia muda dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental secara bermakna sampai saat lansia. Hasil penelitian National Institute on Aging (2021) menunjukkan bahwa aktivitas fisik mulai dari yang ringan, seperti berjalan atau berkebun, apabila dilakukan secara teratur, sudah dapat memberikan manfaat yang cukup besar. Manfaat tersebut antara lain mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, meningkatkan suasana hati bahagia dan semangat, serta dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kognitif otak lainnya.
Aktivitas fisik aerobik ringan sampai sedang, minimal sekitar 150 menit seminggu, sangat dianjurkan. Aktivitas fisik yang direkomendasikan antara lain berjalan, berenang, dan bersepeda statis. Aktivitas tersebut ditujukan untuk latihan jantung, latihan kekuatan otot rangka, latihan keseimbangan, dan latihan fleksibilitas. Kombinasi ini dapat memberikan manfaat kesehatan yang paling komprehensif, membantu meningkatkan kekuatan tubuh menjaga keseimbangan, mengurangi risiko jatuh, dan meningkatkan mobilitas secara keseluruhan. Namun, aktivitas fisik yang dilakukan tersebut harus memperhatikan kondisi masing-masing warga lansia.
Hal penting berikutnya untuk mempertahankan kualitas hidup warga lansia adalah nutrisi yang tepat. Diet seimbang, kaya buah-buahan, sayuran, protein tanpa lemak, dan lemak sehat dapat mengurangi risiko banyak penyakit kronis. ”Diet Mediterania” yang menekankan komponen-komponen tersebut telah terbukti dalam banyak penelitian dapat meningkatkan kesehatan jantung dan menjaga fungsi kognitif otak. Selain pola makan tersebut, memastikan kecukupan kebutuhan cairan dan membatasi asupan natrium dan gula, juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan kelompok lansia secara keseluruhan.
Lansia sering mengalami rasa ketersendirian dan merasa terisolasi, padahal kesehatan mental dan sosial adalah komponen kualitas hidup yang penting bagi warga lansia. Mereka yang tetap aktif secara sosial dan terstimulasi secara mental dapat mengusir rasa kesepian, depresi, dan penurunan fungsi kognitif. Bersosialisasi dengan teman dan keluarga, terlibat dalam hobi atau keseminatan, serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan di masyarakat semuanya berperan penting dalam menjaga kebahagiaan dan kesehatan mental kelompok lansia.
Aktivitas kognitif, seperti membaca, belajar bahasa yang berbeda, mengisi teka-teki silang atau permainan latihan otak yang lain, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada generasi yang lebih muda, juga sangat membantu mempertahankan fungsi kognitif kelompok lansia. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran seumur hidup dapat menunda penurunan fungsi kognitif dan membantu mencegah timbulnya demensia (kepikunan), termasuk penyakit Alzheimer.
Aksesibilitas lingkungan sekitar yang aman dan ramah bagi warga lansia juga penting untuk memastikan kesejahteraan mereka. Kejadian jatuh pada kelompok lansia merupakan penyebab utama cedera. Oleh karena itu, upaya meningkatkan keamanan di rumah untuk mengurangi risiko jatuh pada warga lansia merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Memodifikasi berbagai peralatan dan perabotan di rumah supaya tidak tersandung, memasang pegangan di kamar mandi, memastikan pencahayaan ruangan yang memadai, merupakan beberapa upaya yang dapat membantu mencegah jatuh pada lansia. Teknologi juga dapat membantu meningkatkan aksesibilitas dan keamanan. Perangkat seperti sistem peringatan dan monitor yang dapat mendeteksi lansia jatuh bisa membantu menjaga lansia lebih aman dan terlindungi.
Pemeriksaan kesehatan fisik dan mental secara rutin dapat sangat membantu menjaga kesehatan lansia. Melalui pemeriksaan kesehatan rutin, kemungkinan adanya gangguan kesehatan fisik dan mental dapat dideteksi lebih awal sehingga diharapkan dapat dilakukan intervensi yang lebih optimal. Pemeriksaan kesehatan rutin tersebut antara lain berupa pemeriksaan fungsi penglihatan dan pendengaran, pemeriksaan densitas tulang, pemeriksaan penyakit kronis, seperti gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes, serta pemeriksaan daya ingat dan fungsi kognitif lainnya.
Pelayanan kesehatan
Salah satu langkah utama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan kualitas sistem pelayanan kesehatan. Upaya tersebut terutama terkait aksesibilitas warga lansia terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, khususnya layanan preventif dan layanan geriatri.
Hal yang dapat dilakukan antara lain memperbaiki sistem jaminan kesehatan dengan meningkatkan besaran anggaran layanan kesehatan terkait kelompok lansia dan mengurangi biaya pribadi yang harus mereka keluarkan. Selain itu, perlu juga dilakukan perbaikan sistem pendaftaran dan antrean pasien secara daring (online) di puskesmas atau rumah sakit supaya menjadi lebih ramah bagi kelompok lansia, serta memisahkan layanan geriatri dengan layanan kesehatan lain supaya alokasi waktu layanan dapat lebih memadai.
Investasi pemerintah dan masyarakat dalam program sosial juga dapat meningkatkan kualitas hidup warga lansia. Program yang dapat dilakukan antara lain menyediakan layanan makanan dan transportasi umum bersubsidi, perpustakaan khusus lansia, pusat-pusat kegiatan lansia, serta melibatkan lansia dalam berbagai kegiatan sosial yang memungkinkan. Selain itu, juga dapat dikembangkan pusat layanan warga lansia secara virtual menggunakan teknologi informasi.
Sistem pensiun yang kuat dapat memberikan dukungan keuangan kepada warga lansia untuk mempertahankan standar hidup yang layak dan mengakses layanan yang diperlukan.
Upaya-upaya tersebut dapat membantu warga lansia menjaga kemandirian dan interaksi sosial. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan kesehatan mental kelompok lansia secara keseluruhan.
Pemerintah juga dapat membuat kebijakan terkait perumahan untuk mengakomodasi kebutuhan warga lansia. Kebijakan yang dapat dilakukan misalnya penyediaan dana untuk modifikasi rumah sebagai upaya mengurangi risiko jatuh pada lansia, serta mengembangkan perumahan ramah kelompok lansia yang terjangkau dan lebih mudah diakses.
Sistem pensiun yang baik merupakan langkah penting yang juga dapat diselenggarakan pemerintah. Sistem pensiun yang kuat dapat memberikan dukungan keuangan kepada warga lansia untuk mempertahankan standar hidup yang layak dan mengakses layanan yang diperlukan.
Optimalisasi promosi kesehatan masyarakat terkait lansia aktif juga merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan. Kegiatan tersebut dapat berupa olahraga dan pelatihan diet khusus kelompok lansia yang dapat membantu mereka menjadi tetap aktif secara fisik dan sosial. Selain itu, kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menciptakan peluang pengembangan berbagai program untuk belajar seumur hidup, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat.
Hal yang juga harus menjadi perhatian pemerintah adalah adanya kasus-kasus penelantaran dan penistaan terhadap kelompok lansia. Pemerintah harus menyusun suatu peraturan perundangan dan menegakkan hukum untuk melindungi mereka dari pelecehan fisik, emosional dan keuangan, serta menciptakan layanan dukungan bagi warga lansia yang menjadi korban.
Kelompok lansia dengan proses penuaannya merupakan bagian kehidupan yang tidak terhindarkan bagi individu yang mendapatkan karunia umur panjang. Meski demikian, dengan upaya yang tepat diharapkan bagian kehidupan itu dapat menjadi perjalanan yang membahagiakan, berkualitas, dan menjadikan lansia tetap bermanfaat sebagai agen transfer pengetahuan kepada generasi berikutnya.
Terdapat banyak upaya, baik secara mandiri maupun sebagai program pemerintah dan masyarakat, yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Dengan mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan terkait bonus demografis tersebut, kita dapat bersama-sama menciptakan masyarakat yang menghargai dan mendukung warga lansia kita.
Gea Pandhita S, Dokter Spesialis Neurologi dan Clinical Epidemiologist dan Kepala Laboratorium Neurosains di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta; Anggota Kelompok Studi Neurogeriatri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi)
Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/06/14/mewujudkan-lansia-yang-berkualitas-dan-bahagia