Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 25 September 2013

Merkel, Euro, dan Ekonomi Global (Tajuk Rencana Kompas)

Kemenangan Merkel dalam pemilu Jerman menempatkannya sebagai wanita berkuasa terlama di Eropa, mengalahkan Margaret Thatcher dari Inggris.
Merkel, yang di dalam negeri dijuluki "Mutti (Ibu)" dan "Kanselir Besi", menjadi simbol keteguhan Jerman memaksakan diterapkannya kebijakan reformasi ekonomi di Uni Eropa yang babak belur akibat krisis utang. Sosok Merkel yang tegas dibutuhkan untuk membangun kembali fondasi ekonomi UE di tengah pemulihan yang rapuh dan resistensi sejumlah negara terhadap pengetatan fiskal.

Namun, masih jadi tanda tanya ke mana Merkel akan membawa Jerman dan seluruh UE empat tahun ke depan. Ini akan ditentukan antara lain dengan partai mana ia harus berkoalisi. Ini bukan tantangan mudah mengingat Jerman dihadapkan pada problem struktural ekonomi yang kompleks. Angka pengangguran 5,3 persen, terendah pasca-reunifikasi. Pengangguran angkatan kerja muda juga hanya 7,7 persen. Sebagai perbandingan, Perancis 26 persen, Italia 39,5 persen, dan Spanyol 56,1 persen.

Namun, sejumlah kalangan mengingatkan, Jerman bisa kembali menjadi "Si Sakit dari Eropa" 5-10 tahun ke depan jika terus mengabaikan sektor infrastruktur yang mulai uzur dan gagal mendongkrak investasi di pendidikan untuk mengangkat daya saing yang kian terpuruk.

Di sektor energi, desakan dilakukannya perubahan drastis dalam kebijakan energi juga disampaikan federasi industri Jerman, terutama dengan kian meroketnya tarif energi yang dianggap membahayakan daya saing Jerman. OECD juga menyebut Jerman negara dengan pasar tenaga kerja paling rigid di Eropa dan ini menjadi kendala bagi bertumbuhnya perusahaan baru di bidang teknologi.

Negara ini juga dihadapkan pada bom waktu demografis, terutama dengan kian menuanya angkatan kerja. Sementara beban jaminan sosial telah membuat utang pemerintah membengkak hingga 192 persen dari PDB.

Jerman kini peringkat ke-106 dalam indeks kemudahan berbisnis Bank Dunia. Posisi Jerman juga terus melorot dalam indeks daya saing WEF. Kelemahan Jerman lain, ketergantungan pada pasar ekspor dan ini kian sulit diandalkan dengan melemahnya emerging markets.

Semua persoalan ini mungkin teratasi jika pemulihan ekonomi UE dan global berjalan cepat. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, Jerman bisa dalam tekanan berat. Di tangan Merkel, nasib Jerman dan UE ditentukan. Berlarut-larutnya keterpurukan zona euro akan mempersuram prospek pemulihan ekonomi global tahun depan.

Di satu sisi, Merkel dianggap memenuhi harapan ini. Namun, sejumlah ekonom khawatir, sikap Merkel yang belakangan cenderung berpuas diri dan mendorong warga Jerman berpikir semua baik-baik saja dan tak ada yang perlu diubah bisa menjadi cermin kemunduran program reformasi untuk kembali menyehatkan ekonomi Eropa.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002297273
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger