Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 20 Juli 2013

Independensi dan Netralitas Jurnalisme dan Media (Amir Effendi Siregar)

Oleh: Amir Effendi Siregar

Meskipun independensi dan netralitas media harus menjadi perhatian serius setiap saat, di tahun politik menjelang pemilihan umum perdebatan tentang itu semakin hangat.

Ada pihak yang mengatakan, media dan atau jurnalis bisa saja tidak independen selama dinyatakan secara terbuka sejak awal. Kemudian ada yang mengatakan, independen dan netralitas itu dua hal yang berbeda. Atau ada yang mengatakan, media harus berpihak kepada kepentingan publik: independen dan netralitas harga mati.

Dari pembicaraan itu, kita memperoleh gambaran bahwa beberapa konsep penting perlu dijelaskan. Hal itu di antaranya tentang jurnalisme dan jurnalistik, independensi dan netralitas, serta jenis dan bentuk media. Dengan demikian, kita mengetahui secara jelas independen dan netral itu apa dan terhadap siapa? Kepada siapa jurnalis dan media seharusnya berpihak? Apa sanksinya?

Jurnalisme dan jurnalistik
Jurnalisme adalah paham tentang kegiatan jurnalistik, meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan media. Dalam jurnalisme terkandung idealisme. Ada ideologi, yaitu usaha memberikan informasi untuk pemberdayaan masyarakat.

Bill Kovach dan Tom Rosentiel merumuskan tujuan utama jurnalisme adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan publik agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. Dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan itu terdapat sembilan elemen, antara lain: kewajiban utama jurnalisme adalah pada kebenaran; berupaya membuat yang penting menarik dan relevan; loyalitas pertama kepada publik/warga; disiplin dalam verifikasi; menjaga independensi terhadap narasumber; harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan; harus menyediakan forum publik untuk kritik ataupun dukungan warga; juga harus menjaga berita agar komprehensif dan proporsional.

Kemudian kode etik jurnalistik (KEJ) harus menjadi pedoman penyajian tiap karya jurnalistik. Pekerjaan jurnalistik yang baik dan benar mengandung ideologi jurnalisme sebagaimana tercantum dalam UU Pers. Ideologi ini menuntun informasi apa yang harus dicari dan untuk apa.

UU Pers menyatakan: peranan pers nasional antara lain memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai demokrasi, serta mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, sera memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Pasal 6).

UU Pers juga secara jelas menyatakan, wartawan memiliki dan menaati KEJ. Mukadimah KEJ juga merumuskan ideologi jurnalisme. Dengan demikian, jurnalisme bukan hanya sesuatu yang bersifat teknis penyajian, melainkan terdapat idealisme. Jurnalistik adalah implementasi dari ideologi jurnalisme.

Dalam jurnalisme dan kegiatan jurnalistik, terdapat prinsip independensi dan netralitas yang harus ditegakkan. Independen dalam arti merdeka menjalankan ideologi jurnalisme. Netral artinya berimbang, akurat, tak memihak, kecuali kepentingan publik. Independensi dan netralitas itu berbeda, tetapi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ingin menjadi media yang baik, kedua prinsip itu harus dijalankan. Itu sebabnya KEJ yang disahkan Dewan Pers merumuskan sangat bagus dalam satu tarikan napas: "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk." Penafsirannya sangat jelas: prinsip independensi dan netralitas harus dilaksanakan (Pasal 1).

Sementara itu, Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga menyatakan dalam satu tarikan napas: "Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran" (Pasal 11 Ayat 2 P3). Dalam SPS diatur secara lebih detail dan tegas bahwa independensi dan netralitas harus dijaga dengan antara lain menyatakan bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik, tidak untuk kelompok tertentu, dan dilarang untuk kepentingan pribadi pemilik dan kelompoknya (Pasal 11). Selanjutnya, program jurnalistik harus akurat, adil, berimbang, dan tidak berpihak (Pasal 40).

Media cetak dan elektronik
Dapatkah pemberitaan surat kabar Media Indonesia memuat Surya Paloh, Sindo memuat Wiranto dan Hary Tanoesoedibyo, Suara Karya memuat Aburizal Bakrie, setiap hari dengan porsi yang besar kemudian memuji- muji diri sendiri? Tak ada larangan secara hukum terhadap media cetak yang tak menggunakan ranah publik ini sepanjang tak mencemarkan nama baik orang lain. Sanksinya, etik dan sosial. Kredibilitas media turun, masyarakat jadi muak dan bosan. Surat kabarnya ditinggalkan pembaca.

Bagaimana bila itu di televisi ataupun radio yang menggunakan frekuensi dan ranah publik? Regulator harus menegur dan melarangnya dengan sanksi etik dan hukum, mulai dari yang ringan sampai berat sesuai dengan peraturan yang berlaku. KPI, KPU, Kementerian Kominfo, dan Dewan Pers harus secara tegas menegakkan etika dan hukum.

Akhirnya, bila ingin menjadi jurnalis dan media yang baik, independensi dan netralitas harus ditegakkan. Bila tidak, media akan ditinggalkan audiens, bisa mendapat sanksi etik dan atau hukum. Mungkinkah media itu independen dan netral 100 persen? Tidak akan pernah! Namun, semakin tinggi derajat independensi dan netralitasnya, semakin tinggi kredibilitasnya, semakin disukai dan semakin mampu membentuk opini publik.

Amir Effendi Siregar, Anggota Dewan Pers (2003-2006); Dosen Komunikasi UII
(Kompas cetak, 20 Juli 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger