Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 31 Mei 2011

Mending Harmoko Daripada Jubir SBY

Oleh: Irvan Ali Fauzi
Nasional - Selasa, 31 Mei 2011 | 07:45 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Figur Harmoko, Menteri Penerangan era Orde Baru, dinilai lebih baik dibanding juru bicara dan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyuarakan sikap Presiden.

"Masih lebih baik Harmoko pada saat Orde Baru dulu," ujar budayawan dan politisi Eros Djarot menyikapi sikap presiden menangkis SMS fitnah pada dirinya yang disampaikan langsung tanpa melalui seorang jubir, Selasa (31/5/2011).

Seorang Harmoko, kata Eros, sangat piawai menyampaikan informasi seputar Presiden Soeharto, meski banyak yang mencibir karena sering mengatakan "Menurut petunjuk Bapak Presiden".

Eros menyesalkan peredaran SMS berisi kampanye hitam yang menyerang Presiden SBY secara pribadi. "Bolehlah kita kritik presiden kita, tapi untuk hal yang bersifat pribadi tidak perlu seperti itu," katanya kepada INILAH.COM.

Karena itulah, menurutnya, seorang Presiden tidak perlu turun langsung membuat pernyataan untuk menangkis segala tudingan fitnah itu.

"Bisa diwakilkan, yang secara institusi Pak SBY tidak perlu turun langsung," katanya mengomentari pernyataan Presiden di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (30/5/2011), menanggapi beredarnya SMS yang disebutnya menyebarkan racun fitnah dengan tidak kestaria.

Seperti diketahui, saat ini jabatan Juru Bicara Presiden diemban oleh Julian Aldrin Pasha. Selain memiliki juru bicara, Presiden juga dibantu oleh 12 orang staf khusus. [nic]

http://nasional.inilah.com/read/detail/1560812/mending-harmoko-daripada-jubir-sby

__


__,_._,___

Sewot SMS Bodong II

Pokok Bergoyang
Selasa, 31 Mei 2011 00:01 WIB

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono kemarin menggelar konferensi pers yang tergolong unik di dunia. Bahkan, unik dan langka. Mengapa? Karena konferensi pers itu menanggapi SMS (short message service) gelap.

SMS itu beredar Sabtu (28/5) yang dikirim dari telepon seluler nomor Singapura. Pengirimnya bernama M Nazaruddin, yang menyebut dirinya 'telah dijebak, dikorbankan, dan difitnah. Karakter, karier, masa depan saya dihancurkan'.

Isi SMS itu (demi kepatutan tidak kita beberkan) membuat kita geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecut. Isinya menohok sejumlah tokoh sentral Partai Demokrat mulai dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, hingga Andi Nurpati.

Sejak SMS itu beredar, elite Demokrat hingga kalangan Istana Kepresidenan ramai-ramai membantah isi SMS. Mereka menilai isi SMS itu hanyalah fitnah terhadap Presiden dan Partai Demokrat.

Bantahan itu ternyata tidak memuaskan. Buktinya, Presiden Yudhoyono terjun langsung menanggapi SMS itu. Sebelum berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat, kemarin, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Presiden menggelar konferensi pers khusus menegaskan lagi bahwa isi SMS itu sepenuhnya fitnah yang dilemparkan dari ruang gelap.

Presiden menyerukan agar negeri ini tidak menjadi tanah dan lautan fitnah karena hal itu tidak mencerdaskan bangsa. Para penyebar fitnah dinilai sebagai pengecut dan tidak kesatria.

Kita semula mengira SMS gelap itu tidak akan ditanggapi, apalagi dibantah. Sikap itu misalnya diperlihatkan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum yang enggan menanggapi SMS tersebut. Karena itu, kita tersentak sekaligus prihatin ketika Presiden menanggapi SMS tersebut. Sikap reaktif itu bisa menuai reaksi balik, jangan-jangan isi SMS itu benar.

Tentu saja kita tidak ingin anggapan itu muncul dan berkembang di tengah publik. Akan tetapi, siapakah yang dapat membendungnya tatkala publik justru memercayai isi SMS itu karena Presiden menanggapinya? Bukankah publik bisa berpandangan bahwa ada asap karena ada api?

Di sebuah negara yang baru mengalami euforia demokrasi dan gandrung ber-SMS, kita menduga akan banyak muncul SMS sejenis di masa mendatang. Lagi pula, dari sudut substansi, sesungguhnya apakah bedanya SMS gelap yang menggunakan teknologi modern dengan surat kaleng yang juga gelap? Menanggapi surat kaleng jelas perkara yang tak elok, seperti kurang kerjaan, bahkan menunjukkan kurang pede.

Pemimpin mestinya tegar menghadapi segala macam situasi. Dia harus mampu memilah isu besar yang menjadi tanggung jawabnya dan hal-hal remeh temeh yang perlu diabaikan. Surat kaleng tetaplah surat kaleng sekalipun menggunakan baju canggih bernama short message service alias SMS.

SMS bodong itu diakui muncul dari ruang gelap, dikirim pengecut yang tidak kesatria. Tetapi, mengapa menanggapi hantu? Mengapa pemimpin bangsa menanggapi pengecut? Apakah kesatria menanggapi yang bukan kesatria?

Kita teringat pepatah lama; kalau tiada angin bertiup, takkan pokok bergoyang.

_

Jumat, 27 Mei 2011

Mari Elka Pangestu Menteri Indonesia yang Aneh

Mari Elka Pangestu Menteri Indonesia yang Aneh
Kamis, 26 May 2011 09:30 WIB

RIMANEWS - Direktur Eksekutif Econit Advisory Group, Hendri Saparini mengatakan nasionalisme Mari Elka Pangestu yang sudah dua periode menjadi Menteri Perdagangan, patut dipertanyakan. Secara umum kebijakan Mari Elka menghancurkan basis industri dalam negeri dan di saat bersamaan menciptakan pengangguran yang merupakan basis kemiskinan yang meluas.

Menurut Hendri yang dihubungi beberapa saat lalu, bukti paling dekat dari nasionalisme Mari yang patut dipertanyakan itu adalah saat dia menjadi ketua delegasi Indonesia dalam forum renegosiasi China Asean Free Trade Agreement (CAFTA) bulan April tahun lalu.

Ketika itu ada 228 pos tarif
yang sedang diperbincangkan. Renegoisasi tersebut sangat krusial karena kalau gagal dapat mengancam kehidupan sembilan subsektor industri dalam negeri. Tetapi, Mari Elka Pangestu seakan berpihak kepada RRC dengan menyatakan Indonesia siap menerima barang China dalam jumlah yang lebih banyak.

Hasil pembicaraan antara Mari Elka Pangestu dan Menteri Perdagangan China, Chen Deming, di Jogja itu dituangkan dalam tujuh butir kesepakatan.

Menurut Hendri kesepakatan Jogja itu jelas merugikan Indonesia. Misalnya butir kelima yang menggarisbawahi peningkatan kredit ekspor dan impor serta kredit buyer.

"Kebijakan ini jelas merugikan industri dalam negeri, karena akibatnya importir-importir Indonesia harus tetap mengimpor barang-barang dari Cina lebih banyak," ujar Hendri.

Dalam kesepakatan itu, juga disebutkan bahwa Indonesia dan China akan menekan defisit perdagangan kedua negara. Menurut hemat Hendri, dari pasal ini saja terlihat
betapa Mari Elka Pangestu tidak berfikir lebih jauh mengenai dampak negatif yang akan terjadi di Indonesia, setelahnya.

"Indonesia ditekan untuk selalu megekspor bahan mentah dan bahan baku. Sedangkan China mengimpor barang-barang jadinya. Ini kan aneh. Jelaslah China sangat senang dan untung kalau dapat banyak bahan mentah dan baku dari Indonesia," ujar Hendri lagi.

Di sisi lain, kehadiran mass product China ke pasar domestik merusak industri dalam negeri. Dengan demikian, dapat dipahami bila kalangan yang akhirnya menilai bahwa kebijakan Mari Elka Pangestu selama ini anti ekonomi domestik.

Hendri juga mencatat Mari Elka Pangestu sebagai figur yang sangat agresif untuk memberikan keuntungan kepada bangsa lain.

Sikap ini juga terlihat dalam penyusunan kesepakatan Free Trade antara Uni Eropa dan Asean. Berbeda dengan negara Asean lain yang membutuhkan waktu untuk membangun sistem yang dapat memperkuat perekonomian dalam
negeri mereka, Mari Elka malah sangat mendorong, agar kesepakatan itu terwujud secepatnya.

Hendri menuding Mari tidak pernah mempertimbangkan manfaat kesepakatan perdagangan bebas. Menurutnya, menteri tersebut sangat agresif di satu sisi, namun tidak memperhatikan solusinya di sisi lain. Mari seharusnya memperkuat industri dalam negeri dengan mempersiapkan strategi yang matang dan membangun iklim kompetisi dalam negeri yang kuat.

"Tetapi faktanya Mari justru lebih agresif dalam membela kepentingan asing sehingga industri dalam negeri kita terpukul. Dan itu dibiarkannya," demikian Hendri

Catatan Bambang Soesatyo

UNFAIR trade yang dipraktikan China terhadap Indonesia sedang merusak sendi-sendi kemandirian ekonomi bangsa. Semua elemen bangsa harus menyadari kecenderungan ini, serta terus berupaya menghentikan proses pengrusakan itu. Jika terus terbuai oleh produk impor dari
China berharga murah, kita mewarisi bom waktu bagi anak-cucu kita.

Kasus pembelian 15 unit pesawat MA-60 buatan China yang dioperasikan Merpati Airlines memang tidak menyenangkan banyak kalangan. Tetapi, kalau pembelian itu menimbulkan kerugian bagi Indonesia, nilai kerugiannya tidak sebanding dengan proses pengrusakan sendi-sendi kemandirian ekonomi bangsa akibat praktik unfair trade China terhadap Indonesia. Namun, debat seputar untung-rugi pembelian MA-60 itu, berikut semua kejanggalan prosesnya, patut dijadikan momentum untuk memperbarui desakan kepada pemerintah untuk mengoreksi kebijakan kerjasama perdagangan dengan China.

Berdasarkan kepentingan dan semangat itulah, saya pekan lalu menyuarakan kecaman kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pengestu. Sebelumnya, dalam konteks hubungan dagang RI-China, saya mengecam para menteri ekonomi dengan mengatakan mereka tidak militan membela kepentingan nasional.

Lalu, ketika banyak
kalangan mulai cemas melihat banjir produk China di pasar dalam negeri, muncul kesan pemerintah melakukan pembiaran. Ada juga yang menyebutnya sebagai legalisasi penyelundupan produk China. Pembiaran atau legalisasi penyelundupan itu saya ibaratkan sebagai subversi terhadap ekonomi negara. Dari penyikapan yang kritis-tegas itu, harapannya tak muluk-muluk, kecuali membangunkan keprihatinan pemerintah serta mendorong inisiatif mengoreksi kebijakan perdagangan dengan China.

Tercatat bahwa berbagai elemen masyarakat sudah berulangkali menyuarakan keprihatinan yang sama, serta mengingatkan pemerintah bahwa pembiaran terhadap agresivitas China sangat membahayakan kepentingan nasional. Deindustrialisasi sedang dan terus berproses. Itu berarti ketahanan ekonomi nasional sedang menghadapi ancaman sangat serius.

Kalau hanya berpikir tentang kepentingan jangka pendek, kita boleh saja tidak memedulikan agresivitas China yang unfair itu. Akan
tetapi, marilah kita berpikir strategis dan demi kepentingan jangka panjang, kepentingan anak- cucu atau generasi penerus kita. Kalau pun generasi terkini belum mampu mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa dalam artian utuh, kita setidaknya tidak mewarisi bom waktu kepada mereka. Pembiaran terhadap proses deindustrialisasi saat ini adalah bom waktu yang belum tentu mampu ditanggung anak-cucu kita di masa yang akan dating.

Itulah salah satu alasan strategis kita untuk terus dan terus mendesak pemerintah mengoreksi atau me-renegosiasi Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA). Renegosiasi mutlak diperlukan karena kita harus menjaga dan melindungi kepentingan nasional, terkini dan masa depan. Sebagai pasar yang besar, kita menolak jika Indonesia hanya dijadikan pasar oleh China atau India. Kita yakin mampu mewujudkan kemandirian, dan karena itu kita menolak skenario yang akan menjadikan Indonesia memiliki ketergantungan pada negara lain atau
raksasa-raksasa ekonomi dunia. Kita menerima kesepakatan perdagangan bebas dengan siapa saja, tetapi semua negara mitra dagang harus fair, tidak boleh mengeksploitasi kelemahan dan kekurangan kita.

Akan tetapi, karena imbauan dan keprihatinan publik itu tidak juga ditanggapi pemerintah, sebuah kecaman yang lebih keras diperlukan agar presiden dan para menteri selalu sadar dan tahu bahwa rakyat tidak sependapat dengan sikap dan kebijakan pemerintah menghadapi agresivitas dan unfair trade yang dipraktikan China. Sebab, kebijakan mengenai hubungan dangan China sudah menimbulkan kerusakan yang sangat mengkhawatirkan.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sudah memastikan bahwa banjir produk China mendorong pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) mengalihkan orientasi atau banting setir menjadi importir atau penjual produk impor karena lebih menguntungkan. Apindo memprediksi, kecenderungan itu akan berlanjut bila banjir produk China
serta India dengan modus dumping tidak dibendung.

Kalau sebelumnya banyak UMKM mengkreasi produk, kini semangat itu sudah tidak ada lagi. Skala usaha kecil sudah diturunkan menjadi skala mikro, sementara usaha berskala mikro diturunkan sektor informal. Apindo mencatat, kecenderungan perubahan itu melanda sektor garmen, kerajinan tangan, furniture, serta sektor makanan dan minuman.

Keberpihakan

Itulah proses deindustrialisasi. Risikonya sangat menakutkan, karena kemampuan UMKM menyerap tenaga kerja anjlok. Kalau pada 2009, sekitar 52 juta unit bisnis UMKM mampu menyerap hingga 96 juta pekerja, kini sisa daya serap itu hanya sekitar sepertiganya saja. Harap digarisbawahi, 30% UMKM dimiliki dan dikelola oleh kaum perempuan. Kalau ilustrasi singkat ini tidak juga membuat pemerintah prihatin, kepada siapa sebenarnya pemerintahan ini mengabdi?

Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS), defisit perdagangan China – Indonesia kian melebar. Impor dari China ke Indonesia per Maret 2011 mencapai 1,37 miliar dari bulan sebelumnya (Februari) yang 1,34 miliar dolar AS. Mayoritas produk impor dari China adalah barang modal dan barang konsumsi..

Para ahli perdagangan dan praktisi sudah memberi banyak masukan atau opsi untuk membendung agresivitas dan unfair trade yang diterapkan China. Opsi renegosiasi bilateral RI-China bagi implementasi CAFTA ternyata tidak terlaksana. Inisiatif pemerintah kedua negara dalam pertemuan di Yogyakarta untuk memperketat pengawasan ekspor-impor pun nyaris tidak membuahkan hasil apa pun. Lalu, sampai pada opsi membuat hambatan dengan menerapkan kebijakan Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard. Opsi BMAD dan BMTP pun tidak ditanggapi.

Lalu, tidakkah rakyat Indonesia berhak bertanya; dengan strategi apa pemerintah akan menjaga
dan melindungi kepentingan negara dan melindungi perekonomian rakyat Indonesia dari agresivitas dan unfair trade yang dipraktikan China? Ketika kita mendapatkan jawaban yang meyakinkan, apakah semua warganegara pun harus diam saja? Lalu, siapa lagi yang akan menjaga negara ini kalau bukan rakyatnya sendiri?

Kita mencatat bahwa sudah sejak awal Menteri Perindustrian MS Hidayat
mengungkap kecurangan China dalam implementasi CAFTA, yang mengakibatkan terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia.. Dia sudah mengambil prakrasa untuk renegosiasi, namun dia diperintah untuk membatalkan agenda renegosiasi itu. Padahal, dalam konteks mengamankan kepentingan nasional, implementasi CAFTA harus dikoreksi melalui kesepakatan bilateral RI-China.

Kalau pemerintah terlihat begitu minimalis, wajar bila muncul pertanyaan tentang keberpihakan pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam konteks CAFTA itu. Berpihak pada negara atau mitra
dagang? Juga aneh jika pemerintahan ini tidak prihatin dengan proses deindustrialisasi yang berkelanjutan di dalam negeri. Padahal deindustrialisasi itu sendiri bukan isapan jempol. Banyak bukti sudah dikemukakan, bahkan termasuk oleh institusi pemerintah sendiri. Beberapa kalangan seperti sudah kehilangan argumentasi, sehingga tidak tahu lagi bagaimana caranya agar pemerintahan ini bisa disadarkan tentang fakta deindustrialisasi itu.

Pembiaran terhadap proses deindustrialisasi adalah bom waktu bagi anak cucu.
Sebab, deindustrialisasi akan mereduksi dan menghilangkan puluhan juta lapangan kerja di dalam negeri, kegiatan produksi barang modal maupun barang konsumsi sangat minim. Sektor manufaktur akan lumpuh, karena aneka ragam keperlun dipenuhi dengan cara impor.Karena lapangan kerja yang tersedia sangat minim, akan ada begitu banyak orang yang sulit mencari penghasilan karena menganggur. Kegagalan negara mengatasi pengangguran
menyebabkan terjadinya proses pendalaman masalah kemiskinan.

Gelisah karena menganggur dan miskin akan menjadi sumbu pemicu ledakan sosial. Sekarang ini, Kita boleh saja meremehkan potensi masalah itu. Tetapi, siapa yang bisa menduga apa yang akan terjadi dalam rentang waktu lima hingga 10 tahun mendatang, ketika jumlah penganggur dan warga miskin terus membengkak?

Tidak ada maksud apa pun ketika saya mengecam Mari Pangestu. Apalagi dibelok-belokan ke soal sara, etnis atau isu rasis. Saya hanya ingin mengingatkan agar Presiden dan para menteri ekonomi tidak mewariskan bom waktu.(RM/rima)

http://www.rimanews.com/read/20110526/29420/mari-elka-pangestu-menteri-indonesia-yang-aneh

Anas Urbaningrum Ternyata Jadi Bagian dari Gurita Bisnis Keluarga Nazaruddin di Riau

Jumat, 27 May 2011 04:42 WIB

PEKANBARU, RIMANEWS- Gurita bisnis keluarga mantan Bendahara Umum DPP
Partai Demokrat Nazaruddin di Riau ternyata juga melibatkan ketua Umum
DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Anas masuk dalam jajaran
Komisaris di bisnis perkebunan sawit PT Panahatan yang dipimpin
Direktur Utama (Dirut) Muhammad Nasir yang juga kakak sepupu Nazaruddin.

"Iya benar, keluarga Nazaruddin dan Nasir punya bisnis perkebunan sawit
di Duri (PT Panahatan). Mereka juga menguasai berbagai bisnis dan
proyek lainnya di Riau, seperti jasa kontruksi dan tender proyek di
rumah sakit," kata Koordinator Divisi Kaderisasi, Pendidikan, dan
Pelatihan DPD Partai Demokrat Riau Ronny Riansyah seperti dirilis Media
Indonesia, Kamis (26/5).

Ronny mengungkapkan bisnis sawit keluarga Nazaruddin yang masih
berhubungan saudara dengan Muhammad Nasir yang kini duduk sebagai
anggota DPR-RI Partai Demokrat pemilihan Riau sempat menjadi sorotan
media massa, karena lahannya bermasalah dan bersengketa dengan warga
sekitar.

Namun perkembangan kasus sengketa itu tiba-tiba terhenti yang dari
keterangan warga diduga akibat adanya pengaruh orang kuat di Senayan,
Jakarta.

"Dulu pernah ribut tentang bisnis sawit mereka itu di surat kabar lokal. Bisnisnya bermasalah," ujar Ronny.

Dari informasi yang berhasil dihimpun Media Indonesia, bisnis sawit
keluarga Nazaruddin bersama istrinya Neneng, dan kakaknya Muhammad
Nasir, menempatkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum
sebagai Komisaris dengan kepemilikan saham sebesar 35%.

Sedangkan Nazaruddin duduk di kursi Presiden Komisaris dengan porsi
saham yang sama yakni 35%. Sementara Muhammad Nasir menjadi Direktur
Utama dengan kepemilikan saham 30%.

"Lahan sawit di pematang pudu itu berada kawasan hutan lindung Suaka
Margasatwa Balai Raja. Daerah itu adalah ring road populasi gajah. Di
sana kerap terjadi konflik kematian gajah," ujar Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Hariansyah Usman.

Menurut Hariansyah, adanya perkebunan sawit di daerah itu jelas-jelas
melanggar karena kawasan tersebut adalah suaka margasatwa. Adapun
konflik kematian gajah yang kerap terjadi disebabkan oleh semakin
membeludaknya lahan sawit di daerah tersebut.

"Kita sering terima pengaduan warga soal sengketa sawit disana," jelas Hariansyah.

Senada dengan itu, Eri, pemilik kebun sawit yang berbatasan langsung
dengan 2.000 hektare kebun sawit PT Panahatan yang diduga kongsi bisnis
Nazaruddin dan Anas Urbaningrum, menjelaskan sengketa lahan yang
terjadi disebabkan karena banyaknya surat tanah ilegal yang diperjual
belikan secara bebas.

Konflik terjadi karena perusahaan di sekitar pemukiman warga di
Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau
sering mencaplok lahan warga.

"Kita tak tahu siapa pemilik perusahaan-perusahaan itu. Tapi mereka suka ambil lahan dan itu membuat warga marah," ujarnya.

Sementara itu, dari hasil penelusuran Media Indonesia, Nazaruddin
ternyata memiliki keluarga besar di Pekanbaru. Mertuanya, Nurmani
merupakan warga Jl Amal, Kecamatan Sukajadi Pekanbaru.

Istri Nazaruddin, Neneng, juga merupakan anggota Partai Demokrat.
Neneng juga pernah ikut pemilihan anggota DPR-RI Dapil II dari Riau.
Sedangkan sepupu Nazaruddin, Muhammad Nasir selain anggota DPR RI juga
mantan pengurus DPD Partai Demokrat Riau.

Begitu juga kakak sepupunya, Rita Zahara merupakan Bendahara Umum
(Bendum) DPD Partai Demokrat Riau sekaligus Ketua Fraksi Demokrat DPRD
Riau.

Keluarga besar Nazaruddin ini menempati tanah keluarga seluas 220 meter
persegi di Jl Amal tersebut. Abang Neneng, Syafrizal membuka usaha
warung rumah makan di dekat rumah keluarga itu. Di sampingnya kini
berdiri bangunan mewah berlantai dua yang hampir rampung.

Rumah mewah bergaya minimalis ini, menurut Syafrizal dibangun secara
bergotong royong sesama keluarga besar Nurmani. Nazaruddin dan Neneng
disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar untuk membantu pembangunan
rumah orang tuanya itu yang ditaksir senilai Rp2 miliar.

"Biaya pembangunan rumah ini ditanggung bersama. Namun sebagian besar
dana berasal dari Nazaruddin dan istrinya, Neneng,? kata pria yang
akrab disapa Eri ini.

Rumah mertua Nazaruddin yang tengah dibangun itu terbilang paling mewah
dibandingkan dengan rumah-rumah yang berada di sekitarnya. Rumah mertua
Nazaruddin itu persisnya mulai dibangun sejak delapan bulan
lalu.[ach/MI]

http://www.rimanews.com/read/2011052...-nazaruddin-di

Nazarudin Juga Danai Ibas dan Anas Rp 10 M

2011-05-27

Nazarudin Juga Danai Ibas dan Anas Rp 10 M

JAKARTA - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
benar-benar orang berpengaruh dan kuat. Pasalnya, selain memberikan
sumbangan uang yang cukup besar ke Partai Demokrat yakni Rp 13 miliar,
anggota Komisi III DPR RI ini ternyata juga membiayai kegiatan Anas
Urbaningrum, Ketua Umum PD dan Ibas, Sekjen PD yang setahunnya mencapai
Rp 10 miliar.

"Dia punya catatan tentang penggunaan dana. Semuanya dicatat termasuk
biaya penyewaan pesawat untuk kegiatan Anas dan Ibas yang setahunnya
mencapai Rp 10 miliar," ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya.

Selain bukti-bukti itu, sumber itu juga meyakinkan Nazar memiliki
bukti-bukti aliran uang ke sejumlah petinggi PD, seperti, Jhoni Allen
Marbun, serta keluarga SBY.

Pernyataan Nazar, tentu saja bukan tudingan sembarangan.Sebagai
bendahara umum, Nazar sudah pasti tahu asal muasal dan penggunaan uang
partai. Maka tidak aneh bila ia mengklaim punya data terkait
tudingannya, meskipun belakangan ia seperti mengurungkan niatnya untuk
membuka aib koleganya. Alasannya bukti-buktinya masih dikumpulkan.

Bila sikap Nazar akhir-akhir ini agak melembek, bagi orang dekatnya
bukan karena Nazar tidak punya bukti. Nazar diyakini punya bukti-bukti
itu. Hanya saja Nazar tidak mau mengungkapnya lantaran tudingan
tersebut hanya untuk menggertak saja."Tapi kalau situasi berubah bisa
saja ia bakal habis-habisan melawan," kata orang dekat Nazar yang tidak
mau disebut namanya itu.

Gertakan Nazar terkait sejumlah petinggi PD akhirnya berbuah komitmen.
Jangan heran kalau kemudian Nazar mengatakan pemecatannya sebagai
bendahara umum oleh DK PD belum final. Soalnya, kata Nazar, keputusan
DK belum mendapat legitimasi dari DPP PD. "Itu keputusan DK masih harus
disampaikan ke DPP. Sebab keputusan resmi bukan di DK melainkan rapat
pleno yang dipimpin Ketua Umum PD Anas Urbaningrum," ujar Nazar

Kabur ke Singapura

Posisinya yang tidak menguntungkan ternyata membuat Nazaruddin
mengambil pilihan. Politisi Demokrat itu kini dikabarkan pergi ke
Singapura. Hebatnya, ia bisa berangkat sebelum dicegah oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang suratnya keluar 24 Mei. "Dia pergi
tanggal 23 Mei," ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar tidak mau berpolemik tentang hal
ini. Yang jelas, kata dia, imigrasi bekerja berdasarkan permintaan KPK.

"Tanyakan pada yang bersangkutan (Nazaruddin) saja," kata Patrialis
saat ditanya kemungkinan Nazar tahu soal pencegahan ini. Hal tersebut
disampaikan di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (26/5).

Menurut Patrialis, Nazar pergi pukul 19.30 WIB malam menggunakan
pesawat Garuda. Sementara, surat permintaan cegah ke luar negeri baru
dikirim tanggal 24 Mei 2011 pukul 18.00 WIB sore. "Jam 6 sore. Jadi
sekitar 24 jam-lah, setelah keberangkatan apa Nazaruddin," imbuhnya.

Melihat kondisi tersebut, Ketua DPP PD Ruhut Sitompul akan memintanya
pulang. "Oh tentu kita akan meminta pulang," kata salah seorang Ketua
DPP PD Ruhut Sitompul, Kamis (26/5)

Namun, sampai saat ini, sebenarnya Ruhut belum mengetahui secara persis
apakah Nazaruddin memang pergi ke Singapura. Dia tidak tahu keberadaan
Nazaruddin saat ini.

Bila memang Nazaruddin benar pergi ke Singapura, Ruhut yakin kader
Demokrat yang diduga terlibat kasus suap di Kemenpora itu tidak berniat
kabur dari masalah yang menjeratnya. "Mungkin saja kan check up, nggak
mungkin lah kabur," kata dia.

Dia menegaskan PD tidak akan melindungi kadernya yang bermasalah dengan
hukum. "Tentu kalau dipanggil (KPK) kita kader-kader kita akan datang,"
ungkapnya. jak

http://www.surabayapagi.com/index.ph...80bf39b4b1255a

Powered By Blogger