Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 05 April 2013

KPK Tak Boleh Mundur. (Tajuk Rencana Kompas)

Komite Etik memutuskan ada pelanggaran etik "sedang" yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad. Sanksinya, Samad diberikan teguran tertulis.
Komite Etik menyatakan, pembocor surat perintah penyidikan terhadap tersangka Anas Urbaningrum adalah Wiwin Suwandi, pegawai tidak tetap KPK yang menjadi Sekretaris Ketua KPK Abraham Samad. Komite Etik tidak menemukan unsur pidana dalam kasus bocornya surat perintah penyidikan tersebut.
Pembacaan vonis Komite Etik dalam sidang terbuka merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah Komite Etik KPK, bisa saja dipakai sebagai amunisi politik melemahkan KPK. Namun, kita memandang vonis etik tersebut harus dipandang sebagai rekomendasi untuk memperbaiki manajemen KPK dalam segala hal, termasuk manajemen komunikasi.
Terlepas dari kelemahan yang ada pada KPK, KPK adalah lembaga penegak hukum yang paling mendapatkan kepercayaan dari mayoritas rakyat. Hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, Senin (1/4), menunjukkan, 85,1 persen responden memandang citra KPK adalah baik. Angka itu jauh lebih tinggi dari lembaga penegak hukum lainnya.
Atas dasar itulah soliditas KPK harus diperkuat. Rekomendasi Komite Etik harus dipakai sebagai bahan memperkuat soliditas KPK dalam memerangi kejahatan luar bisa bernama korupsi. Bocornya surat perintah penyidikan menjadi luar biasa karena nuansa politik yang tinggi. Padahal, kenyataannya, banyak berita acara pemeriksaan yang bocor bahkan telah dibukukan. Bagi publik, kebocoran uang negara lebih urgen dan substansial daripada sekadar bocornya surat perintah penyidikan dan BAP, terlebih di era demokrasi digital serta berkembang pesatnya jurnalisme penyelidikan kasus korupsi.
Kita menyambut baik ketegaran Samad yang menyatakan tidak akan ciut memberantas korupsi. Komitmen itu harus diapresiasi. Masih banyak kasus yang harus diungkap dan dituntaskan KPK. Kerja berat itu membutuhkan soliditas. Namun, kita mau mengutip kembali komitmen awal Samad saat mengikuti uji kelayakan pimpinan KPK. "Karakter penegak hukum tidak boleh sering tampil di televisi. Salah jika KPK berkata, minggu depan ada dua orang yang menjadi tersangka. Itu pemain sinetron, bukan penegak hukum. Pimpinan KPK tidak perlu populer, tetapi tindakannya populer," katanya seperti dikutip Kompas, 29 November 2011.
Kejahatan luar biasa korupsi harus diatasi dengan cara luar biasa. Pendekatan yang terlalu legalistik akan gagal dalam mengungkapkan skandal korupsi besar yang justru dilakukan dengan cara ekstra legal. Namun, masalahnya, bagaimana cara luar biasa itu disepakati bersama oleh pimpinan KPK sehingga tidak saling melemahkan di antara mereka. Isu bocornya sprindik saatnya digantikan dengan upaya mencegah bocornya uang negara. Ini lebih serius!
***
(Tajuk Rencana, Kompas cetak, 5 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger