Keinginan AS untuk melancarkan serangan militer terhadap Suriah—menyusul tudingan bahwa pasukan Suriah menggunakan senjata kimia dalam menghadapi kelompok oposisi bersenjata—itu tidak mendapat dukungan banyak negara. Padahal, ada keyakinan bahwa serangan dengan senjata kimia itu telah menewaskan lebih dari 1.400 orang, termasuk lebih dari 400 anak-anak.
Memang tim pengawas persenjataan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melakukan penyelidikan di Suriah belum memberikan laporan resmi. Mereka sudah meninggalkan Suriah dan dunia menunggu hasil mereka.
Terlepas dari apa hasil tim PBB itu, yang menarik untuk dicermati adalah perubahan sikap tidak hanya negara- negara sekutu AS, tetapi juga rakyat AS atas rencana penyerangan terhadap Suriah itu. Inggris, misalnya, yang selama ini selalu mengikuti saja kemauan AS, seperti dalam kasus Irak dan Afganistan, kali ini terang-terangan tidak mendukung rencana AS tersebut. Perdana Menteri Inggris David Cameron pun tidak berani melangkah lebih jauh setelah parlemen menolak serangan militer seperti yang diinginkan AS.
Negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pun tidak serta-merta mendukung pilihan AS itu, seperti ketika mereka menyerang Libya untuk menyingkirkan Moammar Khadafy. Sejauh ini, yang jelas-jelas mendukung pilihan AS barulah Perancis dan Turki.
Sikap yang sama diperlihatkan negara-negara Liga Arab meski mereka tidak bersatu suara, semisal Arab Saudi ada kecenderungan mendukung aksi militer. Liga Arab baru akan menentukan sikap secara keseluruhan setelah pertemuan para menteri luar negeri mereka di Kairo.
Obama, meski dalam pidatonya Sabtu lalu menyatakan menyetujui melakukan serangan militer terhadap Suriah, dia tidak berani segera melangkah. Ia masih membutuhkan dukungan kongres. Hampir 200 anggota kongres menandatangani surat kepada presiden agar serangan militer baru dilakukan apabila disetujui kongres. Bahkan, kalangan militer di AS pun meragukan efektivitas serangan militer bagi perdamaian.
Kita melihat dari perkembangan bahwa pengalaman pahit di Irak dan Afganistan telah memberikan pelajaran bagi banyak pihak untuk tidak terlalu terburu-buru mengambil pilihan guna melakukan serangan militer. Selain kekhawatiran serangan militer bisa memicu perang besar di Timur Tengah, banyak negara juga melihat dan yakin bahwa opsi militer tidak memberikan jaminan akan terciptanya perdamaian. Ini suatu hal yang sangat menarik dan penting. Kita berharap segera dapat dicari solusi yang lebih baik agar korban jiwa tidak terus bertambah.
(Tajuk Rencana, 2 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar