Sikap penolakan disampaikan secara lugas oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada Menlu Australia Julie Bishop dalam pertemuan awal pekan ini di sela-sela Sidang Majelis PBB di New York, Amerika Serikat. Indonesia memang dibuat tersinggung oleh langkah pemerintahan Perdana Menteri Australia Tony Abbott dalam upaya membendung imigran gelap.
Langkah itu antara lain menyebutkan, Australia akan membeli kapal nelayan Indonesia yang digunakan untuk menyeberangkan imigran gelap. Tak kalah pongahnya, Australia dikatakan akan memberikan insentif uang kepada warga dan kepala desa Indonesia yang memberikan informasi terkait imigran gelap, yang umumnya datang dari sejumlah negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan. Australia bahkan merencanakan menempatkan polisi di Indonesia.
Keinginan Australia itu tidak hanya dianggap pongah, tetapi juga dipandang sebagai kecenderungan melanggar kedaulatan Indonesia. Segera terlihat pula, Australia bertindak secara sepihak dengan mengabaikan apa yang disebut Bali Process, forum internasional untuk penanggulangan masalah penyelundupan manusia.
Sekadar diingat kembali, Bali Process diketuai bersama Indonesia-Australia. Forum yang dibentuk tahun 2002 oleh 50 negara dan organisasi internasional bertujuan mencari upaya yang lebih tertata dan tertib sesuai kedaulatan setiap negara dalam penanggulangan penyelundupan manusia. Atas langkah sepihak yang ditempuh Australia, Marty mempertanyakan, "Bagaimana kita menjadi dua negara yang memimpin penanganan penyelundupan manusia jika salah satunya melakukan tindakan unilateral?"
Jelas sekali, silang pendapat dan perbedaan sikap soal penanganan masalah penyelundupan manusia menjadi salah satu isu sensitif dalam hubungan Indonesia-Australia, lebih-lebih belakang ini. Isu itu kembali memberi dinamika hubungan bilateral, yang sering mengalami pasang surut.
Dalam perspektif Australia, Indonesia tidak mencegah para pencari suaka dari sejumlah negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan yang menyeberang ke wilayah Australia. Jika keluhan itu diteruskan, Indonesia juga bisa mempertanyakan, mengapa negara-negara asal pencari suaka tidak mencegah warga masyarakatnya pergi.
Tentu saja persoalannya tidaklah sederhana. Para pencari suaka mengadu nasib ke seberang lautan karena kesulitan hidup di negeri asalnya. Kehadiran para pencari suaka membuat Australia kewalahan dan frustrasi. Tantangan serupa dihadapi Indonesia dalam menangani kehadiran para pencari suaka yang terdampar dalam perjalanan menuju Australia.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002321987
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar