Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 April 2013

Hak Asasi dan Perdagangan Senjata (Tajuk Rencana Kompas)

Indonesia menjadi satu dari 23 negara yang abstain dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB terkait persetujuan Traktat Perdagangan Senjata.
Pemerintah keberatan dengan adanya syarat-syarat khusus atau kondisionalitas yang dikaitkan dengan ekspor atau impor senjata konvensional. Indonesia abstain karena menilai, tak seharusnya kondisionalitas atau persyaratan tertentu, dalam hal ini dikaitkan dengan isu-isu penegakan hak asasi manusia (HAM), diterapkan dalam setiap ekspor atau impor senjata konvensional.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan hal itu dalam jumpa pers seusai menggelar pertemuan bilateral "Two plus Two" bersama Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr, dan Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith, di Jakarta, Rabu (3/4).
Pemungutan suara mengenai Traktat Perdagangan Senjata itu berlangsung di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat. Sebanyak 154 negara anggota Majelis Umum PBB menyatakan setuju, 3 negara menolak, dan 23 negara abstain.
Pertanyaannya, apakah Indonesia abstain karena syarat penegakan HAM? Marty membantahnya. "Indonesia abstain bukan karena syarat penegakan HAM, tetapi karena isi traktat itu bertentangan dengan Pasal 43 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Ayat itu pada prinsipnya menyatakan, pengadaan peralatan pertahanan dan keamanan produksi luar negeri harus memenuhi syarat ada jaminan tak ada potensi embargo, kondisionalitas politik, dan hambatan penggunaan alat pertahanan tersebut," papar Marty.
Namun, seharusnya traktat tersebut tidak perlu dipertentangkan dengan UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Mengingat potensi embargo dalam pengadaan peralatan pertahanan dan keamanan produksi luar negeri itu bukan berada pada negara yang menjual, melainkan pada negara pembeli.
Dalam kaitan itulah, jika Indonesia benar-benar berniat memperbaiki penegakan HAM, dan memang itu yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia, seharusnya Indonesia tidak perlu khawatir akan diembargo. Kita jangan melupakan bahwa tujuan dari Traktat Perdagangan Senjata itu baik, yakni mencegah jatuhnya senjata kepada pihak-pihak yang tidak berhak, seperti kelompok teroris, geng kriminal, dan gerombolan bersenjata, serta memberantas perdagangan senjata ilegal.
Menlu Australia Bob Carr menghormati sikap Indonesia. Namun, sebagai penggagas, Australia akan menjadi negara penanda tangan pertama pada 3 Juni 2013. Kita berharap Indonesia meninjau kembali sikapnya. Apalagi, Marty mengatakan, sikap Indonesia bisa berubah sebelum 3 Juni.
(Tajuk Rencana Kompas, 6 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger