Partai Demokrat, partai pemenang Pemilu 2009, sibuk mempersiapkan konvensi. Jalan konvensi diambil karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum Partai Demokrat, yang selama ini menjadi simbol partai, tak lagi bisa maju dalam Pemilu Presiden 2014. Demokrat mengundang tokoh untuk ikut konvensi yang hasilnya akan diputuskan pada April 2014.
Partai Golkar memutuskan mengajukan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie sebagai capres, sedangkan Partai Gerindra akan mengajukan Prabowo Subianto. Partai Hanura telah mendeklarasi paket lengkap capres-cawapres, yakni Wiranto-Hary Tanoesoedibjo. Sejumlah nama capres lain juga mulai disebut-sebut tim sukses mereka.
Di antara nama elite politik yang berniat ikut dalam pemilu presiden, secara mengejutkan justru nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang tak pernah mau menanggapi kansnya sebagai capres alternatif 2014, mempunyai potensi keterpilihan tinggi, yakni 32,5 persen. Hasil survei Litbang harian ini menyebutkan, Jokowi berada pada posisi teratas diikuti Prabowo, Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie. Angka nama capres lain berada di bawah 5 persen.
Pemilu 2014—yang terdiri dari Pemilu Legislatif 9 April 2014 dan Pemilu Presiden—merupakan tahun penting bagi bangsa Indonesia. Pemilu 2014 menjadi ujian di tengah merosotnya partisipasi politik yang terus menurun dari angka 92 persen pada 1999, pileg DPR 2004 (84,07 persen), pilpres 2004 putaran pertama (78,23 persen), pilpres 2004 putaran kedua (76,63 persen), dan pileg 2009 (70 persen). Pemilu 2014 akan diikuti 190 juta pemilih terdaftar, 19 juta di antaranya adalah pemilih pemula, pemilih yang lahir pada era digital.
Tahun 2014 menjadi tahun menentukan sebagai penanda terjadinya alih generasi politik Indonesia. Meminjam terminologi politik Jack Snyder dalam buku From Voting to Violence, kita berharap Pemilu 2014 akan mengantarkan Indonesia dari negara yang sedang menuju demokrasi (democratizing state) ke negara dengan demokrasi yang matang (mature democracy).
Negara dengan demokrasi matang ditandai dengan telah terjadinya dua kali pergantian kekuasaan melalui pemilu yang jujur dan adil. Negara demokrasi matang juga akan dilihat dari beberapa indikator, antara lain adanya politik yang kompetitif, pemilu yang reguler dilaksanakan, partisipasi politik yang luas, pembatasan kekuasaan eksekutif, adanya kebebasan berbicara dan penghormatan atas kebebasan sipil, termasuk penghormatan hak minoritas.
Setiap orang berhak untuk ingin menjadi presiden dan merasa bisa memimpin Indonesia. Namun, mereka harus menjawab tantangan kian kompleks yang dihadapi Indonesia. Harapan baru harus diberikan agar partisipasi politik akar rumput kembali bergairah.
(Kompas cetak, 27 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar