Sekitar 60 hari lagi, tepatnya pada 1 Januari 2014, akan mulai berlaku Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.
Akan terbentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS): BPJS Kesehatan yang merupakan transformasi dari PT Askes (Persero) dan BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi PT Jamsostek (Persero). BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan 1 Januari 2014 (Pasal 60 UU No 24/2011 tentang BPJS). PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS ketenagakerjaan 1 Januari 2014 [Pasal 62 (1) UU 24/2011]. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan kematian, dan program jaminan pensiun paling lambat 1 Juli 2015.
Kementerian Kesehatan sedang gencar menyosialisasikan program jaminan kesehatan bagian dari jaminan sosial ini dengan istilah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tepatkah penambahan kata "nasional" di belakang Jaminan Kesehatan? Untuk menjawabnya kita perlu mengacu UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24/2011 tentang BPJS. Pasal 18 UU No 40/2004 menyatakan: Jenis program jaminan sosial meliputi: a. Jaminan kesehatan; b. Jaminan kecelakaan kerja; c. Jaminan hari tua; d. Jaminan pensiun; dan e. Jaminan kematian. Jelas tak ada kata "nasional" pada tiap program jaminan sosial tersebut.
Pasal 19 (1) menyebutkan: "Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarakan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas". Pada penjelasan Pasal 19 (1) dituliskan: "Prinsip asuransi sosial meliputi: a. Kegotongroyongan antara orang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah; b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; c. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan; d. Bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan medisnya yang tak terikat besaran iuran yang telah dibayarkannya. Prinsip asuransi sosial perlu ditekankan untuk membedakannya dengan asuransi komersial yang berprinsip: kepesertaan bersifat sukarela dan selektif, iuran atau premi berdasarkan manfaat yang akan diterima, bersifat mengejar laba, dan tak ada unsur kegotongroyongan. Dengan demikian, jika harus ada tambahan atau sisipan kata, yang lebih tepat disebutkan program "Jaminan Sosial Kesehatan" daripada "Jaminan Kesehatan Nasional".
Jaminan sosial lain
Empat jenis program jaminan sosial lain juga diselenggarakan secara nasional. Pasal 29 (1) menyatakan: Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Pasal 35 (1): Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan asuransi sosial atau tabungan wajib. Pasal 39 (1): Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Sangat kurang tepat jika disebut Jaminan Kecelakaan Kerja Nasional atau Jaminan Hari Tua Nasional dan Jaminan Pensiun Nasional atau Jaminan Kematian Nasional. Yang tepat adalah Jaminan Sosial Kecelakaan Kerja, Jaminan Sosial Hari Tua, Jaminan Sosial Pensiun, dan Jaminan Sosial Kematian. Namun paling tepat, menurut saya, kelima jenis program jaminan sosial cukup disebut jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Dalam buku Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 pemerintah menerjemahkan Jaminan Kesehatan
Nasional menjadi "INA-MEDICARE (Indonesia Medicare)". Terjemahan ini membuat SJSN bidang kesehatan menyimpang dari dasar filosofis, historis, dan sosiologis pembentukannya. Ada dua pengertian medicare di dunia. Medicare di AS dipahami sebagai jaminan kesehatan buat orang-orang tua, pensiunan, cacat, dan tak mampu. Apakah pemahaman ini menjadikan JKN sama dan sebangun dengan Jamkesmas buat orang miskin dan tak mampu di Indonesia? Apakah pernyataan Dahlan Iskan bahwa JKN akan menanggung 86,4 juta jiwa (yang selama ini tercatat sebagai peserta Jamkesmas) mengindikasikan sumber pembiayaan Jamkesmas bukan hanya dari APBN, melainkan ditambah dengan iuran seluruh personal BUMN?
Pengertian lain medicare adalah seperti di Kanada. Setiap negara bagian menyelenggarakan medicare untuk seluruh masyarakat yang berlaku di semua negara bagian dalam arti secara nasional. JKN di Indonesia sama dan sebangun dengan medicare Kanada, jika pemerintah pusat berniat tetap mempertahankan Jamkesmas dan Jamkesda yang sudah eksis di beberapa provinsi. Nyatanya, menjelang 2014 tak terdengar ada langkah kebijakan pemerintah pusat untuk mengintegrasikan peserta Jamkesda ke dalam peserta Jamkesnas. Dengan demikian, dapatkah dipahami bahwa kata "nasional" dari JKN adalah kumpulan semua daerah dari Jamkesda?
Terjemahan paling tepat Jaminan Sosial Kesehatan di Indonesia adalah "INA Social Health Insurance (INA-SHI)". Sistem ini mengacu model solidaritas sosial di Jerman yang diciptakan Otto Von Bismarck 1883. Budaya dan falsafah gotong royong di Indonesia sangat cocok untuk menyiapkan Jaminan Sosial Kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi.
Kata "nasional" sebetulnya sudah melekat pada nomenklatur Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari sistem pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan. Sistem pelayanan akan ditata dari tak terstruktur jadi terstruktur atau rujukan berjenjang. Sistem pembiayaan kesehatan akan diubah dari cara pembayaran langsung dari kantong penderita (out of pocket) jadi pembayaran dari pihak ketiga, yaitu BPJS Kesehatan. Agar tak terjadi sesat pikir dan multitafsir terhadap istilah JKN, maka kembali saja kita kepada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyebutkan salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan (tanpa tambahan nasional). Kita juga bisa merujuk pada UU tentang BPJS yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan (lagi-lagi tanpa kata nasional). Yang perlu dipopulerkan kepada masyarakat bukanlah istilah Jaminan Kesehatan Nasional.
Lebih bermakna jika disosialisasikan bahwa mulai 1 Januari 2014 akan berlaku SJSN yang mencakup program Jaminan Kesehatan. Program ini diselenggarakan BPJS Kesehatan yang terbentuk 1 Januari 2014. Setiap orang wajib menjadi peserta dengan membayar iuran. Bagi yang tak mampu, iurannya dibayarkan pemerintah melalui APBN. Setiap peserta dapat kartu peserta yang berlaku lintas daerah (secara nasional) dan lintas pekerjaan. Kartu boleh kita namakan Kartu Indonesia Sehat, menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
(Surya Chandra S, Anggota DPR Fraksi PDI-P; Ketua Pansus RUU SJSN (2004); dan Wakil Ketua Pansus RUU BPJS (2011))
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002891899
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar