Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 13 September 2013

Perekat Keberagaman Kelompok (Tajuk Rencana Kompas)

Aktualitas harapan pada Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memperoleh momentum tepat.
Kedua ormas keagamaan dengan lebih dari 60 juta anggota itu berpotensi besar jadi perekat keberagaman kelompok dalam masyarakat.

Kita garis bawahi apa yang tercetus dalam diskusi buku Martin van Bruinessen, Rakyat Kecil, Islam, dan Politik, di kampus UI, Depok, Rabu (11/9). NU dan Muhammadiyah, modal sosial yang berperan penting menyelamatkan bangsa Indonesia dalam masa transisi demokrasi.

Selain modal ekonomi, pembangunan negara butuh modal sosial, politik, dan budaya. Dibutuhkan kehidupan politik yang lebih demokratis, kehidupan beragama yang lebih toleran dan sejuk, hubungan antaretnis yang rukun, budaya multikultur, dilindungi dan dihargainya hak asasi, bakat dan kreativitas warga dibiarkan berkembang.

Muhammadiyah dan NU memuat (lebih tepat dalam kosakata bahasa Jawa: momot) semua persyaratan di atas. Beragamnya wilayah kegiatan, perhatian, dan komitmen, bisa dikatakan NU dan Muhammadiyah selain sebagai modal sosial, juga modal ekonomi, politik, dan budaya sekaligus. Pendeknya, kedua ormas keagamaan terbesar itu "serba ada". Oleh karena itu, wajar kalau harapan besar disampaikan keduanya sebagai faktor yang menstabilkan Indonesia.

Keragaman dalam kedua ormas keagamaan terbesar itu pun menjadi modal sosial karena afirmasinya atas realitas keragaman Indonesia. Identitas sebagai salah satu dimensi paling rentan melahirkan konflik dan kekerasan, menurut Amartya Sen, menjadi cair dalam Muhammadiyah dan NU.

Ada titik temu antara modal sosial yang dimiliki sebagai potensi dan kesempatan yang tersedia. Potensi dan kesempatan itu selalu ditempatkan sebagai bagian dari ikut serta membangun Indonesia sesuai yang dicita-citakan para pendiri republik.

Besarnya jumlah anggota NU dan Muhammadiyah semakin memungkinkan partisipasinya lebih besar. Cita- cita demokrasi—lebih tepatnya demokratisasi tidak hanya di bidang politik, tetapi juga di bidang ekonomi, sosial, budaya—tergantung pula pada peranan dan eksistensi kedua ormas keagamaan ini.

Ketika masyarakat pesimistis terhadap kondisi perpolitikan yang pragmatis serba uang, ketika kebutuhan pokok rakyat terlalaikan, ketika balas dendam jadi panglima, dibutuhkan penyadaran bersama tentang gawatnya persoalan.

Dalam konteks modal sosial, NU dan Muhammadiyah dengan ideologi dan kegiatannya, kita garis bawahi potensinya, tanpa mengecilkan makna ormas lain. Semuanya ikut mengambil tempat dan peran sebagai masyarakat warga. Dalam membangun keberadaan masyarakat warga, seperti diungkap Van Bruinessen, NU dan Muhammadiyah ada di garis depan.

(Tajuk Rencana Kompas, 13 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger