Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 05 September 2013

Tragedi Besar Abad Ini (Tajuk Rencana Kompas)

idak salah yang dikatakan Komisioner UNHCR Antonio Guterres bahwa perang saudara di Suriah telah menimbulkan "tragedi besar abad ini".
Laporan UNHCR (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi) memberikan jumlah pengungsi yang luar biasa dahsyatnya. Dalam tempo 12 bulan terakhir tercatat 2 juta orang terpaksa mengungsi meninggalkan negerinya. Angka ini naik 10 kali lipat dibandingkan dengan setahun lalu. Pada 3 September lalu "hanya" tercatat 230.671 orang.

Jika ditambah dengan mereka yang mengungsi di dalam negeri, jumlah pengungsi menjadi 6,2 juta orang. Ini berarti sepertiga dari 20,8 juta penduduk Suriah. Pantas kalau Guterres menyebut "Suriah telah menjadi tragedi besar abad ini". PBB bahkan menyatakan apa yang terjadi di Suriah sebagai krisis terburuk dalam abad ke-21!

Inilah tragedi kemanusiaan. Perang saudara itu sendiri sudah merupakan tragedi. Tragedi bagi rakyat Suriah, yang kehilangan kehidupan dan rumahnya; jutaan anak sudah harus menderita di usia dini dan tidak jelas masa depannya. Begitu banyak ibu yang menyaksikan penderitaan anak- anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa. Bahkan, menurut berita yang tersiar, ada pula ibu yang "menjual" anak perempuannya demi mempertahankan hidup.

Perang yang pecah sejak Maret 2011 juga melahirkan tragedi bagi negeri yang selama ratusan generasi hidup rukun dan damai dalam perbedaan, keragaman. Kini negeri yang memiliki catatan panjang dalam sejarah umat manusia itu terpecah belah.

Dalam konteks perang saudara seperti saat ini, penyaluran bantuan selalu menghadapi persoalan tidak mudah. Banyak persoalan yang menghambat penyaluran bantuan: sulit masuk karena tidak dapat visa, daerah tertutup karena menjadi ajang pertempuran, menjadi sasaran penembakan, dan sebagainya. Namun, apa pun persoalannya, rintangannya harus bisa ditembus dan diatasi demi nyawa manusia.

Persoalan juga dihadapi negara penampung pengungsi: Jordania, Lebanon, Turki, dan Irak. Mereka membutuhkan bantuan untuk dapat menanggung beban yang "tiba-tiba" mereka sandang. Tentu, membanjirnya pengungsi, misalnya ke Jordania, diharapkan tidak menimbulkan atau mengganggu stabilitas, baik politik maupun ekonominya. Kita masih ingat membanjirnya pengungsi Rwanda, setelah genosida tahun 1994, telah mengganggu stabilitas Republik Demokratik Kongo, sebagai contoh.

Tinggal di pengungsian memberikan pengalaman traumatis, terutama bagi anak-anak; sebuah pengalaman hidup yang pahit, yang bisa memengaruhi masa depan mereka. Kita berharap tragedi Suriah ini menumbuhkan semangat solidaritas kemanusiaan untuk, yang pertama-tama, menghentikan perang, dan membantu para pengungsi dengan berbagai cara.

(Tajuk Rencana Kompas, 5 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger