Terakhir kita membaca beroperasinya Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara. Di tengah semaraknya industri angkutan penerbangan, kita juga melihat maskapai penerbangan gencar memesan pesawat baru. Jumlahnya pun cukup mengesankan. Tipe Boeing 737-800 NG dan Airbus A-320 yang menjadi tulang punggung penerbangan domestik dewasa ini terus mengalir ke Tanah Air.
Menyimak perkembangan di atas, di satu sisi kita berbesar hati. Visi bapak pendiri bangsa Bung Karno bahwa Indonesia akan maju dengan dukungan penerbangan secara bertahap mewujud. Namun, di sisi lain, kita ingin memberi catatan.
Pertama, datangnya armada pesawat baru menuntut tersedianya infrastruktur yang semestinya tumbuh mengiringi. Kemarin kita mendengar proyeksi kebutuhan pilot dalam jumlah ribuan dalam beberapa tahun, demikian pula tenaga air traffic controllers. Untuk yang terakhir ini, masuk akal jika penambahan dilakukan segera mengingat tingkat pergerakan pesawat semakin tinggi.
Memproyeksikan perkembangan yang ada untuk Bandara Soekarno-Hatta, kita bisa terenyak dengan fakta-fakta menarik, tetapi juga mengecilkan hati. Kapasitas pergerakan (naik-turun) pesawat di bandara terbesar di Tanah Air 55 per jam. Pada jam sibuk, pergerakan mencapai 77 per jam. Masuk akal banyak penumpang mengeluh, menunggu pesawat lepas landas atau mendarat sering kali perlu waktu sekitar setengah jam.
Ada lagi catatan lain. Dulu, begitu mendarat, pesawat lalu merapat di terminal dengan garbarata. Kini, untuk penerbangan sore dan malam hari, besar kemungkinan akhir penerbangan bukan di terminal bergarbarata. Dulu untuk Garuda, misalnya, tak jauh dari Terminal 2, kini umumnya hingga di Terminal 3.
Di satu sisi, penumpang bersyukur penerbangan tiba di tujuan dengan selamat, tetapi separuh masygul mengapa masih harus berpayah-payah menuju bus dan menaiki tangga terminal dengan bawaan dan oleh-oleh.
Kini sedang disiapkan perluasan Bandara Soekarno- Hatta, yang jika usai nanti akan jadi aerotropolis. Selain kondisinya lebih modern, kapasitasnya pun bertambah. Jika Terminal 3 ditambah, ketiga terminal bisa menampung 68 juta penumpang. Kalau ada terminal 4 (plus landasan ke-3), kapasitasnya bisa menjadi 88 juta orang.
Sambil menunggu semua upaya perluasan itu siap, kita harus mengalami ketidaknyamanan, seperti turun di tempat parkir yang jauh dari terminal. Kita apresiasi upaya tersebut, tetapi tentu saja dengan catatan, mengapa kita seperti terlambat mengantisipasi?
Kini, selain mengharapkan agar kenyamanan masih bisa kita ikhtiarkan, keamanan dan keselamatan bandara pun tetap dapat kita pertahankan.
(Kompas cetak, 3 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar