Peringkat daya saing kali ini didasarkan pada kinerja 12 pilar: kelembagaan, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan lanjutan dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar kerja, perkembangan pasar finansial, tingkat tanggap teknologi, skala pasar, kemajuan bisnis, serta inovasi. Kinerja infrastruktur adalah alasan di balik lompatan tajam peringkat RI ini.
Meski menyambut baik, kenaikan peringkat disikapi skeptis beragam kalangan. Bukan tanpa alasan, secara kasatmata kita tak merasakan perbaikan signifikan yang membuat Indonesia pantas naik peringkat setajam itu. Begitu berbelitnya persoalan ekonomi, sosial, hukum, dan politik yang tak kunjung terurai membuat sejumlah ekonom justru memprediksi kian terpuruknya daya saing RI.
Dari paparan WEF, sangat mungkin lonjakan indeks RI terjadi karena sejumlah negara terdesak ke bawah akibat sejumlah kemelut ekonomi dan politik di dalam negerinya. Seperti disebutkan Executive Chairman WEF, pemeringkatan dilakukan di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi global. Ekonomi Uni Eropa kian memburuk, sementara pemulihan di AS sangat rapuh. Emerging markets besar, seperti China dan India, mengalami pelambatan.
Penilaian juga belum mempertimbangkan kondisi terkini ekonomi Indonesia yang dilanda gonjang-ganjing nilai tukar, pasar saham/obligasi, defisit perdagangan dan neraca transaksi berjalan, lonjakan inflasi, serta rasio utang.
Kenaikan peringkat merupakan bentuk apresiasi terhadap capaian kita selama ini. Namun, diingatkan, jangan sampai ini memunculkan sikap cepat berpuas diri.
Kinerja pemerintah tidak hanya diukur dari peringkat daya saing, tetapi juga sejauh mana perbaikan itu dirasakan masyarakat dan bukan cuma segelintir orang. Perbaikan peringkat juga baru bermakna jika itu terkonversi pada meningkatnya minat investasi sehingga bisa ikut mempercepat pulihnya ekonomi Indonesia, agar bisa mengatasi sejumlah ketertinggalan dari negara lain.
Catatan kekurangan Indonesia dalam laporan itu harus menjadi bahan introspeksi dan dasar dalam melakukan perbaikan. Di antara kelemahan menonjol yang disebutkan terutama adalah bidang "dasar", seperti kelembagaan yang masih marak diwarnai korupsi, suap, perilaku tak etis, mahalnya biaya berusaha akibat tingginya angka kejahatan dan kekerasan. Infrastruktur publik umumnya juga terbelakang. Situasi kesehatan masyarakat juga buruk.
Meski peringkat membaik, dari tahapan pembangunan, Indonesia juga tertinggal dari tetangga, seperti Malaysia, apalagi Singapura. Indonesia masuk fase kedua pembangunan (efficiency driven), yakni kaya sumber daya, tetapi kemakmurannya bertumpu semata pada kegiatan ekstraksi sumber daya alam. Adapun Singapura dan Malaysia bertumpu pada inovasi atau dalam transisi menuju ke sana.
(Tajuk Rencana Kompas, 6 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar