Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 03 Mei 2013

Risiko Menunda Pengurangan Subsidi (Tajuk Rencana Kompas)

Tak kunjung adanya keputusan pengurangan subsidi BBM menunjukkan pemerintah tak memiliki kepekaan akan situasi mendesak.
Pernyataan Presiden Yudhoyono, Selasa (30/4), bahwa pengurangan subsidi BBM dengan menaikkan harga solar dan premium bersubsidi baru akan diputuskan setelah DPR menyetujui dana kompensasi kenaikan harga BBM bagi rakyat miskin, menjadi antiklimaks dalam ketidakpastian panjang harga BBM bersubsidi. Rakyat semakin dibuat bingung karena eksekutif dan legislatif pun saling melempar persoalan.
Konsumsi BBM bersubsidi tahun ini diperkirakan 48 juta-53 juta kiloliter dari kuota 46 juta kiloliter. APBN semakin tertekan karena pemerintah harus membuat utang baru Rp 180 triliun. Pagu defisit belanja 3 persen yang dibolehkan undang-undang akan terlampaui.
Tekanan terhadap APBN terjadi dalam situasi ekonomi global tak menentu. Meskipun transaksi perdagangan luar negeri mencatat surplus kembali pada Maret lalu, data Badan Pusat Statistik memperlihatkan total transaksi triwulan I tetap negatif. Impor migas Januari-Maret 2013 naik pesat, yaitu 7,53 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Impor minyak dan hasil minyak naik 14,32 persen dan 3,18 persen senilai 620,1 juta dollar AS. Padahal, total impor Januari-Maret 2013 turun 0,62 persen.
Terus naiknya impor migas, sementara defisit transaksi perdagangan berlanjut, ikut menekan nilai tukar rupiah. Cadangan devisa tergerus. Indonesia yang selama dua tahun terakhir menjadi salah satu negara tujuan investasi asing bisa berkurang daya tariknya. Dampaknya, minat pada obligasi pemerintah dapat ikut melorot sehingga biayanya menjadi mahal.
Dalam diskusi panel ekonomi harian Kompas, tengah April lalu, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengakui dampak besarnya subsidi BBM lebih dalam dari sekadar tekanan terhadap APBN. Hal itu tak berlebihan. Taruhannya adalah keberlanjutan ekonomi Indonesia menyangkut ketahanan fundamental dan keunikan ekonomi kita yang membuat ekonomi tetap tumbuh tinggi.
Penundaan pengurangan subsidi BBM justru merugikan rakyat. Ketidakpastian berlarut mengerek harga dan menghilangkan kesempatan memanfaatkan momentum inflasi rendah bulan April dan Mei.
Berkutat hanya pada harga BBM dan kompensasi melalui bantuan langsung tunai (BLT) juga meluputkan peluang meningkatkan kesejahteraan orang miskin dan meningkatkan ekonomi secara produktif.
Tanpa kompensasi BLT pun, bila korupsi dan pemburu rente ekonomi, termasuk rente migas, dapat diberantas serta infrastruktur, seperti pelabuhan, listrik, dan jalan, di sejumlah wilayah dibangun dan diperkuat, masyarakat miskin akan berkurang dan yang hampir miskin akan meningkat kemakmurannya. Yang diperlukan sungguh pemimpin bervisi masa depan Indonesia yang sejahtera meski harus mengambil keputusan tak populis saat ini.
(Tajuk Rencana Kompas, 3 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger