Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 25 September 2013

Saat untuk Bekerja Nyata (Tajuk Rencana Kompas)

Indonesia harus segera menyelesaikan sejumlah masalah struktural atau akan masuk perangkap negara berpenghasilan menengah.
Secara obyektif, Indonesia memiliki sejumlah masalah mendasar yang tecermin dalam transaksi berjalan yang dalam 22 bulan terakhir terus negatif.

Defisit tersebut sebelumnya dapat ditutup devisa dari ekspor komoditas berupa hasil tambang dan hasil pertanian, seperti minyak sawit mentah, kakao, dan karet. Selain itu, arus investasi asing juga masih masuk deras.

Situasi mulai berbalik ketika negara-negara utama tujuan ekspor komoditas Indonesia, yaitu China dan India, mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. China, misalnya, ekonominya tahun ini hanya tumbuh sekitar 7 persen, jauh dari pertumbuhan dua digit yang pernah dicapai sebelumnya.

Tanda-tanda pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut seharusnya sudah dibaca dan membangkitkan peringatan dini apabila kita tidak terlalu terlena oleh devisa dari ekspor komoditas. Harga komoditas di pasar dunia mulai merosot sejak kuartal II-2012. Pada saat yang sama, investasi asing juga langsung mulai melambat.

Meskipun pada 18 September lalu Bank Sentral Amerika Serikat memutuskan tetap melakukan insentif moneter seperti semula, mungkin hingga akhir tahun, pernyataan Gubernur Bank Sentral AS sebelumnya tentang rencana pengurangan insentif sudah menyebabkan investasi portofolio lari ke luar negara berkembang, termasuk dari Indonesia. Bahwa nilai tukar rupiah tidak menguat nyata dan Indeks Harga Saham Gabungan tak mampu kembali ke level tertinggi 5.200, menunjukkan masalah ada di dalam negeri.

Pemerintah berulang kali mengakui ada masalah struktural dalam perekonomian Indonesia. Peluang sangat besar negara kita masuk dalam jebakan negara berpenghasilan menengah juga sudah diakui. Dengan jumlah penduduk cukup besar, saat ini sekitar 250 juta jiwa, serta sektor riil, seperti pangan dan manufaktur, tidak dirancang secara sadar mengejar kebutuhan konsumsi dalam negeri, kebutuhan impor akan terus tinggi.

Pemerintah menyadari persoalan Indonesia. Hal itu, antara lain, ketergantungan pada ekspor komoditas, tidak berkembangnya industrialisasi berbasis bahan baku lokal serta teknologi dan inovasi, dan tidak dikembangkannya energi alternatif sehingga ketergantungan pada bahan bakar minyak dan minyak mentah impor meningkat.

Namun, pemerintah terkesan belum bekerja nyata, masih sebatas janji. Lonjakan harga daging sapi, bawang merah, cabai, dan kedelai, misalnya, dijawab dengan impor. Ini mencerminkan tak adanya kesungguhan meningkatkan produktivitas nasional dan menurunkan impor.

Masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II akan berakhir Oktober 2014. Seyogianya hal ini memotivasi pemerintah bekerja maksimal agar meninggalkan warisan membanggakan dan bermanfaat bagi rakyat banyak.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002298177
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger