Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 16 Juli 2012

TAJUK RENCANA: DPR Menyetujui RUU PT

Meski sarat pro-kontra, RUU Pendidikan Tinggi akhirnya secara aklamasi disetujui DPR untuk disahkan sebagai UU.

Pro-kontra itu, menurut Menteri Mohammad Nuh, akan diakomodasi dalam peraturan pemerintah (PP).

Disebut "akhirnya" sebab sejak RUU dibahas dalam tiga kali masa persidangan, sudah terprediksi pro-kontra itu akan berakhir dengan "pokoknya". RUU harus disahkan tahun ini karena banyak persoalan dan inisiatif baru harus ada payung hukum UU.

Sejumlah pasal yang menyangkut jati diri lembaga pendidikan tinggi, di antaranya otonomi, kebebasan akademik, dan tata kelola yang kondusif mendukung, dikesampingkan. Janji akomodasi pasal-pasal krusial itu justru menggarisbawahi kekhawatiran penafian roh lembaga pendidikan tinggi.

Argumentasi eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) dengan mudah ditafsirkan lebih mendahulukan kepentingan politik praktis daripada kepentingan pedagogis. Karena kepentingan politik praktis identik dengan pragmatisme, asosiasi pun terkait dengan Pemilu 2014. Pengesahan RUU PT menjadi UU yang kemudian diundangkan oleh Presiden berada dalam jalur rel yang sama.

Posisi lembaga pendidikan (tinggi) sebagai "jawatan" yang diingatkan oleh Ki Hadjar Dewantara ataupun roh PT adalah menemukan kebenaran dan keberanian menyatakan yang salah, pesan Bung Hatta, dilupakan atas nama pragmatisme.

Tidak terbantahkan perlunya payung hukum untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi. Benar, disparitas perguruan tinggi negeri, apalagi swasta, amat besar, karena itu perlu rambu. Namun keberatan atas beberapa pasal krusial yang berasal dari kalangan PTN papan atas perlu diklarifikasi.

Sebuah RUU yang disahkan dengan kontroversi dan pro-kontra menyisakan ketidakpuasan berbagai pihak. Pasal-pasal kontroversial muncul bersumber dari konsep dasar, opsi dasar lembaga pendidikan. Karena opsi dasar yang melatarbelakangi adalah kepentingan politik praktis, yang diperlukan bukan sekadar pengaturan lewat PP, melainkan juga mengubah cara berpikir (mindset).

Mari kita belajar dari pengalaman negara-negara lain— taruhlah Singapura, National University of Singapore dan Nanyang Technological University—yang disegani dan unggul tidak oleh regulasi ketat pemerintah.

Pro-kontra soal UU PT yang siap diundangkan akan diatasi dengan jalan tengah lewat PP-PP. Di sisi lain, ada pendapat, jalan tengah itu menjustifikasi cara berpikir keliru soal roh otonomi. Kalau dipaksakan dengan sekian PP, ditabalkan sikap menafikan roh pendidikan.

Singkat kata, wajar ada yang mengatakan "bendera setengah tiang" untuk masa depan praksis pendidikan tinggi di Indonesia. Kalau sikap "pokoke" yang diambil lembaga legislatif dan eksekutif, terbuka pilihan pertama permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi!
(Tajuk Rencana Kompas, 16 Juli 2012)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger