Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 01 Oktober 2013

Diplomasi dalam Masalah Dunia (Tajuk Rencana Kompas)

Syukur upaya penyelesaian masalah Suriah terus dilakukan melalui upaya damai. Presiden AS Barack Obama menunda rencana intervensi militer.
Bersama Rusia, AS berhasil mencapai kesepakatan untuk meminta Suriah melucuti senjata kimianya. Itulah satu contoh bahwa diplomasi memperlihatkan kemanfaatannya. Pilihan pada jalan diplomasi ini yang diangkat Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam pidatonya di Majelis Umum Ke-68 PBB di New York, Jumat (27/9).

Terobosan menyangkut senjata kimia Suriah merupakan bukti nyata bahwa diplomasi bekerja, kata Marty, seperti dikutip The Jakarta Post, Senin (30/9). Tentu penyelesaian konflik Suriah membutuhkan upaya lebih jauh, tetapi hal ini, menurut Marty, masih bisa diusahakan melalui diplomasi.

Bukan hanya untuk konflik Suriah, diplomasi juga dibutuhkan untuk mendapatkan solusi atas masalah lain yang dihadapi dunia. Pesan Marty di atas kita garis bawahi mengingat di pelbagai penjuru dunia dewasa ini terdapat (potensi) konflik yang, kalau salah penanganan, bisa bereskalasi menjadi konflik militer yang risikonya lebih luas.

Padahal, dunia bisa belajar dari pengalaman AS yang melancarkan serangan ke Irak dan Afganistan di awal dekade lalu. Setelah triliunan dollar AS dihabiskan, kekerasan tidak kunjung sirna di kedua negara tersebut.

Menurut Marty, ikhtiar diplomasi dibutuhkan bukan saja untuk mencapai perdamaian dan keamanan, melainkan juga untuk memajukan tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi, demokrasi, HAM, dan toleransi. Jika untuk mengatasi konflik di Suriah dibutuhkan diplomasi untuk menghentikan kekerasan, menyalurkan bantuan kemanusiaan, dan proses politik untuk menemukan solusi sesuai aspirasi rakyat Suriah, di sisi lain dunia harus menemukan solusi untuk mengatasi masalah akut yang dihadapi.

Terkait dengan tema MU ke-68, yakni "Agenda Pembangunan Pasca-2015", Marty menyebutkan, agenda tersebut meniscayakan komitmen kuat terhadap semangat kemitraan dan keyakinan tak tergoyahkan dalam daya multilateralisme. Mengatasi pelbagai masalah dunia, mulai dari penghapusan kemiskinan, kerusakan lingkungan, peningkatan tingkat kesehatan ibu dan anak, hingga pemerataan pendidikan, mustahil dicapai ketika diplomasi absen dan kekerasan dipraktikkan.

Perdamaian dan pembangunan merupakan hal yang tak terpisahkan, kata Marty. Kita sepandangan, mana bisa ada pembangunan jika negara atau wilayah dilanda konflik karena diplomasi tak dipraktikkan. Dalam kaitan diplomasi ini pula, RI menyambut baik dimulainya lagi perundingan langsung antara Palestina dan Israel.

Kita mafhum, diplomasi sering kali menuntut kesabaran luar biasa karena prosesnya berlangsung alot, bahkan juga tidak jarang berujung pada kenihilan. Namun, sebagai pilihan, mungkin ia jalan dengan ongkos minimal.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002409709
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger