Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 04 Mei 2013

Panggung Susno Duadji (Hamid Awaludin)

Hamid Awaludin
Betapa lelah bangsa ini menonton teater dengan pelakon Susno Duadji. Bahkan, kemunculannya saat menyerahkan diri di Lembaga Pemasyarakatan Cibinong, Kamis (2/5) malam, masih mengharu biru penonton dan sekaligus menyita perhatian media.
Susno muncul di panggung negeri tahun 2009 dalam cerita "Cicak Versus Buaya". Saat itu, ia menjadi tokoh antagonis karena berseberangan dengan lembaga penegak hukum pujaan publik, Komisi Pemberantasan Korupsi. Cerita itu berlanjut ketika sang jenderal ini dimundurkan dari panggung oleh institusinya sendiri.
Kepolisian lalu menyeret sang mantan petingginya ini ke ranah hukum. Dia dijadikan tersangka atas kasus korupsi dengan sangkaan menerima suap untuk memperlancar kasus PT Salmah Arowana Lestari dan pemotongan dana pengamanan pemilihan gubernur Jawa Barat. Publik tentu masih ingat adegan di ruang tunggu bandara ketika Susno, sang jenderal berbintang tiga, digiring polisi berpangkat perwira menengah keluar dari bandara dan tidak diperkenankan terbang ke luar negeri.
Susno akhirnya dinyatakan bersalah dalam kasus dana pengamanan pilgub Jawa Barat. Pada Maret 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara. Di tingkat banding, Susno dipersalahkan, begitu juga di tingkat kasasi. Mahkamah Agung juga menolak kasasi Susno.
Logika publik menganggap, lakon hidup Susno berakhir dengan sang jenderal masuk bui. Namun, yang terjadi adalah perpanjangan cerita. Susno, dengan logika hukum yang dibangun dan diyakininya, menolak masuk penjara. Dia menilai putusan MA harus batal demi hukum karena tidak mencantumkan secara eksplisit tentang eksekusinya.
Susno pun dinyatakan buron meski kemudian menyerahkan diri. Konsekuensi hukumnya, Susno bisa lagi dituntut atau didakwa dengan perbuatan lari dari aparat hukum yang hendak menegakkan hukum atas dirinya. Turunan dari ini adalah seluruh orang yang terlibat dalam pelarian atau persembunyian Susno juga bakal dibidik dengan perbuatan pidana menyembunyikan orang bersalah.
Kasus Tommy Soeharto beberapa tahun silam cukup menjadi pelajaran. Beberapa kawan terdekat Tommy ikut dipidana penjara lantaran terbukti menyembunyikan putra mantan Presiden Soeharto itu selama masa buron.
Dalam drama hukum Susno ini, jika kita hendak jujur, polisi, terutama Kapolda Jawa Barat dan sejumlah aparatnya harus ikut diproses pidana karena mereka melindungi dan menghalangi eksekusi Susno yang hendak dilakukan jaksa pada hari itu. Malah, Susno dibawa ke kantor kepala polda. Alasannya, kepala polda hendak memediasi antara Susno dan jaksa yang hendak mengeksekusi. Barangkali polisi lupa, hanya kasus perdata yang bisa dimediasi. Kasus Susno adalah kasus pidana.
Belakangan, pihak polisi mengatakan bahwa kedatangan Susno ke kantor kepala polda adalah atas permintaan jaksa sendiri. Sebuah logika yang tidak masuk akal sebab jaksa sedari awal ingin mengeksekusi Susno, tetapi dihalangi polisi.
Tak punya kewenangan yuridis
Keterlibatan polisi yang dikesankan publik, yakni melindungi Susno hari itu, tidak boleh juga berdalil bahwa ada kesalahan dalam keputusan pengadilan dan Mahkamah Agung. Karena itu, Susno harus dilindungi dan eksekusi harus tidak dilaksanakan. Polisi sama sekali tidak memiliki kewenangan yuridis untuk menilai putusan pengadilan ataupun putusan MA. Polisi justru punya kewajiban membantu jaksa melakukan eksekusi atas putusan MA tersebut. Maka, lengkap sudah drama pelaksanaan hukum di republik ini.
MA yang menghukum Susno kurang tepat disalahkan hanya karena tidak mencantumkan kapan Susno seharusnya mulai menjalani hukumannya. MA hanya memutuskan dua hal, yakni menerima atau menolak permohonan kasasi terdakwa. Permohonan kasasi Susno ditolak. Artinya, Susno harus menjalani pidana kurungan badan sesuai hukuman yang diputuskan pengadilan negeri sebelumnya.
Selanjutnya, tanpa melihat dalil-dalil KUHAP yang rinci, secara logika kita bisa mengatakan, putusan kasasi MA adalah putusan final dan mengikat. Putusan kasasi tidak menghalangi eksekusi meskipun upaya hukum luar biasa yang bernama peninjauan kembali masih bisa ditempuh.
Untunglah, Susno kemudian menyerahkan diri. Kalau tidak, untuk menunjukkan itikad baik, polisi harus kerja keras ikut menemukan Susno. Aparat polisi, termasuk Kepala Polda Jawa Barat, harus diperiksa dan diberi sanksi bila memang mereka dengan sengaja menghalangi eksekusi.
Terakhir, daripada berlari dan bersembunyi terus, memang lebih baik Susno menjalani pidananya sebagaimana keinginannya semula. Berlari terus ada batasnya, dan tidak pernah membuat hati tenang. Saya teringat ungkapan bahasa Latin, percayalah pada apa yang kamu lihat.
Hamid Awaludin Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makass
(Kompas cetak, 4 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger