Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 05 September 2013

Kebijakan Tarif Impor Kedelai (Tajuk Rencana Kompas)

Kebijakan penghapusan tarif impor kembali jadi jurus pilihan pemerintah untuk mengendalikan harga dan mengamankan pasokan kedelai di dalam negeri.
Dalam jangka pendek langkah yang ditempuh atas desakan Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Se-Indonesia ini kemungkinan memang bisa mengatasi krisis pasokan dan meredam lonjakan harga yang meresahkan perajin tahu dan tempe. Namun, tanpa dibarengi langkah lebih serius membenahi perkedelaian nasional—produksi, harga, dan tata niaga—langkah ini hanya akan menuntun pada jeratan ketergantungan lebih dalam pada impor pangan dan krisis kedelai baru di masa depan.

Dari sisi kebijakan, penghapusan tarif impor dan keleluasaan impor jelas kontraproduktif bagi ketahanan pangan dan upaya swasembada. Pihak yang diuntungkan adalah importir dan mereka yang ada dalam rantai perdagangan kedelai, sementara petani kedelai lokal semakin terdesak dan gigit jari. Pemerintah harus belajar dari pengalaman 1998 ketika liberalisasi perdagangan kedelai meluluhlantakkan swasembada yang sudah di depan mata akibat pemerintah mau gampangnya saja dalam mengendalikan gejolak kedelai, dengan jalan pintas impor.

Pembenahan perkedelaian nasional menuntut pembenahan tata niaga dan keberanian memotong gurita pemburu rente yang terindikasi bermain dalam gonjang-ganjing kedelai. Mereka berkepentingan kedelai langka dan harga kian melonjak agar ada alasan impor. Kian besar impor kian besar margin laba ke kantong mereka.

Ada kesan pemerintah tunduk pada tekanan importir dalam tata niaga dan perdagangan komoditas pangan. Bahkan ada indikasi pemerintah dan politisi justru terseret dalam lingkaran itu. Keterlibatan orang penting partai dan kementerian dalam kasus impor daging salah satunya.

Krisis pasokan dan harga ini terasa ganjil di tengah keluhan petani kedelai yang kesulitan menjual produknya. Di sini peran negara dalam menstabilkan harga dan pasokan, seperti fungsi Bulog untuk beras, dipertanyakan.

Tak ada gebrakan untuk menyerap produksi petani sendiri, bahkan dengan mengerahkan Bulog atau BUMN jika perlu. Juga sama sekali tak terlihat tekad kuat lebih serius mendorong produksi dalam negeri.

Apa pun kebijakan harus berorientasi pada penguatan dalam negeri. Apalagi ini menyangkut industri yang berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja dan pemenuhan gizi masyarakat. Di sini akan terlihat sejauh mana pemerintah berpihak pada kepentingan jangka panjang dalam negeri. Pembenahan faktor penyebab terus menyusutnya produksi, seperti penyusutan luas tanam dan kompetisi lahan dengan komoditas lain, harus dilakukan.

Demikian pula faktor yang jadi disinsentif petani untuk menanam dan hambatan budidaya, seperti harga, sarana, dan infrastruktur pertanian. Keseriusan pemerintah dan pemangku kepentingan lain akan memutus lingkaran setan krisis kedelai yang terus berulang

(Tajuk Rencana Kompas, 5 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger